27. Hati yang Tersakiti

8.1K 406 16
                                    

Sudah sebulan Ifa mengurung diri di kamarnya, ia tidak mau keluar barang semenit pun. Diusia Alzena yang menginjak satu bulan membuat Ifa bahagia karena menyaksikan pertumbuhan putrinya itu. Hari demi hari Ifa semakin enggan bertemu Fahri yang akhir-akhir ini sering datang untuk melihat Zena. Ifa bingung kenapa Fahri masih ingin menemuinya dan memaksa agar Ifa kembali pulang. Padahal, sepucuk surat sebulan yang lalu sudah membuktikan bahwa Fahri akan meninggalkan Ifa karena sudah dilarang Mira agar Fahri berhenti menemui Ifa.

"Sudah tante larang berkali-kali,tapi tetap aja dia keukeuh mau jumpai kamu." Ujar Mira kepada Ifa yang sedang menimang anaknya. Dibawah, sudah ada Fahri menunggu di ruang tamu, kali ini Fahri menguatkan hatinya dan keinginannya untuk menemui Ifa. Ifa tetap saja enggan, Mira sudah berkali-kali melarang Fahri untuk menemui Ifa namun ia tetap saja datang. Walaupun sebenarnya tidak ada larangan Mira jika Fahri ingin menemui anaknya. Hanya saja kali ini Fahri meminta izin agar dipertemukan dengan Ifa yang masih menjadi istri sahnya.

"Aku gak mau jumpa mas Fahri, tan! Aku belum siap memandang wajahnya setelah kejadian memilukan itu."

"Tante, kak Farhan dan kak Zahra sudah melarang. Tapi, Fahri memohon-mohon sampai berlutut di kaki tante."

Ifa mengernyit. "Tan! Kalau dia mau bertemu anaknya, silahkan! Tapi jangan temui aku."

Mira menghela nafas gusar. "Sudah berapa kali tante bilang sama dia, tapi dia tetep ingin menemui kamu, Fa!" Kata Mira menggebu-gebu.

Ifa menggeleng sambil terus menimang Zena. "Gak tan! Aku belum siap untuk bertemu mas Fahri lagi. Tolong usir aja dia."

Mira keluar dari kamar Ifa lalu bergegas ke bawah menemui Fahri yang masih menunggu.

"Mana Ifa, tan?" Tanya Fahri.

"Dia gak mau!" Ucap Mira tegas.

"Kenapa? Bukannya aku masih suami sahnya Ifa?"

"Mau kamu apa sih? Setelah kamu menyakiti Ifa, dan menulis surat bahwa kamu tidak akan bisa lagi menemuinya. Lantas untuk apa datang kesini? Kalau mau liat Zena silahkan, tapi jika ingin temui Ifa, tante melarang keras!" Mira membuka pintu utama lebar-lebar. "Silahkan keluar! Ifa sudah tidak mau menemui kamu lagi, tolong dengar apa kata tante."

Fahri menelan salivanya yang mendadak pahit. Hatinya tertohok, sangat tertohok. Ia melangkah pelan menuju pintu, lalu menyalim Mira. "Fahri pulang, tan! Assalamu'alaikum." Ia menaiki mobilnya dan sedetik kemudian pergi.

Rasa rindu Fahri terhadap Ifa belum terobati, ia berharap bisa bertemu Ifa. Ia rindu, rindu berat. Tetes air mata mulai membasahi pipinya ia menatap seisi rumahnya, dimana selalu ada ocehan Ifa, selalu ada Ifa dengan tarian india yang gak jelas. Harapan Fahri, rumah yang sepi itu akan diramaikan oleh suara Zena bermain, berlari disekitaran rumah. Dan Ifa dengan khimar cantik mengecup punggung tangan Fahri.

"Ya Allah, aku mohon ampuni aku yang telah menyakiti hati istriku, sehingga ia benar-benar kecewa. Bahkan, sekarang ia membenciku. Ampuni aku!" Fahri menangkup wajahnya, menangis tersedu-sedu."

"Fahri..." seseorang mengelus puncak kepalanya, segera ia menegakkan kepalanya.

"Ifa!" Katanya spontan, namun itu malah membuat Fahri kaget karena dia salah, itu bukan Ifa. Melainkan Lea. Lea lagi, Lea lagi. Ia berharap wanita itu segera musnah dari muka bumi, wanita ular yang licik.

"Lea.." Fahri memelankan suara, suara kecewa karena ia pikir itu Ifa, tapi ternyata bukan.

"Udahlah, Ifa aja gak mikirin kamu, masa kamu terus-terusan mikirin orang yang gak mikirin kamu sih! Enjoy your life Fahri!"

Fahri berdiri dan menatap sangar Lea. "Kamu pergi dari sini! Atau aku akan berbuat kasar!"

Lea tersenyum sinis. Ia mendekati Fahri, selangkah ia maju, selangkah pula Fahri mundur.

Fahri dan IfanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang