19. Kebohongan

7.8K 387 33
                                    

Fahri baru saja mengantarkan Ifa ke toko, ia langsung memarkirkan mobil di depan kantornya. Kantor tampak sepi karena para karyawan libur. Ia harus mengambil berkas di kantor dan tugas kuliah yang ia kerjakan disana. Di ruang direktur terdapat papa Fahri yang sedang duduk menatap jendela kantor di lantai tiga.

"Pa.." panggil Fahri.

"Iya nak, masuk." Kata Adrian.

"Papa ngapai hari minggu nyuruh Fahri ke kantor?" Fahri menatap papanya heran.

"Papa malas di rumah, lagi ada masalah sama mama. Papa mau cerita sama kamu sebagai anak papa. Mama kamu itu egois, dia masih pentingin pekerjaannya." Adrian memainkan pulpen yang ada di atas mejanya.

Fahri duduk di kursi depan meja papanya. "Seharusnya papa jangan kabur ke kantor, papa ngomong baik-baik sama mama, bukan Fahri mau ikut campur. Tapi, sebaiknya papa bujuk mama." Usul Fahri.

"Mama kamu seharusnya tidak udah sibuk bekerja, dia urus saja Chika dan urusan rumah tangga."

Fahri mengernyit bingung. "Pa, itu udah Fahri rasain dari dulu pa, Chika juga udah biasa gak di perhatiin. Biar aja lah pa mama mau gimana." Fahri sudah muak sebenarnya, mamanya sudah bilang akan menjaga Chika tapi sekarang malah masih sibuk bekerja.

Hingga hari menjelang siang, bahkan sudah waktunya Zuhur, Fahri masih betah mendengarkan curhatan papanya. Ia melirik alrojinya lalu permisi untuk sholat, sekalian pulang ke rumah.
"Pa, Fahri pulang ya udah Zuhur." Katanya.

Adrian mengangguk, setelah itu Fahri bergegas ke masjid untuk sholat Zuhur. Hatinya gelisah, karena tidak tega membohongi Ifa. Ia membohongi Ifa, Fahri bukan sibuk di kantor bahkan juga tidak sibuk mengerjakan tugas kuliah. Ia akan menemui Lea, karena kemarin ia sudah bilang akan datang menemani Lea yang sedang mengandung anaknya.

'Ya Allah ampuni aku udah membohongi istri sebaik Ifa, aku sangat-sangat bersalah ya Allah.' do'a Fahri di dalam hati setelah sholat zuhur.

Ia melajukan mobilnya, pergi ke rumah Lea yang kira-kira setengah jam sudah sampai.
Lea sudah menunggu Fahri di teras rumahnya.

"Assalamu'alaikum." Fahri menghampiri Lea yang duduk di teras rumahnya dengan meminum susu yang kemarin Fahri berikan.

"Wa'alaikumsalam. Masuk Fahri." Ajak Lea dengan berseri-seri.

Fahri mencegahnya. "Gak Lea, disini aja, kalau di dalam gak enak diliat tetangga."

Lea masuk ke rumahnya, tetapi ia kembali lagi menemui Fahri. "Aku buatin teh mau?" Tanya Lea.

Fahri mengangguk. "Gulanya jangan banyak-banyak."

"Oke!" Lea langsung ke Dapur membuatkan teh untuk Fahri, di aduknya teh itu dengan penuh cinta. Lalu, kembali ke teras untuk memberikan teh itu.

"Ini tehnya." Diletakkannya teh itu di atas meja.

"Kamu ngapai nyuruh aku kemari?" Tanya Fahri dengan raut wajah tidak nyaman.

Lea mengelus perutnya. "Keinginan anakmu." Katanya, hati Fahri terasa sakit ketika mendengar kalimat Lea, singkat namun berhasil membuat Fahri bungkam.

"Yauda aku temeni kamu." Kata Fahri dengan senyuman terpaksa. Beda sekali jika Ifa yang ngidam, walaupun ngidamnya aneh bahkan super duper aneh tapi Fahri senang, ada sensasi yang ia tidak mengerti jika bersama dengan Ifa. Lea hanya masa lalu Fahri, Fahri sudah melupakannya. Ini semua di lakukan Fahri karena janin yang sedang Lea kandung.

Sampai sore hari Fahri menemani Lea, mendengar ocehan Lea yang Fahri sama sekali tidak tertarik untuk mendengarnya. Pikirannya sedang ke Ifa, Ifa dan Ifa.

Fahri dan IfanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang