15

7.4K 444 22
                                    

Sebuah kebetulan yang paling disyukuri Aditia hari ini adalah kembali bertemu Reina, gadis yang selama ini menjadi obsesinya. Hampir satu tahun berlalu sejak insiden di hotel yang memancing emosinya meledak bak gunung merapi hingga membuat keputusan tolol memecat Reina.

Aditia masih ingat betul kesalahan fatal yang dilakukannya pada Reina.(baca part 1) Seharusnya ia tahu bahwa Reina bukanlah tipikal gadis yang biasa lalu-lalang di kehidupannya. Reina berbeda. Gadis itu tidak gelap mata dengan harta dan jabatannya di perusahaan sawit.

Tetapi Aditia terlalu buru-buru ingin menjadikan Reina sebagai miliknya setelah berbagai aksi pendekatan yang dilakukannya gagal. Pria itu gelap mata hingga merencanakan pertemuan fiktif dengan klien di hotel.

Kali ini, Aditia bersumpah tidak akan membiarkan Reina pergi lagi. Apapun yang terjadi, ia akan mendapatkan gadis itu!

Seulas senyum miring terukir di wajahnya.

"Pacar?" gumamnya sambil menatap tajam punggung Hendra yang menggandeng Reina. "Posisimu tidak kuat jika hanya sebagai pacar."

Aditia melanjutkan langkah ke sebuah cafe ternama tempat sahabatnya tengah menunggu. Matanya tetap mengawasi Reina dan pria yang mengaku sebagai pacarnya itu. Aditia memicingkan mata, baru memperhatikan bahwa ada seorang anak kecil tengah duduk di troli yang didorong oleh pria itu.

"Lama amat sih?" gerutu sahabat Aditia sambil berdecak sebal. "Touch up dulu say?" ejeknya sambil tertawa.

Aditia terkekeh lalu mengambil posisi duduk di depan Sophie, sahabatnya yang baru pulang dari Australia.

"Habis ketemu cewek yang kucari selama ini," katanya tanpa berniat benar-benar menjelaskan.

"Masih di sini? Mana?" Sophie penasaran. Sebab ia tahu,  Aditia bukan tipe pria yang menjatuhkan hatinya pada satu wanita.

Aditia menunjuk Reina dengan dagunya. "Tuh, yang baju kuning sama cowok yang dorong troli."

"Eh?" Hanya itu respon dari Sophie. Tak lama, seulas senyum miring terukir di wajah ovalnya. "Tristan... Tristan..." Gumamnya pelan sambil menggeleng-gelengkan kepala.

***

Tristan langsung bangkit dari sofa di ruang tengah ketika di layar cctv memperlihatkan pagar otomatis terbuka begitu sebuah mobil tiba di depannya. Satpam yang berjaga di pos langsung muncul dari bilik jaga lalu berlari kecil mengejar mobil yang diparkir di depan rumah, melihat apa ada yang perlu dibantunya.

Tristan segera menyusul. Senyumnya merekah, tak sabar untuk menggendong Liam. Setiap hari ia selalu merindukan putera semata wayangnya itu walau hanya ditinggal pergi kerja.

Namun senyum di kedua sudut bibirnya ditarik kembali tatkala melihat Reina yang menggendong Liam dan Hendra keluar dari mobil secara bersamaan dengan tawa lepas yang begitu menyenangkan. Entah apa yang mereka bicarakan hingga keduanya dapat tertawa begitu bahagia. Tristan sedikit penasaran.

"Liam, itu Papa!" seru Reina begitu menyadari Tristan telah berdiri di ambang pintu.

Mau tak mau, Tristan menyunggingkan senyum kecil lalu memanjangkan kedua tangannya, bersiap menyambut Liam.

"Thanks, Hen." Tristan berkata sambil lalu. Ia segera menggendong Liam masuk, membiarkan Hendra dan Reina membereskan kantong-kantong belanja. Pak Amin yang hendak membantu kemudian ditolak secara halus oleh Reina, sebab ia merasa masih dapat membawanya bersama Hendra.

***

Liam telah tidur. Terbilang awal untuk jam tidur biasanya. Mungkin bocah itu terlalu lelah setelah jalan sesorean tadi.

"Good night, sayang," ucap Reina pelan sembari mengelus rambut tebal Liam dengan sayang.

Setelah memastikan Liam tertidur pulas, Reina bangkit dari kursi di samping ranjang. Karena malam ini Tristan meminta Liam untuk tidur di kamarnya, seperti biasa, Reina meninabobokannya dari samping ranjang. Ia tidak pernah lancang untuk ikut Liam tidur di atas ranjang majikannya. Beda cerita jika di kamar Liam, kadang ia ikut Liam berbaring di ranjang single itu. Menurutnya, Liam memang lebih cepat tertidur jika Reina ikut berbaring di sisinya.

Reina menyusun bantal dan guling di sisi kiri-kanan Liam, membuat semacam benteng agar bocah itu tak tergolek dari ranjang.

"Beres," gumamnya sambil tersenyum kecil memperhatikan Liam dengan sayang.

Reina berjalan pelan menjauhi Liam. Langkah gadis itu agak berjingkat, berusaha tak bersuara sedikitpun. Namun ketika ia akan meraih kenop pintu, tiba-tiba saja pintu terbuka. Membuat gadis itu terlonjak kaget hingga memekik tertahan. Untung saja Reina langsung membungkam mulutnya dengan telapak kanannya dengan spontan.

"Maaf mengagetkanmu," kata Tristan pelan seraya memasang sebuah senyum tanggung.

"Nggak apa-apa," jawab Reina sambil sedikit membungkuk, memberi kode pada Tristan bahwa ia meminta izin untuk pamit ke kamarnya.

Namun baru satu langkah Reina berjalan, Tristan menangkap lengannya. Menghentikan gerakan Reina. Satu gerakan kecil Tristan cukup sukses membuat gadis itu membatu karena terkejut.

"Minggu ini kita ke Jungkat mengunjungi mamaku. Sekalian untuk mengurus segala persiapan lamaran ke Singkawang nanti."

Mendadak, Reina merasa sebuah batu besar menyangkut di tenggorokannya.

.
.
.

Author:

Halo readers, 

Maaf ya jika part ini terlalu pendek T.T

Menurut kalian, Reina cocoknya sama Tristan/Hendra/Aditia ya? :D Ayo... Timnya siapa kalian?

Jangan lupa vote, komen dan share ya biar makin rame ^^

Ps: untuk pemenang giveaway, hadiah masih belum sempat saya kirim ya... Hampir seminggu ini flu berat 😭

Mr. SunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang