2

11K 618 7
                                    

Reina mondar-mandir di kamar barunya sambil mengacak-acak rambut. Napasnya naik turun. Merasa tertipu.

"Kau juga bodoh! Masa nggak nanya yang jelas waktu wawancara kemarin?!" marahnya sambil menunjuk diri di depan cermin.

Gadis itu terus mengutuk diri sambil memukul-mukul kepala. Kesal dengan kecerobohannya.

Harusnya ia curiga mengapa Tristan yang memilih baby sitter - bukannya sang istri. Harusnya waktu itu ia bertanya tentang keluarga yang akan menjadi majikannya.

Tapi...

Reina mendesah kesal.

Mana ada calon baby sitter yang belagu banget? Yang berhak bertanya hanya calon majikan! Calon baby sitter hanya pasif menanti untuk dipilih.

***

Tristan menepuk pelan lengan Liam sambil menyenandungkan lagu Rain Rain Go Away. Sudah seminggu ini mereka terpisah. Membuat Tristan rindu luar biasa. Sejak baby sitter ke sebelas dipecat, Tristan menitipkan Liam pada ibunya di Jungkat - kota kecil yang masih termasuk dalam lingkup Pontianak, berjarak kurang lebih satu jam dari rumah Tristan.

"Ng..." Liam bangkit dari posisi baring kemudian duduk dan menyengir lucu pada ayahnya.

Mau tak mau, Tristan tertawa. "Kamu belum mau tidur?" Tristan mencium pipi tembam kesayangannya itu lalu membaringkan Liam di sisinya lagi. Tristan mencoba menepuk-nepuk lengan putranya lagi dengan lembut. Kali ini, ia menyenandungkan lagu Baa Baa Black Sheep sambil sesekali mengelus rambut halus Liam.

Butuh setengah jam untuk menidurkan Liam. Tristan cukup piawai dalam menidurkan putra kesayangannya itu. Liam sangat suka ditepuk-tepuk pelan sambil menyenandungkan lagu kesukaannya.

Tristan bergerak hati-hati untuk bangkit dari ranjang. Satu minggu tak melihat malaikat kecilnya itu sungguh membuatnya susah tidur. Untunglah malam ini Liam sudah bersamanya lagi.

Semoga Reina bisa memenuhi standar yang kuinginkan. Batin Tristan.

Sejujurnya, Tristan pun lelah harus bergonta-ganti baby sitter selama 10 bulan ini. Ada saja yang tidak berkenan di hati pria itu. Entah karena si kerani jorok, kasar, bahkan ada yang berani diam-diam mencubit Liam. Mereka hanya bekerja demi uang semata. Sampai detik ini, Tristan belum menemukan baby sitter yang benar-benar menyukai anak-anak - sebuah syarat multak baginya untuk bisa menjadi baby sitter yang baik.

Tristan, kamu mau sampai kapan menduda?

Tristan mendesah. Pertanyaan dari ibunya terus menghantui pria itu hampir setiap malam. Pasalnya, Bu Tanti selalu memberondongnya dengan pertanyaan serupa setiap kali mereka bertemu. Membuat Tristan agak menghindari kesempatan untuk bertemu ibunya.

Kasihan Liam kalau kamu tidak segera menikah. Makin hari Liam makin mengerti ini itu. Dia butuh sosok mama.

Tristan memandang Liam yang tertidur pulas di ranjang. Kiri-kanannya dipagari dengan bantal dan guling agar tak jatuh dari ranjang. Senyum getir menghiasi wajah pria itu.

"Kamu butuh sosok mama ya, Nak?" tanyanya pelan.

Jemari Tristan mengelus wajah Liam dengan pelan.

"Papa masih belum bisa melupakan mamamu," katanya getir.

***

Alarm jam weker di nakas samping ranjang berbunyi sejak lima belas menit yang lalu. Namun Reina sama sekali tak berniat untuk bangun. Dengan malas, ia memanjangkan tangan tanpa membuka matanya sedikit pun. Tangannya meraba-raba secara membabi buta, menjatuhkan handphone lalu berhasil menggapai jam weker dan menekan tombol off.

Mr. SunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang