19

6.3K 375 14
                                    

Hari yang dinanti tiba. Atau mungkin hari yang paling ingin dihindari?

Reina menatap dirinya di depan cermin besar di bridal. Tidak ada senyum terukir di wajahnya. Bola matanya basah, namun gadis itu tak berani menjatuhkannya. Ia takut riasan yang mulai dikerjakan sejak pukul empat subuh akan rusak. Tentu saja Reina tak berani dengan lancang merusak saat penting seperti ini dengan sifat kekanak-kanakan. Yang harus ia lakukan adalah pasrah. Ya, pasrah menjalani hari-hari yang tak lagi bebas. Gadis itu harus rela meninggalkan status lajangnya untuk mengikat diri pada satu pria - Tristan.

"Hai, Kak!" seru Renny penuh kehebohan. Matanya melotot penuh binar begitu melihat kakaknya yang telah berdandan lengkap dengan gaun pengantin rancangan desainer ternama ibukota. "Ih... Cantik banget! Diriku iriiiiiiii!" serunya lagi. Gadis itu sampai memejamkan mata demi mengekspresikan kegirangannya itu.

Renny pun terlihat anggun dengan gaun panjang berwarna merah muda. Rambutnya yang panjang dikepang miring ke kanan lalu ujungnya dibiarkan ikal terurai. Tak lupa diberi jepitan-jepitan berkilau agar terlihat manis. Gadis itu memang meminta khusus penataan rambut seperti itu sambil memperlihatkan contoh model yang diambil dari internet.

Reina terkekeh palsu. "Mama mana?" tanya Reina.

"Masih lagi disanggul," jawab Renny.

Reina membulatkan bibirnya yang diberi lipstik merah.

"Gimana perasaan kakak sekarang? Deg-degan ga? Pasti happy banget tuh sampai nggak bisa tidur semalem." Renny bertanya sekaligus menuduh dengan tatapan menggoda.

Semalam, Reina memang diminta ibunya ikut mereka menginap di hotel. Renny melihat kakaknya gelisah dan tidak bisa tidur. Gadis polos itu menebak kakaknya terlalu semangat akan hari pernikahannya sampai sulit tidur. Padahal, yang terjadi adalah sebaliknya. Kakaknya terlalu cemas hingga tak dapat memejamkan mata.

"Happy dong!" jawab Reina penuh kebohongan. Senyum di bibirnya pun palsu. "Tunggu deh giliran kamu, pasti kayak kakak juga deg-degan gini."

Renny memonyongkan bibirnya. "Ih... Bikin iri aja. Semoga aku bisa cepat dapat pangeran tampan kayak Kak Tristan juga," ujar Renny penuh harap. Baginya, kisah cinta kakaknya bagai dongeng yang terjadi di kehidupan nyata. Dan gadis itu ingin sekali seperti kakaknya - menikah dengan bosnya!

Reina dan Renny kompak menoleh begitu mendengar pintu di ruang rias terbuka. Bu Marina keluar dari sana, terlihat anggun dengan gaun merah marun lengkap dengan sanggul yang menawan. Keduanya kompak mengacungkan dua jempol lengkap dengan mata berbinar. Make up artist terkenal dan mahal memang hasilnya pasti beda.

Bu Marina tersenyum malu. Dalam hati, beliau pun memuji kecantikannya yang nyaris padam karena lama tak dirawat. Ternyata make up mampu menyulapnya menjadi sekian tahun lebih muda.

"Cantik banget, Ma!" puji Reina jujur. Renny mengangguk setuju.

"Kamu gimana? Tegang nggak?" tanya Bu Marina pada Reina.

"Dikit," jawab Reina sambil menyengir.

"Ingat ya, jaga baik-baik pernikahan kalian. Setiap pernikahan pasti ada rintangannya sendiri, tapi kamu dan Tristan harus bisa menyelesaikannya berdua."

"Iya, Ma," jawab Reina dengan suara rendah. Ada keraguan dalam suaranya. Sungguhkah ia dan Tristan akan mampu? Bahkan banyak pernikahan yang gagal meski awalnya didasari oleh cinta. Bagaimana dengan mereka?

***

Tristan berdiri di depan altar. Pria itu tampak gagah dengan setelan jas abu-abu, berdiri tegap menanti sang pengantin. Tristan memandang Bu Tanti yang terlihat acuh tak acuh. Terlihat jelas bahwa beliau tak begitu merelakan putranya menikah dengan gadis yang bukan pilihannya. Kemudian pandangannya beralih pada Bu Marina dan Renny, ibu mertua dan adik iparnya. Dalam hati, Tristan berjanji akan menepati janjinya pada Reina - memberi perawatan terbaik untuk ibunya dan pendidikan terbaik untuk adiknya.

Tristan melirik Hendra yang duduk di baris kedua bangku umat, terlihat tampan dengan jas informal yang dipadu dengan celana jins. Asisten sekaligus sahabatnya itu beberapa kali tersenyum sambil mengangguk seolah tengah memintanya untuk tenang. Sementara itu, Tristan terlihat tak enak hati begitu melihat Sophie di baris kelima bangku umat. Gadis itu terlihat anggun dengan gaun selutut berwarna gading. Oh, di sebelahnya ada seorang pria? Datang bersama atau hanya kebetulan duduk bersebelahan? Tetapi sepertinya Tristan tidak mengenal pria itu. Mungkin teman Sophie yang diajak untuk menemaninya atau mungkin juga kenalan Reina yang kebetulan duduk di sebelah Sophie, pikirnya.

Jantung Tristan berdegup kencang ketika melihat Reina tiba di pintu gereja. Gadis itu berjalan pelan memasuki gereja sambil digandeng pamannya - adik Bu Marina - sebagai pengganti ayahnya. Gadis itu terlihat sempurna dengan gaun pengantin dan tiara di kepalanya. Kontan saja, seulas senyum terukir di wajah Tristan.

...

Bagai sebuah tamparan keras, tiba-tiba saja Tristan teringat akan Hani, mendiang istrinya. Buru-buru ia menarik kedua sudut bibirnya kembali pada posisi semula. Ia tak pantas untuk berbahagia. Rasanya, ia seperti telah mengkhianati Hani. Bukankah ide untuk menikahi Reina hanya untuk menjadi ibu bagi Liam?

Ya, Tristan tidak boleh melenceng dari niatnya semula. Ia berusaha mengingatkan diri.

Begitu Reina tiba di altar dan pamannya menyerahkan tangan gadis itu pada Tristan, Sophie memicingkan mata. Jika saja seseorang tak memberinya sebuah rencana hebat setelah pernikahan ini, ia tidak akan membiarkan Tristan berdiri di altar bersama perempuan itu.

"Sabar, nanti juga akan ada giliran kita," bisik Aditia yang duduk di sebelahnya. "Dia kemarin udah kasih tau aku rencana detil untuk kita. Kita tunggu saja kabar darinya kapan bertindak."

Sophie mengangguk sambil tersenyum miring. Tak disangkanya, seseorang pun memiliki tujuan yang sama dengannya dan Aditia.

***

Hello, jangan lupa vote, komen dan share Mr. Sun biar makin banyak yang baca ya =) jangan lupa baca Bukan Cinderella dan Mr. Right juga 😁

Follow fb : Delia angela frans huid
Ig/twitter: delafh3424

Mr. SunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang