13

8K 498 19
                                    

Kemudian...

Reina terlonjak kaget ketika sebuah tangan menyentuh pundak kanannya. Jantungnya seakan melompat keluar dari dada. Sontak saja ia menoleh. Kemudian kedua pipinya bersemu merah.

'Astaga! Mikirin apa aku tadi?!' rutuknya pada diri sendiri dalam hati sambil mengetuk-ngetuk dahinya dengan telunjuk.

Objek fantasinya menatap Reina dengan raut kebingungan melihat tingkah gadis itu.

"Kenapa? Apa kepalamu sakit?" tanya Tristan terdengar khawatir.

"Ah...ng... Nggak." Reina menyengir kuda. Ia tak bisa membayangkan bagaimana reaksi Tristan jika tahu imajinasi nakalnya barusan. Astaga! Reina sungguh malu sendiri memikirkannya.

"Hari sudah semakin sore, saya rasa sebaiknya kita pulang."

Reina mengangguk pelan, tanpa memandang mata Tristan. Ketika pria itu berbalik, Reina mengomeli diri sendiri tanpa suara sambil menepuk kedua pipinya.

***

Jam telah menunjukkan pukul enam lewat dua puluh menit ketika mobil Tristan berhenti di garasi rumahnya. Karena memang tak sempat membawa apapun ke hotel, Reina meminta izin untuk ikut pulang mengambil pakaian sebelum kembali ke hotel.

"Malam ini kamu nginap saja," ujar Tristan pendek seraya mematikan mesin mobilnya.

"Bukannya Ibu masih di rumah?" tanya Reina.

"Rencananya malam ini Mama menginap di rumah Tante yang baru pulang dari Shanghai," jelasnya seraya memberi kode pada Reina untuk turun dari mobil.

Jantung gadis itu berdebar ketika mereka telah di depan pintu. Ia masih takut untuk bertemu Bu Tanti.

"Apa Pak Tristan akan memberitahu Ibu soal pernikahan malam ini ?" tanyanya dengan suara rendah.

Belum sempat Tristan menjawab, Bu Sari - kepala pelayan - membukakan pintu. Wanita paruh baya itu selalu memasang tampang poker face walaupun di depan majikannya.

"Masuk dulu," kata Tristan sambil menyentuh punggung Reina.

Gadis itu menurut.

Mereka langsung menuju ruang tengah, tempat favorit Bu Tanti setiap pukul enam tiba. Beliau tak pernah ketinggalan sinetron favoritnya.

Benar saja, ketika Tristan dan Reina telah tiba di sana, terlihat Bu Tanti sedang asik menonton sinetron kesayangannya itu di sofa, sementara Liam bermain puzzle knob di lantai beralas karpet sirkus.

Tristan tersenyum kecil melihat Liam yang tak menyadari kedatangan ayahnya. Sangat terlihat jelas pria itu merindukan putranya.

Reina berjalan di belakangnya dengan langkah ragu. Kepalanya penuh dengan berbagai spekulasi bagaimana Bu Tanti akan melabraknya jika tahu ia telah lancang menerima pinangan putra kesayangannya itu. Bu Tanti pasti tidak ingin punya menantu dari kalangan acak seperti Reina. Ia ingin perempuan dari keluarga terhormat yang selevel dengannya yang menjadi pendaming Tristan. Tetapi pria itu justru mengambil pilihan yang bertolak belakang dari ibunya. Membuat Reina berpikir entah hal seperti ini adalah anugerah atau justru petaka bagi kehidupannya nanti.

"Ma," sapa Tristan pada Bu Tanti.

"Bu," sapa Reina.

Bu Tanti menoleh lalu menggumam sebagai jawaban. Tak ingin melewatkan sinetronnya, Bu Tanti kemudian kembali fokus pada tayangan di depannya.

"Nanti sopir Tante Dian yang jemput atau mau Tristan yang antar, Ma?" tanya Tristan sambil berjalan mendekati Liam kemudian berjongkok menciumnya dengan sayang. "Anak Papa," ujarnya sambil mencium pipi tembam Liam lagi.

Mr. SunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang