9

8.9K 559 16
                                    

Reina menggigit bibir bawahnya. Gugup dan gelisah. Ia sama sekali tak memiliki petunjuk tentang apa yang akan dibicarakan Tristan padanya. Pria itu terlihat serius.

"Hm, apa yang ingin Pak Tristan bicarakan?" tanyanya sekali lagi. Kali ini berhasil membuat Tristan langsung menatapnya, setelah tadi sibuk mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar.

Reina yakin, Tristan pasti ilfeel banget melihat sifat aslinya yang berantakan. Selama ini, ia selalu berusaha terlihat rapi jika bermain bersama Liam. Gadis itu semakin yakin, keputusan pemecatan dirinya sudah benar-benar final.

Tristan menatap manik mata Reina. Beberapa detik. Cukup membuat gadis itu salah tingkah. Sementara Tristan mulai ragu akan keputusannya. Ia takut, kesamaan sifat itu membuatnya akan terus membanding-bandingkan Reina dan Hani.

Tetapi...

"Maukah kamu menikah dengan saya?" tanya Tristan sambil menatap lurus pada Reina.

Akhirnya ia mengucapkannya! Tristan lega sekaligus cemas. Walau ragu, Tristan akhirnya tetap pada keputusannya. Ia tak punya banyak waktu untuk berpikir. Sebelum Liam semakin mengerti banyak hal. Sebelum ibunya semakin ngotot menjodohkannya dengan Sophie.

Reina yang baru saja akan duduk di ranjang - sebab ia merasa canggung duduk bersebelahan di sofa bersama Tristan - menghentikan gerakannya. Gadis itu membeku dalam posisi setengah membungkuk. Matanya bahkan lupa berkedip. Saat mendengar pertanyaan Tristan, rasanya ia baru saja dicekik hingga napasnya nyaris berhenti.

Setelah diam cukup lama, Reina terbatuk-batuk. Membuat Tristan akhirnya bangkit dari duduknya, menghampiri Reina. Buru-buru Tristan menuangkan segelas air putih lalu menyodorkannya pada gadis itu. Reina meneguknya dengan cepat.

"Maaf membuatmu kaget."

Reina mengangkat wajahnya, menatap Tristan yang kini berdiri dalam jarak yang amat dekat dengannya. Reina bahkan dapat mencium aroma parfum Tristan yang bernuansa rempah.

"Ma-maksud Bapak?" tanyanya terbata.

Tristan memberi kode pada Reina untuk duduk di ranjang. Gadis itu menurut dengan pikiran kosong. Masih tak percaya dengan pendengarannya barusan.

"Begini," ucap Tristan, memulai penjelasannya. "Liam membutuhkan sosok seorang ibu..." kata Tristan gantung.

Napas Reina tercekat lagi. Arah pembicaraannya mulai tak mengenakkan.

"...dan saya melihat Liam menyukaimu. Maukah kamu menjadi ibu bagi Liam?"

Akhirnya Reina berhasil menggapai oksigen di sekitarnya. Dengan susah payah, ia akhirnya bisa bernapas.

"Mm..." Reina tampak kesulitan menjawab. Gerakannya salah tingkah. Bola matanya berlarian panik. "I-ini nggak masuk akal, Pak."

Ini tentu saja bukan bentuk lamaran yang diinginkannya! Reina sama sekali tak pernah berpikir akan dilamar seperti ini. Dalam keadaan dirinya belum mandi. Tanpa bunga. Tanpa cincin. Tanpa adegan romantis ala serial Korea. Malah dengan embel-embel demi Liam.

"Saya tahu," sahut Tristan dengan suara rendah.

"Maaf, Pak, tapi saya tidak bisa menikah dengan Pak Tristan." Gadis itu menarik napas dalam kemudian menghelanya perlahan. "Pernikahan tanpa cinta bukanlah keputusan yang baik."

"Ya." Tristan terdengar frustrasi.

Kemudian hening mengisi celah di antara mereka.

Tristan berdeham, memecah sunyi. Pria itu terlihat gelisah. Sejak kemarin ia sudah menyusun kalimat per kalimat yang harus dibicarakan dengan Reina. Namun mendadak saja lidahnya kelu. Ia khawatir Reina akan terluka dengan ucapannya. Tetapi, apa yang bisa dijanjikannya selain itu? Tristan tidak bisa menyuguhkan cinta layaknya sepasang kekasih sebelum memulai pernikahan.

Mr. SunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang