23

6.1K 367 57
                                    

Suara pisau beradu dengan talenan memenuhi dapur. Reina terlihat sibuk mencincang daging ayam untuk dibuat nugget. Karena para asisten rumah tangga diliburkan selama tiga hari, Reina berinisiatif untuk memasak hari ini. Lagi pula, menurutnya, hanya ini cara untuk menyibukkan diri. Liam tidak di rumah. Apa lagi yang bisa dikerjakan jika tak menyibukkan diri di dapur?

Maka, ia pun memilih menu-menu repot seperti nugget, kari ayam dan tumis sayur untuk disuguhkan pada Tristan.

Reina terkekeh kecil saat tengah mencincang wortel untuk nantinya dicampur dalam adonan nugget. Menertawai dirinya. Ia bertanya dalam hati, apa ada pengantin baru yang sibuk memasak di pagi pertamanya?

Gadis itu meniup poninya dengan kasar. Berusaha menyingkirkan segala pemikiran negatif. Ini jalan yang dipilihnya. Segala konsekuensi seharusnya telah ia pahami. Mereka bukanlah pengantin baru pada umumnya. Ia adalah ibu baru. Tahu kan salah satu tugas ibu? Ya, memasak.

Reina mengangguk kecil, seolah tengah bernegosiasi dengan diri sendiri. Kali ini, ia menarik napas dalam-dalam kemudian mengelanya perlahan. Berusaha mengatur suasana hati.

"Aku harus bersikap senormal mungkin di depan Pak Tristan," gumamnya sambil memasukkan wortel cincang pada adonan daging ayam.

Sementara itu, Tristan yang lapar segera keluar dari ruang kerjanya begitu mencium aroma wangi dari arah dapur. Sejujurnya, saat mendengar suara ketak-ketok dari dapur, pria itu penasaran apa yang tengah dilakukan Reina. Tetapi ia terlalu canggung untuk keluar hanya untuk sekadar mengobrol ringan. Kini ia memberanikan diri mendekati Reina - jika tidak ingin terserang maag.

Tristan tertegun saat memandang punggung Reina yang masih asik menggoreng nugget. Tanpa dapat dicegah, kenangan bersama Hani kembali menyeruak. Ia masih ingat, hal pertama yang dilakukan Hani setelah malam pertama adalah memasak. Bedanya, mereka melakukannya berdua dengan saling menggoda ala pengantin baru. Tristan memeluk Hani dari belakang saat istri kesayangannya tengah memasak nasi goreng, lalu Hani membalasnya dengan mendaratkan ciuman ringan pada bibir Tristan. Pria itu ingat, betapa bahagianya mereka kala itu.

Sementara itu Reina malah terlihat seperti pembantu rumah tangga yang bangun pagi untuk menyiapkan sarapan majikannya.

Ah, memikirkannya membuat Tristan merasa bersalah.

"Ah, Pak Tristan sudah bangun?" ucap Reina tanpa mampu menyembunyikan canggungnya.

Pria itu pun tak kalah kikuk. Ia hanya menyunggingkan senyum tipis sembari mengangguk.

"Duduklah, saya siapkan lauknya dulu."

Tristan berdeham pelan. "Ehm, saya cuci muka dulu."

Reina mengangguk kemudian membalikkan tubuh, menyiapkan lauk untuk ditata di atas meja makan.

***

Tristan terus memantrai diri sambil membasuh wajahnya. Ia berulang kali mengingatkan diri untuk tidak berharap lebih dari pernikahan ini. Seharusnya ia bersyukur akhirnya menemukan wanita yang cocok untuk Liam. Reina terlihat tulus menyayangi anaknya. Hal tersebutlah yang membuat Tristan yakin untuk meminangnya - walau ia tahu, gadis itu pun terpaksa menerimanya.

"Fiuh." Tristan menghela napas pelan sembari menyeka wajahnya dengan handuk putih.
"Ingat, Tristan, jangan ngelunjak!" Ia mengingatkan dirinya seraya mengangguk.

Yang perlu dilakukannya sekarang adalah bersikap senormal mungkin di depan Reina. Jangan sampai gadis itu berpikir ia memanfaatkan pernikahan ini untuk menyentuhnya - walau sejujurnya Tristan sendiri sempat berpikir demikian.

***

Tristan berdeham ringan ketika Reina meletakkan sepiring nasi hangat di depannya.

"Terima kasih," ujarnya seraya meraih sendok dan garpu yang disodorkan Reina.

Gadis itu membalasnya dengan seluas senyum tipis kemudian berbalik menuju baki cuci.

"Kamu tidak ikut makan?" tanya Tristan.

"Pak Tristan duluan saja, saya masih harus cuci piring."

Tristan tak lagi menyahut. Rasanya, seperti ini lebih nyaman bagi mereka daripada harus duduk berhadapan di meja makan. Ia pun melahap masakan Reina dalam diam. Bahkan, Tristan berusaha seminim mungkin menimbulkan suara. Baginya, lebih baik seperti ini.

Sementara Reina berusaha fokus pada piring dan panci kotor di hadapannya, sambil menyembunyikan bunyi keroncongan dari perutnya. Gadis itu hanya berharap Tristan segera menyelesaikan makanannya lalu kembali ke kamar.

***

Update lagi setelah sekian lama, hampir satu tahun😅 saya sangat sangat sangat terharu masih banyak yang membaca mr. Sun. Part 23 ini bisa update juga karena selalu ada notifikasi vote dan komentar untuk mr. Sun. Semoga kalian suka dengan part 23 yang nyebelin ini 😅

Mr. SunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang