Dua satu

969 23 0
                                    

Saat sampai dibangku, Tari langsung mengeluarkan buku pr kimianya. Tanpa izin Ari langsung membuka buku itu.
"Yang mana? ini?" tanya Ari saat membuka buku lembar terakhir tulisan. Tari hanya mengangguk.
"Ini sih gampang" ucap Ari santai. Dia berfikir, otaknya yang cerdas mampu menangkap jawaban itu dengan sangat cepat. Ari lalu mengambil pensil yang sudah tergeletak di atas meja. Cowok itu menggoreskan pensil ke buku dengan sangat cepat. Mengisi semua jawaban dan membetulkan jawaban yang salah. Cepat, seperti menyalin jawaban. Tari yang duduk disebelahnya, hanya mempu melihat takjub. Beberapa menit kemudian, pensil itu telah berhenti digoreskan.
"Nih" ucap Ari sambil menaruh buku kimia didepan meja Tari. Tari membuka buku itu, dan ternyata soal soal yang dianggapnya sangat sulit telah diselesaikan oleh cowok yang saat ini duduk dibangku Fio.
"Gila. Cepet banget lo ngerjainnya" ucap Tari takjub dengan mata yang masih memandangi jawaban dibukunya.
"Gue laper. Pulang traktir!" ucap Ari kalem dengan mata yang memandang ponsel ditangannya.
"Lo minta imbalan?" tanya Tari refleks dengan mata melotot dan wajah polos melongo. Ari yang menganggap ekspresi Tari lucu, langsung tertawa dengan menaruh ponselnya diatas mejanya.
"Kenapa?" tanya Tari bingung.
"Biasa aja kali Tar. Gak usah melongo gitu" ucap Ari masih dengan tawa. Tak lama kemudian Tari menyadari bahwa ruangan ini hanya diisi dengan pembicaraannya dengan Ari dan tawa Ari.
"Shuttt. Gue gak mau ya kak didemo satu kelas gara gara lo berisik" ucap Tari dengan jari telunjuk menempel dibibirnya. Teman teman Tari yang lain memang masih mengerjakan pr, baik kimia maupun matematika.
"Iya maaf sayang" ucap Ari lalu mengusap rambut Tari lembut. Tari meraih tangan Ari dari kepalanya.
"Tangan lo kenapa?" tanya Tari saat memegang tangan Ari dan melihat luka di dekat pergelangan tangan Ari.
"Biasa kemaren" jawab Ari santai.
"Sakit?" tanya Tari. Ari hanya tersenyum. Tari lupa atau bagaimana ya? seorang Ari bilang sakit? duh gak mungkin banget.
"Gak kok" jawab Ari santai. Seketika Ari kaget karena Tari memukul luka itu.
"Aduh" ucap Ari reflek.
"Kok lo mukul tangan gue?" tanya Ari kemudian.
"Mulai sekarang, kalo lo terluka karena tawuran, gue bakal mukul luka itu!" ucap Tari kesal.
"Lo tenang aja, gue gak akan terluka" balas Ari kalem. Tari menarik nafas berat. "Emaknya nyidam apasih bisa ngelahirin anak kayak gini? susah banget dibilanginnya" batin Tari.
"Ntar pulang gue anter!" ucap Ari.
"Emang lo mau kemana?" tanya Tari bingung.
"Cabut" jawab Ari singkat. Tari mengangguk, sama sekali tidak berniat untuk melarang. Tari sadar, percuma mau dilarang kayak gimana juga tetep aja Ari akan cabut. Ari lalu pergi dan melangkah ke arah parkiran.

Bel pulang sekolah telah berbunyi. Tari langsung melangkah ke gerbang, takut Ari ngedumel kalau Tari lama.
Saat sampai didepan gerbang ternyata tidak ada Ari disana.
"Hai Tar" sapa Ata dari arah belakang. Tari terkejut dan langsung nengok kebelakang. Awalnya Tari mengira kalau itu Ari, tapi tak lama kemudian Tari sadar kalau itu Ata bukan Ari.
"Hai kak" jawab Tari.
"Nunggu siapa? Ari?" tanya Ata langsung.
"Iya" jawab Tari dengan anggukan kepala.
"Pulang bareng gue aja yuk. Kayaknya Ari gak jemput" ajak Ata. Belum sempat Tari membuka mulut untuk menjawab, seseorang telah berbicara lebih dahulu.
"Tari pulang bareng gue" ucap seseorang dari arah samping mereka berdua. Sontak Tari dan Ata mengarahkan kepalanya kesamping.
"Oh lo Ji. Gue kira siapa" ucap Ata saat melihat Oji dan Ridho yang berada disampingnya.
"Ta sorry ya. Tari pulang bareng kita" ucap Ridho pada Ata. Ata mengangguk lalu berjalan meninggalkan mereka bertiga.
"Ari gak bisa jemput" ucap Ridho to the point saat Ata sudah tidak kelihatan lagi.
"Dia nitipin lo ke kita" ucap Oji. Ridho dan Oji dapat melihat kekecewaan di jawah Tari.
"Ayo Tar" ajak Oji. Tari mengikuti langkah Oji dan Ridho. Tari duduk di sebelah Ridho. Dan Oji duduk dibelakang.
"Kita kemana kak?" tanya Tari saat menyadari kalau ini bukan jalan ke rumahnya.
"Kita ke restoran" ucap Ridho.
"Lo pasti butuh penjelasan kan?" tanya Ridho langsung. Tari hanya mengangguk.

Mereka masuk dan duduk berhadapan. Dengan posisi Oji disamping Ridho dan Tari didepan Oji dan Ridho.
"Kenapa kak?" tanya Tari membuka pembicaraan karena dari tadi mereka hanya diam.
"Tadi Ari nelpon gue. Dia bilang dia gak bisa jemput lo dan dia minta tolong gue buat jemput lo" ucap Ridho menjelaskan.
"Lo taukan alesannya?" tanya Ridho. Tari mengangguk.
"Problem family" ucap Tari cerdas.
"Bagus kalo lo tau. Gue jadi gak usah jelasin ke lo" ucap Ridho.
"Sekarang kak Ari dimana?" tanya Tari langsung.
"Taman" jawab Ridho singkat. Otaknya berfikir, seperti kilat dengan cepat satu nama taman muncul di otaknya. Dan entah kenapa, Tari sangat yakin kalau cowok itu berada disana. Tari langsung berdiri, bergegas untuk meninggalkan Ridho dan Oji.
"Kak gue pergi duluan" pamit Tari pada Ridho dan Oji. Tanpa menunggu jawaban dari mereka, Tari langsung pergi. Dia mencari taxsi. Kini dipikirannya hanya ada satu nama taman. Algine. Ridho dan Oji hanya diam bengong dengan mata yang terus memangdang kearah Tari pergi.

Jingga Untuk Matahari *fanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang