Tiga

1.6K 32 0
                                    

Saat ini Ari sudah memasuki gerbang SMA Airlangga. Cowok itu melihat dua sohibnya yang sedang menyender di pintu kanan mobil Ridho. Seperti biasa motor Ari dan mobil Ridho bersebelahan. Oji? Oji selalu bareng Ridho. Ari membuka helm dan turun dari motornya. Cowok itu lalu membuka jaketnya.
"Titip" ucap Ari melempar tas dan jaket kepada Oji dan langsung melangkahkan kakinya. Kemana lagi kalau bukan kelas X-9 *kelas Tari.

"Tolong semuanya keluar!" ucap seseorang didepan pintu. Sontak semuanya menghadap pintu dan langsung bergegas keluar.
"Lo mau kemana Fi?" tanya Tari pada Fio saat melihat Fio berdiri.
"Sorry Tar, gue gak bisa bantu" jawab Fio sambil berjalan kearah pintu. Ari masuk dan menutup pintu saat kelas sudah tidak lagi berpenghuni. Kini hanya ada Tari dan Ari didalam kelas.
"Tar" panggil Ari setelah duduk di sebelah Tari. Tari hanya diam dengan mata yang mengahadap ke depan.
"Lo tadi berangkat bareng siapa? Hmm?" tanya Ari dengan suara lembut.
"Jawab gue Tar!" ucap Ari lagi, karena Tari tidak mengeluarkan suara sedikit pun. Tak lama kemudian Tari menghadap wajah Ari.
"Mau lo apa sih kak?" tanya Tari. Yang ditanya hanya memasang wajah bingung, pertanda tidak mengerti maksud pertanyaan Tari.
"Kalo lo gak mau nganterin gue balik gue gak masalah. Bersyukur malah. Gue nungguin lo karena gue tau, lo akan marah kalo gue pulang duluan" jelas Tari saat disadarinya kalau Ari tidak mengerti dengan pertanyaan nya barusan.
"Yaudah, gue minta maaf" ucap Ari seenak jidat.
"Terserah lo deh, kak" ucap Tari malas. "Enak banget, kemaren udah buat gue nunggu lama trus dateng dateng minta maaf" batin Tari.
"Tar..." ucap Ari terpotong.
"Iya gue maafin" potong Tari cepat.
"Balik sana kekelas. Udah mau bel" perintah Tari pada Ari.
"Lo udah gak marah kan?" tanya Ari untuk memastikan kalau Tari sudah tidak marah lagi.
"Gak. Lagian siapa juga yang marah" jawab Tari.
"Bagus, masalah selesai. Gue kekelas dulu" ucap Ari dan melangkah ke luar kelas.
"Oiya satu lagi" ucap Ari balik badan *dipintu.
"Apa?" tanya Tari malas.
"Pulang sekolah bareng gue" ucap Ari lalu pergi, karena dia memang tidak butuh jawaban.
"Lo udah baikan sama kak Ari, kan Tar?" tanya Fio.
"Udah Fi" jawab Tari seadanya.
"Bagus deh. Sekarang udah gak galau lagi kan?" tanya Fio dengan muka jail.
"Apaan sih lo Fi. Siapa juga yang galauin dia, sorry ya" jawab Tari dengan nada dibuat buat.
"Dasar lo tar" ucap Fio. Mereka lalu tertawa. Tari terlalu fokus dengan Fio. Mereka tidak sadar, kalau ada sepasang mata yang memperhatikan mereka sejak tadi *Ata.

Bel sekolah berbunyi. Tari melihat Ari berjalan mendekatinya. Tak lama kemudian dia merasa aneh. "Kak Ari tumben lewat situ?" batin Tari. Saat jarak mereka tidak terlalu jauh, Tari sadar itu bukan Ari tapi Ata.
"Hai Tar" sapa Ata saat berhadapan dengan Tari.
"Hai kak" jawab Tari.
"Pulang bareng yuk" ajak Ata langsung.
"Gak deh kak" jawab Tari menolak ajakan Ata.
"Pulang bareng Ari ya?" tanya Ata langsung.
"Iya kak. Maaf ya kak" ucap Tari.
"Iya gapapa" jawab Ata santai. Tak lama kemudian Ari datang dari arah belakang Tari.
"Cowo lo dateng noh" ucap ata dengan dagu menunjuk ke belakang Tari.
"Hai bro" sapa Ari pada Ata.
"Hai bro" balas Ata pada Ari.
"Tar gue balik dulu. Udah ada Ari" ucap Ata pada Tari.
"Iya kak" jawab Tari.
"Hati hati Tar" ucap Ata dengan nada dan wajah jail.
"Kenapa kak?" tanya Tari dengan alis bertaut. Ata tidak menjawab lalu melangkah meninggalkan Ari dan Tari.
"Sialan lo Ta" ucap Ari dengan senyum diwajahnya, ditengah langkah Ata. Sepertinya Ari mengerti maksud Ata. Ata hanya nengok kebelakang sambil menyunggingkan senyum dengan kaki yang masih melangkah.
"Yuk Tar" ucap Ari sambil menggandeng tangan Tari. Tari tidak menjawab, dia hanya mengikuti langkah Ari yang akan membawanya ke parkiran.

Ditengah jalan mereka tidak berbicara sepatah kata pun. Ari melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Tapi anehnya, Tari tidak mengomel seperti biasa. Tari tau ada yang aneh dengan Ari, tapi dia tidak berani bertanya.

Kini mereka telah berada didepan rumah Tari.
"Kak" panggil Tari.
"Ya, ada apa?" tanya Ari memandang wajah Tari.
"Emm, kak Ari kenapa?" tanya Tari terbata. Setelah berhasil mengumpulakan kekuatannya.
"Gue gapapa" jawab Ari bohong. Tari tau Ari sedang tak ingin bercerita dan Tari juga tak ingin memaksanya.
"Kalo kaka gak mau cerita, gapapa. Gue juga gak mau maksa kaka" ucap Tari langsung. Ari kaget dengan ucapan Tari barusan. "Pasti tari tau kalo gue lagi mikirin sesuatu" batin Ari.
"Maksudnya?" tanya Ari pura pura tidak mengerti maksud Tari. Padahal Ari sudah tau apa maksud ucapan Tari barusan.
"Gue yakin, lo ngerti maksud gue kak" jawab Tari cepat. Ari hanya diam saja. Dia tidak menyangka kalau Tari bisa mengetahui lewat sikap.
"Makasih. Gue masuk ya kak" pamit Tari pada Ari. Ari hanya mengangguk sambil tersenyum. Dan langsung melajukan motornya.

Diperjalanan Ari membawa motornya dengan kencang. Hatinya senang, karena perlahan Tari mulai mengerti dirinya. Kejadian kemarin tidak terpikirkan lagi. Lenyap begitu saja entah kemana. Tapi ternyata itu tak berlangsung lama. Sontak Ari langsung menarik rem keras keras saat jalannya di blokir seseorang.
"Sialan!" gerutu Ari.
"Siapa lo? Hah?" tanya Ari marah, saat disadarinya kalau orang ini adalah orang yang kemarin juga memblokir jalannya. Siapa lagi kalau bukan sosok hitam itu.
"Tinggalin cewe lo!" ucap sosok itu to the poin.
"Ck. Tinggalin lo bilang? Jangan mimpi!" ucap Ari tenang.
"Oke. Kalo lo gak mau tinggalin dia, dia yang akan tinggalin lo" ucapnya dengan menyunggingkan senyum miring. Sosok itu lalu pergi.
"Sampe kapanpun gue gak akan tinggalin Tari. Apapun yang terjadi" ucap Ari mantap dengan suara pelan seperti orang berbisik.

"Gue tau, Ari gak pernah takut sama gertakan apapun. Dan gue juga tau, gak semudah itu dia tinggalin Tari. Kalo Ari gak bisa tinggalin Tari, Tari yang harus tinggalin Ari. Gue harus cari cara" ucap seseorang didalam kamarnya *sosok hitam.
Ari sendiri tidak terlalu ambil pusing dengan omongan sosok hitam tadi siang.

Jingga Untuk Matahari *fanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang