Part 4

438 30 3
                                    

Jangan lupa vomment ya :)

Maura menatap nanar rumah besar yang ada di hadapannya saat ini. Ya, rumah megah yang menjadi saksi bisu hancurnya kehidupannya sebagai seorang anak, saudara dan wanita terhormat.
Setiap hari ia harus melawan rasa sakitnya hanya untuk bisa pulang dan beristirahat dirumah itu.

Maura tidak pernah berada dirumah dari pagi hingga malam, ia sengaja menghabiskan waktu di toko farmasinya di pagi hari hingga menjelang malam. Maura selalu datang ke cafe langganannya hanya untuk duduk termenung dan menyiapkan mentalnya sebelum pulang lagi ke rumah itu.

Sebenarnya Maura bisa saja pindah, mengingat om dan tantenya yang menawarkan tempat tinggal ataupun membeli rumah sederhana lagi dari hasil usaha kedua orangtuanya sebagai pemegang utama toko farmasi yang cukup terkenal. Tetapi Maura menolaknya, ia tak ingin melepaskan rumah ini, terlalu banyak kenangan dirumah ini dari yang paling menyenangkan hingga yang paling menyakitkan pikirnya.

Dengan langkah cepat Maura masuk kedalam rumah yang sudah terang benderang tersebut.

Maura tidak pernah mematikan lampu diseluruh ruangan rumah ini karena trauma yang ia alami. Ia sengaja meninggalkan pesan kepada kedua pembantu rumahnya untuk selalu menghidupkan lampu rumah sebelum ia pulang kerumah.

Ia juga tidak pernah mau memasuki kamar Naura lagi, pernah sekali ia mencoba masuk ke kamar Naura dan alhasil Maura menangis sejadi-jadinya, melempar semua barang yang ada disana sehingga menimbulkan kegaduhan dan hampir saja Maura melompat dari atas balkon kamar Naura. Beruntung saat itu kedua sepupu laki-laki Maura dengan sigap memasuki kamar Naura dan menangkap Maura sebelum ia melompat ke bawah.
Maura kehilangan akal saat itu.

Maura menutup pintu kamarnya dengan kasar dan melemparkan tas selempang lusuh miliknya dengan emosi yang tak tertahankan.

Dadanya sesak, tenggorokannya tercekat, matanya terasa panas. Hari ini ia mengingat lagi semua detail kejadian tersebut dan untuk kali ini ia tak bisa mengalihkan pikirannya.

Ia menangis sejadi-jadinya. Ia mencari tas selempang lusuh yang ia lempar barusan, menumpahkan semua isi tas nya dan mengambil cutter yang sekarang menjadi penghuni baru di tas lusuhnya.

Maura membuat ukiran yang lebih banyak ditangannya tanpa merasa kesakitan sama sekali. Ia terus membuat luka demi luka dipergelangan hingga telapak tangannya.

Darah segar mengalir keluar sedikit demi sedikit hingga akhirnya Maura menghentikan aksinya ketika om dan tantenya mendobrak kamar Maura dan melihat keponakannya sudah banyak kehabisan darah.

Bukan tanpa alasan Gilbert dan Laura datang kemari, karena sejak siang Maura mengabaikan panggilan telfon mereka hingga keduanya memutuskan untuk kerumah Maura.

Betapa kagetnya mereka melihat pintu rumah Maura terbuka lebar dimalam yang sudah larut ini. Maura tidak menutup pintu rumahnya karena sudah tersulut emosi sedari tadi hingga keduanya langsung masuk kerumah dan mencari Maura ke seluruh ruangan hingga akhirnya mereka menemukan Maura dikamarnya dengan keadaan menangis dan tangan penuh dengan luka sayatan.

Laura menutup mulutnya karena syok dan tidak kuasa melihat keadaan keponakannya itu dan Gilbert memeluk Maura dengan erat dan menutup tangan Maura dengan sapu tangannya agar darah segar tidak lagi keluar dari tangan mungil keponakannya itu.
Suasana menjadi sangat pilu seketika.

"Maura, bertahanlah sebentar lagi" bisik Gilbert didekat telinga Maura.

🌟🌟🌟🌟🌟

Rangga menutup pintu kamarnya setelah berbincang sejenak dengan kedua orangtuanya diruang keluarga.
Tenaga Rangga terasa terkuras habis setelah melewati hari yang panjang seharian ini. Meeting tiada henti dan tentunya kejadian di cafe tentang pertemuannya dengan Maura yang membuatnya malu sendiri.

Suara Maura [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang