Part 16

257 13 3
                                    

Maura membuka matanya ketika seluruh ruangan kamarnya terlihat sangat sepi. Maura memerjapkan matanya beberapa kali dan merenggangkan tubuhnya setelah tidur nyenyaknya tersebut.

Maura menatap kearah nakas dan menemukan beberapa sajian sarapan pagi telah tersedia di atas nakasnya. Maura membuka selimutnya hingga sebatas pinggangnya dan mencoba menyandarkan tubuhnya.

Ketika Maura akan meraih sarapannya tersebut mendadak pintu kamar Maura terbuka dan sosok Rangga terlihat masuk ke dalam kamar Maura.

Penampilan Rangga saat ini sudah sangat rapi, dengan kemeja dan jas kerja biru tuanya yang sudah melekat dengan sempurna ditubuhnya hingga pesona seorang Rangga Aditya keluar dengan sempurna.

Maura hanya tersenyum melihat prianya berjalan masuk kearahnya.

"Baru bangun Ra?". Rangga mengelus kepala Maura sambil ikut duduk dipinggir kasur Maura.

Maura hanya mengangguk merespon pertanyaan Rangga.

"Hari ini aku mulai ke kantor, nanti pulang dari kantor aku langsung pulang kerumah, soalnya aku belum ketemu sama orangtua aku sejak kepulangan aku kemarin". Rangga menjelaskan dengan senyum jahilnya.

Maura hanya mengangguk dan tersenyum sambil melahap roti panggang buatan Rangga.

"Hari ini kamu gak ke apotik?". Rangga membuka kembali pembicaraan sambil membersihkan sudut bibir Maura yang mulai berlepotan dengan selai coklat.

Maura meletakkan roti panggangnya dan membentuk jarinya menjadi angka sebelas.
Rangga mengerutkan dahinya dan mencoba menebak maksud Maura.

"jam 11? Jam 11 baru kesana?". Tebakan Rangga langsung dihadiahi kecupan di pipi kanan Rangga dan Rangga mulai tertawa ringan melihat tingkah gadisnya tersebut.

"Kalo gitu ntar jam 11 aku jemput kita pergi bareng ke apotik lalu makan siang, gimana?"

Maura mengangguk dan mulai melanjutkan sarapannya kembali dan Rangga pamit untuk pergi ke kantor. Rangga mencium puncak kepala Maura sebelum Maura sempat memukul lengan Rangga karena gerakan cepat Rangga hampir membuat roti panggangnya terjatuh.

*****

"Rena gak bisa dihubungi Bim". Adu Nina dengan nada lemah.

"Terus?". Tanya Bimo dengan nada datar sambil memeriksa beberapa dokumen diruang kerjanya.

"Sejak kejadian waktu itu Rena gak ada ngabarin aku Biiim, aku satu-satunya sahabat yang dia punya, aku khawatir". Nina menghempaskan tubuhnya disofa ruang kerja Bimo sambil mengusap wajahnya kasar.

"Hanya kamu sahabatnya atau hanya kamu satu-satunya yang masih bisa nerima sifat gak wajarnya dia?". Ucap Bimo datar dan melirik Nina yang saat ini sedang memasang wajah kusut menatap Bimo.

Bimo mulai menutup berkas dokumennya dan beranjak menghampiri Nina sambil memperhatikan calon istrinya tersebut.

Bimo berlutut dihadapan Nina dan menarik kedua tangan Nina sembari menggenggamnya.

"kita berdua, bahkan kita semua tau gimana Rena, Rena gak mungkin ngelakuin hal konyol setelah kejadian kemarin, Rangga udah memperimgatkan Rena untuk gak macam-macam lagi. Percayalah cepat atau lambat Rena pasti muncul". Ucap Bimo mencoba menenangkan calon istrinya tersebut.

Nina mulai memeluk Bimo dengan erat, mencoba menenangkan dirinya di dalam pelukan orang yang dicintainya.

"Bahkan kita semua tau bagaimana berbahayanya Rena Bim".

*****

"Ini dokumen terakhir yang harus bapak tandatangani untuk proyek kerjasama dengan Sentosa Group pak".

Suara Maura [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang