Maura menatap jam dinding dikamarnya dengan gusar. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam, tapi Rangga sampai saat ini belum menunjukkan batang hidungnya di rumah.
Rangga sama sekali tak menghubunginya hanya untuk sekedar mengabari jika ia lembur atau sedang ada urusan diluar.
Bahkan Lulla sempat menenangkan Maura ketika Rangga tak kunjung ikut makan malam bersama mereka, padahal hari ini semua hidangan makan malam dirumah Rangga adalah hasil masakan Maura sendiri.
Ia cukup antusias menunjukkan bakat memasaknya yang dipuji oleh kedua orangtua Rangga karena masakannya begitu lezat.
Seketika mood Maura melesat jatuh ke dasar ketika tak mendapati Rangga ikut makan malam bersama mereka.
Setelah makan malam ia memutuskan untuk langsung masuk kekamar untuk beristirahat.
Maura menghela nafas berat dan mengecek ponselnya. Tak ada pemberitahuan sama sekali hingga saat ini, bahkan ponsel Rangga sudah tidak aktif sejak jam makan malam.
Ia menghempaskan tubuhnya di atas kasur dengan perasaan hampa.
Ya, hanya Rangga yang bisa membuatnya mempunyai semangat hidup setelah kejadian tragis saat itu.
Maura tak bisa membayangkan bagaimana hidupnya jika tak pernah bertemu dengan Rangga.
Mungkin sampai saat ini ia masih melukai dirinya dan menutup diri dari siapapun.
Maura tersenyum samar ketika mengingat saat pertama kali bertemu Rangga.
"Apa Rangga juga akan meninggalkanku ?". Maura membatin sambil menatap kosong ke arah langit-langit kamarnya.
Seketika lamunannya terhenti ketika mendengar suara mobil masuk ke palataran rumah Rangga.
Maura segera bangkit dari kasur dan tanpa pikir panjang ia membuka pintu kamarnya dan turun menuju lantai bawah.
Ia berlari kecil ketika menuruni anak tangga yang cukup banyak dan menuju ke pintu rumah Rangga.
Maura membuka pintu rumah Rangga perlahan. Ia terdiam sejenak di depan pintu rumah Rangga, menatap sosok yang ada di depannya saat ini. Siapa lagi jika bukan Rangga.
Penampilannya saat ini terlihat berantakan. Sangat berantakan, tetapi tidak dengan raut wajah Rangga.
Ada rona bahagia di wajah Rangga walaupun memang Rangga terlihat sedikit kelelahan.
Rangga berjalan ke arahnya dengan tatapan tajamnya, sambil menjinjing erat tas dan jas kerjanya, Rangga terlihat sangat mempesona di mata Maura.
Maura mundur beberapa langkah ketika Rangga mulai masuk kedalam rumah. Ia menutup pintu rumah Rangga dan menguncinya, kemudian ia berbalik dan melihat Rangga yang sudah berdiri tepat didepannya.
Tatapan mereka beradu. Keduanya hanya terdiam.
Rangga menatap Maura dengan nafas yang menderu. Maura bisa merasakan bahwa Rangga sedang menahan sesuatu di dalam dirinya.
Baru saja ia melihat rona bahagia Rangga, tetapi dalam beberapa menit tatapan Rangga sudah berubah seperti saat ini.
Ketika Maura akan mengulurkan tangannya untuk menyentuh wajah lelah Rangga, ia urungkan niatnya kembali ketika mendapati mata Rangga memerah dan berkabut.
Maura baru menyadari bahwa Rangga menahan airmatanya, ya, Rangga menahan airmatanya.
Walaupun saat ini cahaya temaram rumah Rangga membuat seluruh ruangan di rumah Rangga menjadi tak terlihat jelas, tetapi ia masih bisa menangkap tatapan mata Rangga kearahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suara Maura [COMPLETED]
Romans[My first story on wattpad] [18+] "Masalalu melukaiku, merobek asa dan semangat hidupku. Jika aku masih disini sekarang, ingatkan aku untuk mencari penawarnya". -Maura Aulia "Jika masalalumu sangat menghancurkanmu, ingatlah masih ada aku yang bersed...