Calum's
××
Gue bahagia melihat Audrey juga bahagia. Seperti sekarang ini, saat ia mengeluarkan tangan dan kepalanya keluar jendela mobil, membiarkan angin menyapu wajah dan rambutnya, tak peduli kalau hal itu akan membuatnya kusut. Sesederhana itu kebahagiaan milik gue.
Audrey bersikeras untuk menyetir mobil, namun mengingat keadaannya yang masih belum stabil, tentu saja gue menolak. Keselamatan Audrey menjadi yang nomor satu sekarang.
"Kepala jangan keluar, Drey!" tegur gue berkali-kali.
"Gak papa ini asyik!"
Asyik palelu.
Kalo ketebas gimana cantik?
Gue pun hanya geleng kepala dan mengurangi kecepatan. Rencananya kami berdua akan ke Dieng untuk datang ke acara 1000 lampion. Ashton yang memberikan 2 tiket untuk kami. Gue sih gak kaget dia sebaik itu, paling habis pulang dari trip, dia ada maunya.
"Pick you up if you fall to pieces
Let me be the one to save you," senandung Audrey.Namun setelah itu ia kembali memasukkan tangan dan kepalanya ke dalam kemudian meraih tangan gue untuk digenggamnya. Dia melihat-lihat jemari kami yang bertautan.
"Kamu seneng gak?"
Gue terkekeh, "Itu kan kalimat aku waktu kita makan di rooftop di atas mobil."
"Jawab aja, Calum."
"Gimana aku gak seneng kalau apa yang membuat aku bahagia ada di samping aku sekarang."
Audrey berdecih, "Seperti biasa, Calum Hood si perayu manjah."
"Tapi kamu suka 'kan?"
"Biasa aja sih."
"Kok pipinya merah gitu?" gue menunjuk-nunjuk pipi tembamnya yang merona.
Audrey malah menggembungkannya, membuat ia berkali-kali lipat terlihat imut. See? Ini yang membuat gue bahagia.
Audrey pun memutuskan untuk tidur karena merasa pusing saat kami tiba di jalanan yang menanjak dan meliuk-liuk. Untung saat berangkat tadi, dia sudah minum antimo. Meskipun buat anak-anak tapi yaudahlah, orang dia aja masih kayak bocah.
Setelah menempuh kurang lebih 2 jam perjalanan, kami berdua sampai di tempat. Jalanan menjadi macet karena sekarang pukul setengah 6 yang artinya 1 setengah jam lagi acara akan dimulai.
Audrey terbangun dan mengucek matanya. "Udah sampe?"
"Udah, ini lagi nyari parkir. Penuh banget kayaknya kita dapet paling ujung."
"Mas, cari parkir ya?" tanya mas-mas yang sepertinya penduduk sini.
"Iya nih, jauh ya mas?"
"Wah, jauh mas! Kalo mau yang masuk ke gang, harus bayar 100ribu."
"Lah, mahal amat?"
Si mas tadi menggaruk kepalanya. "Ya, gimana orang kita masuk ke gang, parkirnya di rumah orang."
"Terus gimana dong mas?"
"Mumpung masnya masih di sini, mending masuk ke lapangannya aja, parkir di dalem. Cuma bayar 50ribu."
Gue menatap Audrey dan dia mengedikkan bahu. "Masuk aja daripada parkirnya jauh."
Gue pun menuruti perkataan Audrey dan masuk ke lapangan -setelah membayar 50ribu- yang sudah penuh dengan orang-orang dari berbagai macam kota. Ternyata lumayan banyak juga mobil yang parkir di sini, dan sudah menyulapnya menjadi camp car.
Gue mencari spot yang kira-kira aman dan nyaman. Audrey turun, dan segera merapatkan sweater-nya karena merasakan udara dingin pegunungan yang menusuk tulang. Bahkan ujung hidungnya sudah memerah.
"Dingin, yang?" tanya gue, meraih kedua tangannya untuk gue gosok-gosok.
"Enggak, panas banget sumpah."
Gue terkekeh, "Yaudah, gak jadi aku angetin."
"Eh, dingin banget! Dingin sumpah!" Audrey mengedipkan kedua matanya.
Gue tertawa dan kembali menggosok-gosok kedua tangan Audrey agar sedikit membuatnya hangat. Setelah selesai, gue membuka pintu belakang mobil dan membawa Audrey untuk masuk dan duduk di atas kasur empuk selimut tebal. Iya, sebelum berangkat tadi gue udah menyulap mobil ini jadi kamar.
"Kamu mau minum?" tanya gue. Audrey mengangguk. "Aku cari teh anget dulu."
Gue mencari orang jualan yang untungnya tidak terlalu jauh dari mobil gue dan membeli dua gelas teh hangat dan beberapa camilan untuk Audrey. Setelah dapat gue kembali dan kami berdua meminum teh hangat.
Gue merebahkan diri, disusul oleh Audrey yang langsung memeluk gue dengan erat. Tubuh kami berdua terbungkus selimut tebal yang membuat kami merasa hangat.
-
"Yak! Kita akan melepas lampion sama-sama!"
Audrey semakin antusias saat suara panitia terdengar dia pengeras suara. Senyumnya mengembang lebar, membuat gue juga ikut tersenyum.
Di tangan kami berdua sudah ada satu lampion yang siap diterbangkan saat panitia memberi aba-aba. Ini pertama kali gue dan Audrey melepas lampion dan tentu saja, lapangan ini penuh dengan riuh riang orang-orang.
"Kita hitung mundur ya teman-teman! Tiga.. dua.. satu!"
Gue dan Audrey melepas lampion di tangan kami, membiarkannya melayang di udara, semakin tinggi semakin membuat senyum kami melebar dan akhirnya tertawa bersama.
"Make a wish, Drey."
"Emang kalo lampion ada make a wish-nya?"
Gue mengedikkan bahu. "Gak tau. Tapi coba aja, siapa tau lampion kita yang melayang itu membawa do'a kita dan menyampaikannya ke Yang Maha Kuasa."
Audrey terkekeh, namun ia memejamkan matanya. Gue pun juga ikut memejamkan mata untuk berdoa. Setelah cukup, gue membuka mata dan melihat Audrey masih dalam posisinya.
Doa apa baca yasin?
Lama amat.
Akhirnya Audrey membuka kedua matanya kemudian menghadap ke arah gue. Reflek kedua tangan gue melingkar di pinggangnya, menariknya mendekat sementara kening kami saling menempel.
"Kamu do'a apa sih? Lama banget," tanya gue penasaran.
"Kalo aku kasih tau berarti bukan make a wish dong."
"Paling do'a kamu buat aku."
Audrey menepuk lengan gue, membuat gue terkikik senang. "Kok pede banget sih!"
"Kamu mau tau do'a aku apa?"
Kedua tangan Audrey terangkat melingkar di leher gue. "Apa?"
"Aku berdo'a supaya senyuman kamu gak pernah memudar."
"Kenapa gitu?"
"Because that's how I explain my long life."
××
asyique
2 hari lagi
#caldreytrip
KAMU SEDANG MEMBACA
7 days driver • cth ✓
Fanfiction🌿 [ft. Calum Hood] ❝Tentang Audrey yang jadi supir tujuh harinya Calum.❞ ________ ©yhahood 2017