H-6 (2)

2.3K 414 231
                                    

Audrey's

××

"Buryam mau?"

Gue mengangguk. Calum dan gue pun masuk ke dalam mobil ―kali ini gue yang menyetir, untuk mencari bubur ayam di sekitar sini. Calum mematikan AC dan membuka jendela lebar-lebar, membiarkan angin sejuk pagi hari mengibaskan rambut kami.

Setelah ketemu, Calum pun memanggil si bapak.

"Pak, buryam dua yang satu gak pake kacang. Nanti tolong dianter kesini ya?"

"Siap, mas."

Gue tersenyum begitu Calum mengucapkan 'tanpa kacang'. Iya, gue gak suka bubur ayam ada kacangnya.

"Sambil nunggu bubur ayam, kita main tod, yuk?" ajak Calum tiba-tiba.

"Lah? Gak ah."

"Idih gak berani. Gue dulu ya, truth or dare?"

"Dare."

"Lo ngupil terus makan tuh upil," kekeh Calum.

Lah itu mah gampang banget. Gue mengorek lubang hidung estetik milik gue kemudian setelah mendapatkan benda yang bernama upil, gue langsung menjilatnya. Seperti biasa, rasanya asin dan enak.

"Anjir, Drey, jorok banget sumpah hahaha!" Calum tertawa keras memegangi perutnya.

"Gantian. Tod?"

"Dare."

"Jilat hidung lo, Cal." gue tersenyum miring.

Calum segera menjulurkan lidahnya dan berusaha untuk meraih hidungnya sendiri yang semua orang tahu kalau itu mustahil untuk dilakukan seorang Calum Hood. Hidung doang segede jambu, tapi lidah pendek. Untung gak bercabang.

"Mampus!" kini giliran gue yang tertawa melihat tingkah bodoh Calum yang belum menyerah untuk menjilat hidungnya sendiri.

"Udah, udah, gak bakalan bisa," kata gue menepuk-nepuk bahunya.

"Lain kali gue gak bakal nyerah," dengus Calum. "tod?"

"Dare."

"Alah dare mulu sih," protesnya. Gue sama Calum itu beda dari yang lain. Disaat yang lain menyelamatkan diri dengan memilih truth, gue sama Calum malah menghindarinya karena hal itu bisa menguak rahasia besar kami.

"Udah apa'an?"

"Eummm, nah! Bilang ke si bapak tadi kalo lo cinta sama dia."

Gue segera menjitak kepala Calum, "Ogah!"

"Lah, tumbenan nolak? Gak mau menyatakan cinta selain ke gue ya?" Calum menaik-turunkan kedua alisnya.

"Sampis." Si bapak tukang bubur datang menyerahkan dua mangkuk bubur kami. "Pak, saya cinta deh sama bapak," kata gue tiba-tiba dan si bapak tersenyum malu-malu kambing.

"Hebat, hebat!" puji Calum.

"Hah. Audrey gitu."

Gue dan Calum pun menikmati buryam kami sambil sesekali bercanda. Calum mencolek pipi gue dengan bubur ayamnya, sementara gue pura-pura mau menyuapinya dan dengan sengaja gue arahin sendoknya ke hidung jambu Calum. Ha, mampus tuh telen pake hidung, nyangkut dah di paru-paru.

"Anjir ih, jahat!" Calum segera membuka botol aqua dan tisu untuk membersihkan hidungnya.

"Eh abis ini kita kemana?"

"Mandi dulu lah."

"Terus habis itu?"

Calum tersenyum dan berkata, "Lihat aja nanti."

_

Kali ini cuaca tidak lagi bersahabat seperti tadi pagi karena hujan turun cukup deras. Calum berkali-kali menghela napas gusar sambil melihat keluar jendela.

"Cal?"

"Hng?"

"Emang lo mau ngajakin gue kemana sih?" tanya gue pada akhirnya. Calum menoleh dengan tampang sedih yang bagi gue itu terlihat sangat lucu.

"Bonbin."

Gue melongo beberapa detik. "Anjir gue kira kemana."

"Ih tapi kan seru, Drey! Lo juga bisa jenguk sodara," kata Calum masih dengan nada merajuk.

"Hah, sapa dah?"

"Mr. Onyet and Mrs. Tapir."

Gue menggeleng-geleng kepala, "Tolol."

"Terus kita ngapain, Drey?" bahu Calum semakin melorot lemas. Calum itu kalau lagi semangat banget buat melakukan hal apapun itu, tapi tiba-tiba datang halangan, dia bakalan bersikap frustasi seperti ini. Terlalu dramatis.

"Bisa lain kali, Calum. Ntar pas pulang kita mampir juga gak papa," kata gue menenangkan.

"Tapi gue pinginnya hari ini. Sekarang. Mood gue udah bagus banget mau naik onta." Calum menunduk dan memainkan jemarinya.

Gue hanya bisa tersenyum geli melihat tingkah kekanakannya yang menggemaskan ini.

"It's okay, Calum. We can visit them later, I promise." gue berusaha menenangkannya lagi.

"But I really want to meet Mr. Onyet! I want to hug him. You don't know how cute they are."

Gue mengangkat kedua tangan ke udara tanda menyerah. "Stres gue lama-lama."

"Drey?"

"Napa?"

"Stop the car, please."

"Kenapa?"

"I need to pee."

Lah buset! Gue segera menepikan mobil. Gue mengeluarkan handphone kemudian membuka maps dan melihat sejauh mana letak pom bensin. Dan sialnya itu masih jauh karena gue dan Calum saat ini melewati jalanan di tengah-tengah hutan.

"Kebelet banget?" tanya gue.

"Banget, Drey."

Gue memutar otak. Mana lupa gak bawa payung lagi, kan rempong. Kemudian mata gue tertuju pada sebuah botol aqua kosong di bawah kaki Calum. Gue mengambilnya.

"Pipis di sini aja gimana?"

Calum berpikir sejenak. "Tapi lo jangan ngintip ya?"

"Gak lah, bego."

Calum menuju ke backseat sementara gue menundukkan kepala di setir dan memejamkan mata. Gue ketawa begitu mendengar suara gemericik air pipis Calum saat masuk ke dalam botol.

"Jangan ketawa anjing!"

"Maap elah hahahaha!"

Setelah selesai, Calum membuka jendela dan melemparkan botol tadi keluar kemudian kembali duduk di samping gue. Gue melajukan mobil dengan kecepatan rendah dan Calum mengeraskan volume radio.

"Loving him is like driving a new Maserati down a dead end street," gumam Calum. "Faster than the wind, passionate as sin, ending so suddenly."

Gue menoleh ke arahnya, melihat Calum menganggukkan kepala dan mengetukkan jemari di pahanya.

"Sing, Audrey. This is your favorite song," kata Calum, mengajak gue untuk mengikutinya. Tibalah pada saat reff gue dan Calum bernyanyi bersama.

"Losing him was blue like I'd never known
Missing him was dark grey all alone
Forgetting him was like trying to know somebody you've never met
But loving him was red."

Loving him was red.

Ya, karena gue tahu seberapa membaranya perasaan gue ke Calum.

××

ada yg mau botol pipis kalum? mayan kalo dehidrasi

7 days driver • cth ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang