Chapter21

47 3 2
                                    


Derap langkah Farrel terlihat sangat lambat. Matanya tidak terfokus pada jalan raya. Seakan sempoyongan kepalanya terangguk angguk beberapa kali, karena terlalu sibuk dengan ponselnya.

Samar samar terlihat laju mobil yang begitu cepat menuju kearah Farrel.

"Farrel...!!" Aku berteriak dengan volume suara menggetarkan suasana.

Dia justru menoleh kearahku dengan memipis senyum. Spontan aku mengejarnya, mendorong tubuhnya kearah trotoar. Dan--

'Brukk--

Badanku jatuh lemas di hamparan aspal jalan raya dengan kepalaku yang mengeluarkan sedikit darah di bagian pelipis.

Farrel berusaha bangkit, dan mengabaikan ponselnya yang sudah remuk terlindas motor.

"Mentari..!!"
"Mentari Pagi..!!"
Tangannya menggoyang goyangkan tubuhku, berusaha membuatku bangun.

Farrel hampir meneteskan air matanya di pelupuk mata miliknya. Tapi itu tidak dilakukannya.

**

Mataku berasa berat. Sulit rasanya untuk membuka. Perlahan, dan sedikit sedikit aku mampu melihat wajah seorang lelaki walau masih buram. Dia tertidur di sofa kamar rumah sakit.

Kini, terlihat jelas siapa lelaki itu.
'Farrel?' Gumamku pelan.

Itu cukup mampu membuat Farrel terbangun. Lantas dia sedikit menghampiriku.

"Kenapa gue disini?" Merasa heran, akupun berkata demikian.

"Ri, gu-gue sayang sama lo(:" Alunan kata katanya. Seakan tulus dia ungkapkan. Walaupun sedikit gugup. Matanya tidak menunjukkan kebohongan sedikitpun. Tidak teralihkan pandangannya padaku.

"Gue Rindu." Tidak sanggup lagi rasanya untuk ku simpan rasa rindu ini hingga ujungnya terungkap.#eaav:

Dengan gerakan tangan yang nampak masih lemas. Berusaha kuraih origami burung itu.

"Itu.. iya itu(:" singkat. Tapi aku cukup mengerti.

Tanpa sadar. Air mata ini, menetes untuk yang kesekian kalinya.

"Gak bisa ri." Balasannya seolah mengerti arti dari air mataku.

"Tapi kenapa?"

"Karena gue gak mungkin hianatin adek gue sendiri."

Ingatan dalam otakku seakan ku putar kembali. Mengingat kejadian persis hari kemarin. Kala itu, ya! Farrel menjelaskan bahwa Bryan-lah adiknya.

"Tapi kan gak harus kek gini rel?"

"Gue gak tau harus gimana." Kepalanya tertunduk lemas menatap ubin.

"Gue cuma mau lo tetep disini."

Hal yang terjadi malah sebaliknya. Dia pergi meninggalkan diri-ini sendiri. Langkahnya begitu pasti, dan tak terlihat keraguan. Tatap matanya berusaha menyembunyikan kesedihan. Tapi aku tau itu.

**

Sengaja ku lepas perban dan infus yang melekat di punggung tangan kiri ini.

"Loh, ka? Kaka belum bisa lepas perbannya." Tutur perawat itu dengan ramah.

"Aku udah sembuh ko, sus" Ucapanku berusaha meyakinkan perawat itu.

"Baiklah kak, O ya soal administrasinya udah beres ya ka." Kata perawat itu menjelaskan lagi.

"Loh, tapi siapa yang--"

"Ka Farrel, yang ngurusin semuanya ka." Timpal perawat itu secepat kilat.

Senyum dengan mudah mengembang di wajahku, merasakan ada kepedulian dari Farrel.

**

Kakiku masih sedikit pincang untuk berjalan.

"Mentari, kaki kamu kenapa?" Ayah yang menyadari itu spontan bertanya.

"E-eh tadi abis jatoh yah." Berusaha menemukan alasan lain. Aku sempat gugup.

Tangan ayah, mengelus lembut rambut panjangku yang sedikit kusut. Dengan nasihatnya yang selalu menenangkan hati. Dia memberikannya padaku.

"Besok ayah izinin kamu, gak masuk sekolah dulu ya?" Tawaran ayah memang selalu menyenangkan hati.

Anggukan cepat. Itu balasanku. Seraya mulai melangkahkan kaki tanpa alas ini ke kamar.

Mendengar kenyataan,
Memang kadang kala pahit.
Tapi masih lebih pahit lagi,
Bila mendengar kebohongan.

Apa yang kini kulakukan,
Itu berusaha memahami kenyataan,

Aku tau,

Mendengar suaramu,
Itu mendamaikan hati.

Menatap indahnya matamu,
Itu memberi kebahagiaan.

Berada di dekatmu,
Itu kurasa kenyamanan.

Dan, bisa memilikimu,
Adalah anugerah terindah bagiku

Intinya.

Kamu..
Aku suka(:

Tak bisa kah kau?
Sedikit saja, dengar aku.
Dengar simfoniku.
Simfoni hanya untukmu-

Aku merenung dalam kesendirian, semua kata kata itu. Seakan muncul menghampiri kehidupanku. Aku memang takkan pernah bisa mengungkapkannya. Tapi aku kan slalu merasakannya.

***

Di Chapter21 ini agak dramatis;v

Moga aja tetep suka yaa.
Vomment?
Makasih;)







Mentari Pagi (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang