Ini hari pertama ku di polindes, aku bingung entah karena aku harus bagaimana, entah bingung dengan apa yang akan ku lakukan, atau kah bingung bagaimana aku menyikapi kondisi ini. Semua bergulat dalam pikiran dan hatiku. Ku pejamkan netra, ku tarik napas dalam lalu aku hembuskan. Ku ucapkan kembali bismillah,,hati ku terasa agak mendingan. Sesak di dada ini terasa sedikit berkurang.
Ku rapikan kembali rumah baru ku. Tak terasa sudah jam 5 sore. Suara adzan tak sampai ketelinga ku. Segera ku ambil air dari sumur tetanggaku. Ku isi semua penampungan air di rumah. Bergegas mandi dan segera ku ambil air wudhu.
Baru selesai sholat, ku dengar ada yang memanggil ku.
"Bu bidan,,Bu bidan,,ada yang ingin kenalan"
Aku bingung,,harus kah aku menanggapi panggilan pemuda di depan polindes ku. Aku masih terus memutar otak ku agar aku tidak terlihat menanggapi panggilan pemuda desa ini tapi juga tidak di anggap sombong oleh masyarakat.
Mereka memanggil ku lagi.
"Bu bidan, Bu bidan, ada yang pengen kenalan nich"
Aku masih diam di kamar mendengarkan obrolan mereka.
"Tu kan bu bidannya enggak mau,,lagian udah dibilangin masih coba-coba" kata salah seorang.
"Kan enggak ada salah nya kalo dicoba" yang lain menyahut
"Kalian ngapain pada ngumpul disini" tanya seorang cewek
"Ooo ini ban motor ku bocor" jawab salah seorang dari mereka.
Kebetulan polindes ku bersebelahan dengan bengkel motor, bengkel satu-satu nya di desa ini bahkan bengkel ini satu - satu nya di 4 desa terdekat.
"Betulan bocor atau sengaja dibocorin ban motor mu Ba" sambung cewek ituAku masih saja mendengarkan obrolan mereka dari kamarku.
"Ya beneran bocor lah, mana suami mu, aku mau minta perbaiki ban motorku" sahut nya
"Ooo sebentar, dia lagi mandi"
"O iya,,kalian jangan gangguin Bu bidan yach,,kasian kan,,baru juga datang masa iya sich digangguin" kata cewek itu yang ternyata tetangga ku.Kemudian ku dengar suara ketukan pintu rumah ku atau lebih tepat nya polindes ku.
"Assalamualaikum,,Bu bidan"
Ku dengar suara cewek memanggilku"Waalaikumsalam" ku jawab salam nya sambil membetulkan kerudungku seraya berjalan membukakan pintu kamar praktek karena rumah ku terdapat 2 pintu di depan, pintu ruang praktek dan pintu rumah.
"Mari masuk bu, silakan duduk, ada yang bisa saya bantu" tanya ku sambil tersenyum manis
"Kenalkan saya fatimah, mama dari Zein, panggil saja saya ma Zein, saya tetangga Bu bidan"
"Saya Bidan Muhi, senang bisa berkenalan dengan mu, tolong bantu saya selama saya tugas disini, saya masih belum mengenal tempat ini" jawab ku.
Aku merasa dia seumur dengan ku walaupun dia sudah memiliki anak."O iya,,senang bisa membantumu Bu bidan,,kalo ada perlu,jangan sungkan meminta bantuan kami. Di sebelah rumah ku itu adalah rumah kakak ipar ku, mereka memiki 2 orang putri, panggil saja dia ma Elya. Mari ku kenalkan, ayo kita ke rumahnya" ajak nya.
Akupun mengangguk dan mengikuti nya keluar rumah. Ternyata ada beberapa pemuda yang ku lihat di depan rumah nya sekaligus bengkel motornya."Hai Bu bidan,,mau kemana" tanya salah seorang dari mereka dengan memperlihatkan segaris senyuman di bibir nya.
"Ehem.." kata salah seorang dari mereka sambil batuk dibuat-buat."Aku Buba, ini Rasyid, ini Fariz dan ini Ahmad" lanjutnya seraya mengulurkan tangan nya untuk menjabat tangan ku.
Ku tangkupkan kedua tangan ku di depan dada, tanda aku tak bisa membalas uluran tangan nya, ku pandang mereka lalu kutundukkan pandangan ku.
"Saya Muhi" jawab ku
"Maaf saya tinggal, saya mau ke rumah ma Elya" kata ku
"Perlu ku antar Bu bidan" kata pemuda yang bernama Rasyid sambil terkekeh
"Oh tidak, terimakasih, ini sudah ada ma Zein" sahut ku sambil terus melangkahkan kaki.Ku dengar mereka tertawa sambil berbincang tentang ku, entah apa yang mereka bincangkan, aku tak jelas mendengarnya. Dan motor nya pun sedang diperbaiki oleh pa Zein.
--------------------------------------------------
Senang sekali rasanya mendapat teman baru disini.
Aku sudah meminta ijin pada ma Zein dan ma Elya untuk meminjam suami nya bila nanti ada yang memanggilku untuk melahirkan, karena aku masih belum tahu daerah ini. Akupun sudah menyepakati dengan penduduk desa bahwa aku tidak akan membukakan pintu polindes ku pada malam hari kecuali tetangga ku mengenalinya. Aku hanya waspada, karena aku masih asing disini.Aku juga sudah tahu mengapa suara adzan tak ku dengar tadi, ternyata karena disini listrik belum masuk, jadi tidak ada pengeras suara.
Masyarakat di sini pun ada yang beragama islam, kristen, budha dan kaharingan. Tapi mereka hidup dengan rukun dan saling menghormati. Sungguh terasa kemajemukkan di desa ini.Di desa ini juga tidak ada signal hp, kata ma Zein kalo kita mau nelpon atau sms kita harus pergi ke gunung tertinggi di desa ini yang letak nya di ujung desa bersebelahan dengan desa tetangga. Bisa dibayangkan kalo aku mau mnelpon maka aku harus mendaki gunung itu dulu. Hedeh,, mungkin aku akan kurus karena seringnya mendaki gunung.
Ternyata ma Zein dan ma Elya masih seumur dengan ku walaupun mereka sudah memiliki buah hati. Aku memang sudah 23 tahun. Orang tua ku pun sudah sering membicarakan perihal jodoh dengan ku. Dan selalu saja ku tolak setiap ada pemuda yang ingin taaruf dengan ku. Aku belum siap. Belum siap karena aku masih berharap dia,, dia yang selalu ada dalam doa ku dalam 5 tahun terakhir,, dia yang selalu membuat hati ku bergetar hebat setiap kali ku teringat pertemuan kami di depan ka'bah saat umroh dulu. Namun sampai sekarang aku bahkan tidak tahu siapa namanya, asal usul nya, bahkan keberadaan nya. Yang ku tahu bahwa dia seorang ustadz yang membimbing jamaah umroh di tanah suci. Dia bukan ustadz pembimbing di kelompokku tapi di kelompok lain sesama travel dengan ku. Setahu ku, saat itu ia sedang menyelesaikan S1 nya di Madinah. Info ini tidak sengaja ku dengar dari perbincangan nya dengan ayahku saat kami umroh dulu.
---------------------------------------------------
Hari sudah mulai gelap, aku pun mendengar suara khas binatang hutan kala senja menampakkan gulitanya.
Aku menyalakan pelita di dinding rumah. Ku gantung satu di kamar, satu di ruang tengah dan satu di kamar mandi. Sunyi, sepi yang ku rasa. Ku lihat jam, sudah masuk waktu magrib. Segera aku menunaikan ibadah.Aku mulai memejamkan mata setelah sholat isya. Kenapa mata ini sulit sekali diajak kompromi, padahal badan ku terasa lelah. Ku baca amalan sebelum tidur. Aku ingin sekali tidur tapi aku makin gelisah, bolak balik dari miring ke kiri sampai ke kanan. Aku paham betul, ini proses adaptasi ku ditempat baru.
Ku lirik jam dinding kamarku ternyata sudah pukul 11 malam, namun belum juga mata ini bisa diajak kompromi. Ku langkahkan kaki ku keluar kamar, ku ambil air wudhu dan ku baca al quran, sampai mata ini mengantuk. Dan akhir nya aku terlelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku dan kamu dalam doa (complete)
EspiritualHidup tak selalu seperti apa yang kita harapkan begitu pula dengan hati. Kadang apa yg hati kita ingin kan bisa berbeda jauh dengan apa yang kita ucapkan. Ini tentang aku yang mengharapkan mu menjadi kekasih halal ku dan hanya mengharap kau lah yang...