Adnan

1.6K 62 1
                                    


"Muhi.." kata pemuda itu

Aku pun menyambut uluran tangan nya. Aku cium punggung tangan nya.
Aku merasakan bulir- bulir kristal membasahi pipi ku serta punggung tangan seseorang yang telah halal bagi ku. Aku merasakan getaran aneh mengalir dalam dada ku. Ini kali pertama aku bersentuhan dengan seseorang yang bukan muhrim.
Ia mengusap puncak kepala ku dengan lembut. Aku merasakan sensasi hangat menjalar di seluruh tubuh. Ia pun mencium lembut puncak kepala ku. Dan ku dengar ia berdoa untuk kebaikan ku. Aku meng amin kan dari dalam hati. Aku pun berdoa semoga ia menjadi imam yang baik dan akan menuntun ku menuju Jannah Nya. Suara nya begitu lembut dan merdu seakan menghipnotis  bagi pendengar nya.

Kemudian ia melepaskan tangan nya dari kepalaku. Aku masih saja menundukkan pandangan ku. Aku masih belum siap saja mengetahui siapa suami ku. Jujur saja separuh hati ku merasa tenteram dengan nya tapi masih ada bagian lain dari hatiku yang mencoba berusaha untuk ikhlas melepas yang lain. Ya Allah.. Wahai tuhan yang membolak balik kan hati, ijin kan aku mencintai nya karena Mu. Aku ingin mencintai nya karena Allah.

---------------------------------------------------------

Tak terasa sudah pukul 22.30 wita. Aku merasa capek. Ingin rasanya aku langsung meratakan punggung pada kasur kesayangan ku tapi aku belum mengganti pakaian ku dan menghapus riasan ku. Aku pun melepas satu persatu atribut di kepala ku. Aku melepas hijab ku dan mencoba melepas resleting baju kebaya ku. Tangan ku kesulitan membuka nya. Tiba - tiba ada seseorang yang membuka kamar ku.

Ceklek.. Pintu kamar ku terbuka. Aku lari bergegas mengambil kerudung untuk menutup kepala ku. Aku terkejut menatap seorang pria di depan pintu kamar ku. Pandangan kami saling bertemu. Satu detik,  dua detik, tiga detik.. Lalu ku tundukkan pandangan ku.

"Kamu siapa?? Maaf.. Ini kamar ku.. " aku bertanya

" Aku suami mu Muhi... "
Ku lihat dia menutup pintu kamar seraya berjalan mendekat ke arah ku. Hingga jarak diantara kami tinggal beberapa centi. Aku masih menundukkan pandangan. Terasa pasokan oksigen di kamar ini berkurang. Aku seakan merasa kesulitan untuk bernapas. Jantung ku berdetak kencang seperti sedang mengikuti lomba lari.

"Muhi..aku suami.. Kenapa kamu masih menundukkan pandangan mu? Angkat lah wajah mu agar aku bisa melihat mu wahai istri ku" kata tanya begitu lembut.

Aku pun mengangkat kepala ku perlahan. Pandangan ku lurus ke depan bertubrukan dengan dada bidang milik nya. Aku tahu bahwa ia memiliki dada bidang di balik kemeja putih nya. Aku masih diam seribu bahasa. Aku bingung harus berkata apa. Aku masih belum melihat wajah seseorang yang katanya telah halal untuk ku. Aku hanya mendengar suara nya. Aku merasa seperti telah hafal akan suara ini. Aku ingat dengan suara ini. Suara yang sudah lama aku kenal hanya aku lupa siapa pemilik suara ini.

"Muhi.. Angkat lah wajah mu.. Aku ingin memandang wajah mu wahai isteri tercinta ku. Aku mencintai mu karena Allah.. "

Aku pun menuruti kata-kata nya karena ia adalah suamiku. Aku mendongakkan wajah ku karena aku tahu bahwa ia termasuk orang yang tinggi. Sampai lah akhir nya manik mata kami bertemu. Kami saling berpandangan dengan jarak yang dekat. Aku seperti telah mengenalnya tapi entahlah aku tak bisa mengingat nya. Lama kami berpandangan tanpa ada satu pun dari kami yang mengeluarkan suara.

Sampai akhir nya kami reflek terkejut karena ada seseorang yang membuka pintu kamar.

"Muhi.. Adnan..ups..maaf..mama engga tahu kalo kalian.. "mama seakan salah tingkah dengan melihat pemandangan di depan matanya.

" Eng..engga papa kok ma.."kata kami bersamaan

"Cie.. Pengantin baru kompak an gitu" sambung mama

Aku dan kamu dalam doa (complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang