Chapter 3

4.6K 379 2
                                    

Keenan'S pov

Aku terbangun karna sinar matahari yang menembus gorden jendela kamarku. Seperti biasa saat aku terbangun, Niall selalu menjadi orang pertama yang kulihat. Sesungguhnya ini adalah hal terindah dihidupku, dengan tangan kanannya yang melingkar di pinggangku dan wajah polosnya saat ia tertidur.

Aku selalu lama memandang wajahnya saat ia tertidur. Tangan kanannya ku taruh di kasur ini, lalu aku beranjak bangun demi menyiapkan sarapan untuknya.

*

"Sampaikan salamku pada the boys, ok? Bye, huney!" aku melambaikan tangan kepada Niall yang akan pergi. Ia dan the boys akan melaksanakan tour ke beberapa kota disini, walaupun hanya 3 hari tapi pasti aku akan merasakan kesepian. Setelah mengantar Niall sampai depan gerbang, aku melihat Camilla berjalan ke arah rumahku. Ia melambaikan tangannya padaku.

"Morning, Keenaaan!!!!"

"Ssshhh...shut up, Camilla!" aku membekap mulutnya.

"Sorry, i'm just so excited" balasnya.

Excited?

"Ada apa?"

"Tidak ada apa-apa. Oh ya, aku di rumahmu saja ya? Aku bosan di rumah, Harry pergi. Peter sedang berlibur di rumah ibu mertuaku" Ia segera masuk ke  dalam rumahku, layaknya rumah sendiri. Menyebalkan.

Belum lama kami berada di dalam rumahku, bel pintu rumahku berbunyi.

Ting nong...

Aku dan Camilla saling pandang dengan pertanyaan "Siapa yg datang?"

"Aku buka dulu" ujar Camilla, aku mengangguk lalu mendekat ke arah pintu. Setelah kubuka, aku mendapatkan...

"Auntyyyy!!!" Teriakan anak-anak kecil ini memenuhi rumahku. Mereka tentu bersama ibu mereka. Ada Catherine dengan Eleanor, James dengan Sophia, dan Perrie hanya sendiri.

"Dimana Danisha?"tanyaku.

"Kakakku mengajaknya ke rumah ibuku, mungkin nanti sore akan pulang"

Merekapun memasuki rumahku. "Camilla? Kau sudah duluan ternyata" tanya Sophia. Camilla mengangguk. Kami duduk bersama  di ruang tamu, dengan satu gelas sirup jeruk, kami menikmati perbincangan kami.

"Keenan?"  Ele menyapaku.

"Ya?"

"Kau-- uhm, apa kau akan melakukan operasi untuk tumormu nanti?"

Operasi? Bagaimana ia bisa tahu? Apa semua sudah tahu? Apa Niall memberi tahu? Bodoh. Tentu Niall memberi tahu. Lagipula aku tidak keberatan. Mereka sudah ku anggap seperti keluargaku sendiri. Omong-omong tentang keluarga, aku baru ingat bahwa aku belum memberi tahu orang tuaku tentang kabarku sekarang. Tapi apa itu perlu? Bukankah yang ada malah aku membuat mereka khawatir?

"Keenan?" suara Sophia memecahkan lamunanku.

"Uhm yea sorry. What? operasi? aku--"

"Kau harus melakukannya, Keenan" kali ini Camilla yang berbicara. Aku menatap mereka satu-persatu.

"Aku-- aku hanya ingin menjadi wanita yang normal seperti kalian." Air matakuterasa akan jatuh. Tapi aku tetap menahannya, aku tidak mau mereka melihatku menangis. "Aku hanya ingin merasakan menjadi seorang ibu. Tapi, soal operasi--- sepertinya aku belum siap" ucapku pasrah. Aku menunduk. Mereka memegang pundakku. Lalu tiba tiba--

"Ha! I've got a great idea!" Suara perrie memecahkan kesedihan diantara kami.

"What the hell, Pez?" tanya Sophia kesal karna sudah dibuat terkejut oleh istri dari Zayn Malik itu.

"Keenan? Kau ingin jadi ibu kan?" Aku mengangguk akan pertanyaan Perrie yg tiba-tiba. "Kau ingin punya anak kan?" Aku mengangguk lagi. "Dan kau belum siap untuk melakukan operasi?" Lagi-lagi aku mengangguk seperti orang bodoh. "Mengapa kau tidak mengadopsi seorang anak saja?"

**

Niall's pov

Sudah 2 hari aku meninggalkan Keenan sendirian di rumah, tapi hampir setiap 3 jam sekali aku menelfonnya untuk mengingatkannya makan dan meminum obatnya.

"Hey buddy! Istriku ingin bicara denganmu" ucap Zayn lalu memberikan ponselnya kepadaku. Aku menerimanya dengan segera berbicara dengan Perrie melalui telefon.

-

-

-

-

-

-

-

"Thanks, Pez. Bye"

Aku memutuskan telfon antara aku dan Perrie sebelum memberikan ponselnya kembali pada Zayn. Aku menghampiri the boys yg sedang sibuk masing-masing.

"Guys." sapaku dan mereka menoleh.

"What?" Aku diam cukup lama setelah Louis bertanya, yang lain pun tidak kembali bertanya mengapa aku diam.

"Bagaimana jika aku--"

"Jika apa?" tanya Harry.

"Jika...jikaaaa...aku....mengadopsi seorang anak?"

"What?"

"Ha?"

"Adopsi?"

"Kau tidak salah?"

"Ssshh...shut up guys!" teriakku.

"Istri kalian sudah berbicara dengan istriku, dan Perrie memilih jalan yang bisa kami ambil sekarang. Ya, mengadopsi seorang anak" jelasku pada the boys lalu mengangkat kedua bahuku. "Mereka berfikir mungkin dengan hadirnya anak itu, Keenan akan terhibur, lalu bisa saja anak itu membuat Keenan mau untuk melakukan operasi? Bisa saja, bukan?"

The boys terdiam. Hening. Akhirnya Zayn mengangguk. Liam, Louis dan Harry pun mengikuti.

"Yakurasa anak itu akan membawa hal positif untuk Keenan dan juga kau"ucap Liam sambil menepuk pundakku. Baiklah. Mungkin mengadopsi seorang anak, menjadi jalan terbaik saat ini.

.

.

.

.

LEAVE YOUR VOTES AND COMMENTS, PLEASE.

THANK YOU.

FAITH (On Editing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang