Kegusaran Shilla semakin menjadi. 'Bahkan Rio memperlakukan Ify dengan spesial di depan gue?' batinnya pedih. 'Ya ampun. Shilla? Inget! Lo nggak punya hak buat marah,' Shilla menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Gue rasa di sini nggak ada musik, kenapa lo goyang ajib-ajib gitu Shill?" suara seseorang membuat Shilla langsung menoleh.
"Alvin?" tanya Shilla tak percaya.
"Shilla?" Alvin malah ikut-ikutan.
"Dih. Apa banget deh lo," cibir Shilla sambil meninju pelan lengan Alvin. Sedangkan Alvin hanya terkekeh. "Ada apa Vin?" tanya Shilla.
Alvin menggeleng. "Nggak ada. Cuma heran aja tadi ngeliat lo geleng-geleng kepala di depan gerbang," jawabnya. "Lo lagi ngapain sih?"
"Nunggu sopir jemput," jawab Shilla singkat.
"Emang kalo nungguin sopir lo harus ada ritual geleng-geleng kepala ya?" Alvin terkekeh geli. Shilla pun ikut tertawa.
"Apaan sih?" ucapnya. Kemudian Shilla memicingkan matanya. "Lo nggak lagi berusaha deketin gue supaya bisa cari tahu tentang Via kan?" selidik Shilla.
"Emang harus gitu ya?" Alvin balik tanya. "Nggak usah berburuk sangka gitu kali Shill, gue kan Cuma mau nyapa lo."
"Ops sorry," Shilla merasa tak enak hati.
"It's okay. Eh Shill! Gue boleh minta nomor HP lo nggak?" tanya Alvin.
"Buat apa?"
"Mau gue santet," Shilla melotot. "Canda Shill," Alvin mengacak rambut Shilla. "Ya buat jaga-jaga aja. Siapa tau entar butuh," jelas Alvin.
"Ok. Mana Hp lo?" Alvin menyerahkan ponselm nya. Setelah memasukkan nomornya Shilla mengembalikannya pada Alvin. Kebetulan sopir Shilla juga sudah menjemput. "Gue duluan ya?" pamit Shilla. Alvin kembali mengangguk.
"Thank's Shill!"
"Siip!" Shilla mengacungkan jempol.
***
Ify menuruni anak tangga dengan mata yang kurang minat untuk melihat karena efek bangun tidur. Memang begitu pulang dari sekolah, Ify langsung mandi dan tidur. Jadilah, jam 5 sore ia baru bangun.
"Baek-baek lo Kak. Jalan kok matanya merem," terdengar suara Deva dari ruang keluarga. Ify hanya berdehem karena belum sadar bahwa Deva telah pulang. Deva terkikik. "Eh Kak! Ngomong-ngomong gue di rumah Nenek berapa hari sih?" pancing Deva.
"Aduh Depa Belo. Udah tau gue masih ngantuk, malah lo tanya-tanya," dumel Ify masih belum sadar.
"Besok lo jemput gue di rumah Nenek ya?" Ify mendengus kesal.
"Deva! Lo tolol apa bego sih? Jelas-jelas lo udah pul...." Ify menghentikan ucapannya lalu mengucek-ucek matanya. Sedangkan Deva sudah ngakak puas melihat kebodohan Ify. "Deva?!" tanya Ify tak percaya.
"Akhirnya gue bisa nemuin sisi kebegoan lo Kak, hahaha," ledek Deva disela tawanya. Ify yang sudah sadar hanya manyun. "Kok lo nggak peluk gue Kak? Padahal kata Mama ada yang nanyain gue kenapa nggak pulang-pulang lho," sindir Deva. Ify langsung turun dan menghampiri Deva. Deva sudah merentangkan tangannya untuk dipeluk. Bukannya memeluk Deva, Ify malah langsung menghadiahi toyoran untuk sang adik.
"Makan tu peluk sayang dan rindu dari gue! Hahaha," Ify langsung ngacir ke dapur.
"KAK IFYYYYYYYY!" teriak Deva sambil mengejar Ify ke dapur.
Ternyata Ify sudah siap sedia dengan agresi yang akan Deva lakukan. Di tangannya sudah ada segelas air putih yang bisa dengan mudah ia siramkan ke Deva. "Lo maju, gue jamin ni air udah nangkring di muka jelek lo," ancam Ify.
"Sayangnya gue belum mandi," ledek Deva lengkap dengan juluran lidah.
"Pantesan bau amis," Ify tak mau kalah.
"Berasa wangi lo Kak. Muka lo juga dekil gitu," gidik Deva.
"Ini efek bangun tidur. Bukan karena belum mandi. Emang lo?" bantah Ify dan ikut menjulurkan lidah.
"Dah ah, capek gue," Deva menyerah. Ify tertawa puas.
"Ini yang gue kangenin dari lo Dev. Deva my best partner buat berantem. Hahaha," Ify mendekati Deva. Deva pun kembali merentangkan tangannya. "Soalnya lo selalu kalah sama gue," Lagi-lagi bukannya memeluk, Ify malah berbisik yang membuat kekesalan Deva semakin memuncak.
"KAK IFYYYYYY! GUE CINCANG LO!" teriak Deva kesal. Tapi sayang, Ify sudah berlari menaiki tangga menuju kamarnya.
***
Kedua kakak-beradik ini memang sama-sama penggila basket. Dan entah kebetulan atau tidak, mereka sama-sama menjabat sebagai kapten tim di sekolah masing-masing. Ray yang masih duduk di bangku SMP banyak belajar pada sang kakak. Seperti saat ini, mereka tengah berlatih di lapangan basket di halaman rumahnya. Alasannya kenapa berlatih malam-malam, karena Ray akan menghadapi sebuah pertandingan antar sekolah, lusa.
"Stop Kak heh heh heh berasa kerja rodi gue heh heh heh," ucap Ray dengan nafas ngos-ngosan. Rio menghampiri Ray yang sudah terduduk di tengah lapangan.
"Payah lo! Baru juga 1 jam!," ucap Rio seenaknya. Ray melotot.
"Payah payah nenek lo kiper? Kita udah satu jam Kak, berdo'a aja muka gue masih ganteng saat ini," dumel Ray.
"Nenek gue nenek lo juga kali," sambar Rio sambil ikut menyelonjorkan kaki seperti Ray. "Gue aja yang ganteng kalem," Ray hanya mencibir.
"Yang gue denger lawan gue lusa mainnya keren banget. Jadi pesimis gue," keluh Ray.
"Gue bingung deh. Kok bisa sih lo kepilih jadi kapten? Muka pasrah gini kok jadi kapten?" cibir Rio.
"Enak aja lo!" Ray meninju bahu Rio. "Yang penting gue ganteng," Ray malah narsis.
"Nggak nyambung gondrong!" sambar Rio. Ray berdiri.
"Dah ah. Gue mau mandi," ujarnya. "Mandi lo kak. Kringet lo kan bau menyan! Hahaha!" Ray langsung ngacir.
"Gue santet lo Ray!!!" teriak Rio kesal.
***
Alvin hanya memainkan rubiknya di kelas. Tidak ada sahabat yang satu kelas dengannya, membuat Alvin yang sebenarnya anaknnya agak ramai menjadi sedikit pendiam. Apalagi dengan dia yang satu kelas dengan Via, sang gadis pujaan, sepertinya semua yang akan ia lakukan akan menjadi salah.
"Vi, tanggung jawab lo. Noh si Alvin jadi pendiem sekarang," bisik Ify sambil menyenggol Via lengkap dengan mata melirik Alvin. Via hanya mendongak dan menatap Ify garang.
"Kenapa lo minta gue yang tanggung jawab? Emang gue emak tiri yang nyiksa dia?" jawab Via galak dan dengan volume yang tak bisa dibilang kecil. Bahkan semua teman sekelasnya sedang menatap Via dan Ify sekarang.
"Set dah Vi. Suara lo mirip petasan banting," ejek Shilla.
"Lo yang gue banting! Mau?!" Via menatap Shilla garang.
"Maap maap, sensi amat Bu!" Shilla sedikit salah tingkah.
"Udah-udah malah pada berantem," lerai Agni. "Tapi bener lho kata Ify. Alvin jadi pendiem sekarang. Padahal kalo lagi latihan basket dia anaknya rame lho," Agni menyampaikan argumennya.
"Ya kalian tanya aja sama dia. Jangan sama gue. Gue kan bukan siapa-siapa dia," sewot Via.
"Ya lo mau dijadiin siapa-siapanya dia, nggak mau. Salah lo sendiri kan?" Ify ikutan sewot tapi diangguki mantap oleh Shilla.
"Jadi menurut lo gue nyesel gitu? Sorry sorry deh," ujar Via jutek.
"Baek-baek lo Vi. Karma itu nyata lho," ujar Shilla.
"Gue juga tau kali," sambar Via.
"Udah-udah si Alvin kupingnya panas tuh. Kantin aja yuk! Pelajaran kosong gini," Agni lantas berdiri dari duduknya. Ify, Via dan Shilla hanya menurut. Lalu mereka bergegas ke kantin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Wajah Berjuta Ingatan
Teen FictionMemisah kata. Menggunakan koma Koma setia sampai titik tak tersisa Ini kisah cinta. Cinta SMA Antara Rionald Stevaditya dan Fifyo Marissa Pertemanan yang mendamba akan sebuah kepastian bernama "Pacaran", hingga sampai pada titik pemikiran bahwa penc...