Bagian 39

413 11 2
                                    

"Walaupun susah banget, sepakat ya buat berusaha asik kayak dulu?" Rio menjulurkan jari kelingkingnya.

"Iya," Ify menautkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Rio.

+++

Bahagianya. Walaupun hanya sebatas berteman, setidaknya itu lebih baik. Karena raga mereka memang seperti bermusuhan, tapi tidak dengan hati mereka. Jangankan untuk duduk di sebelah lo kayak gini Fy. Liat sepatu kita sebelahan aja gue udah seneng banget.

***

"Ngapain lo berdiri di depan pintu?" Ify menatap Alvin heran. Pagi-pagi sudah disuguhi pemandangan begini.

"Eh Shilla mana?" tadinya Alvin bersender santai pada pintu, namun begitu melihat Ify datang dan menegurnya seperti ini, ia anggap kesempatan bagus. Kali aja Ify tahu Shilla di mana.

"Nggak tau," Ify mengedikkan bahunya. "Di depan kelas ada nggak? Kalau enggak, berarti belum berangkat," Ify semakin dibuat heran dengan makhluk bermata sipit di depannya. "Lo kenapa sih? Berantem?" kayaknya pengalaman banget Fy. Langsung tau AlShill lagi berantem.

Alvin mengangguk lesu. "Kenapa sih dalam hubungan pacaran, kalau lagi berantem itu pasti yang disalahin cowok? Nggak asik amat," curhat Pak?

"Nggak tau juga sih. Gue sekalinya berantem langsung putus. Jadi nggak sempet diskusi sama pacar."

"Soak lo!" seru Alvin sedikit terkekeh. Asal sekali Ify berbicara. Tapi ngena banget Fy.

"Bicarain aja baik-baik. Lo mesti sabar ngadepin Shilla yang anaknya emang manja. Jangan terlalu cuek sama dia," lhoh. Memangnya Shilla sudah cerita? Sepertinya belum.

"Lo baca tweet dia ya?" tebak Alvin dan dibalas anggukan dari Ify. "Kalau dia malem itu beneran ketemu sama cowok bule terus jadian gimana dong Fy?" astaga Vin. Lo cowok tapi parnoan ya?

"Kalo Shilla beneran ketemu cowok bule?" Alvin mengangguk. "Gue minta kenalin sama temen-temen cowok itu. Kali aja ada bule yang bentuknya bagus plus nyantol sama gue. Udah sakit hati gue sama cowok lokal," jawab Ify asal. Ia terkekeh kecil melihat ekspresi Alvin yang nampak kesal. Nggak tepat waktu bercandanya. "Udahlah. Nggak usah mikir yang aneh-aneh kenapa? Shilla itu Cuma lagi kesel aja. Bukan berarti dia bener-bener mau ngecengin cowok bule. Mendingan lo pikirin dulu tuh UKK," Ify menepuk pundak Alvin lantas berlalu.

"Lo mah enak Fy tinggal ngomong doang. Gue sampe nggak tidur semalem," gerutu Alvin.

***

"UKK begini. Nyokap makin protektif. Masak tiap malem dateng ke kamar gue sambil nenteng-nenteng susu. Emang gue anak SD apa disuruh minum susu kalo mau tidur? Lagian juga nggak ngaruh buat otak gue," Cakka sibuk mencurahkan isi hatinya, Iel sibuk menutup rapat-rapat telinganya agar tidak terganggu. Soalnya Cakka kalau ditanggepin omongannya, entar nggak berhenti-berhenti. Gue kan mau belajar.

"Gue malah pengen ngelewatin kejadian itu," astaga. Lupa. Mama Alvin sudah meninggal sejak Alvin kecil. Dan setiap teman-temannya bercerita tentang tingkah laku Ibu mereka dalam mengurus mereka, Alvinlah yang paling antusias untuk menyimak. Seperti sekarang. Hitung-hitung untuk mengurangi kerinduan.

"Duh Vin. Sorry," Cakka menyesal. Alvin hanya tersenyum miris.

"Nyokap gue bisa lo anggep nyokap lo juga kok," Rio merangkul bahu Alvin seraya tersenyum. Menepuk pelan pundak pria itu. Sekedar menyalurkan semangat.

"Sekarang. Lo punya tiga Mama. Lebih dari yang kita punya," sambung Iel. Emang ya, kalau udah nyinggung orang tua itu.....hemm.

"Masih ada satu lagi Yel," sahut Rio.

Satu Wajah Berjuta IngatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang