Bagian 54

210 9 1
                                    

"Yo lo jadi ikut himpunan?" Rio menoleh sebentar lalu kembali sibuk dengan ponselnya.

"Jadi," jawaban singkat yang diberikan membuat gadis yang duduk di sebelah Rio menggerutu pelan.

"Lagi chat sama siapa sih? Seru amat."

"Mantan," kini gadis itu memutar bola matanya.

"Yang bikin lo nolak gue?" pertanyaan kali ini berhasil menghentikan pergerakan jari Rio di layar ponselnya.

"Apaan sih Nya? Gue kira lo udah ngerti apa yang gue omongin kemarin," kali ini Rio mengalah dengan menatap balik lawan bicaranya. Kanya Amanda.

"Gue lebih dari ngerti. Tapi bisa kan walau lo lagi seasik apapun chat sama mantan lo itu, lo tetep hargain orang yang lagi ngomong sama lo."

Rio menghela nafas pelan. "Fine. Gue minta maaf," ujarnya.

"Permintaan maaf lo gue terima asalkan lo mau nemenin gue makan di kantin!" tanpa aba-aba Kanya langsung menarik tangan Rio menuju kantin. Sebenarnya bisa saja Rio menolak dan menghentakkan tangan Kanya begitu saja. Tapi.... dia tidak enak.

"Tell me. Apa yang ngebuat lo segitu sayangnya sama mantan lo?" pertanyaan Kanya membuat kegiatan Rio yang tengah asik menyeruput es teh terhenti. Kedua alis pria itu bertaut heran.

"Kenapa lo nanya gitu?"

"Kepo aja. FYI. Lo cowok pertama yang gue tembak sekaligus nolak gue langsung," sekedar mengingatkan. Kanya adalah tipikal perempuan yang malas berjaim ria. Apa yang memang mengganjal di kepalanya akan langsung ia utarakan. "Sebegitukah efek seorang Ify untuk lo?" bahkan Kanya tidak segan untuk menyebut nama.

Rio mengedikkan bahu. "Nggak tau. Udah srek aja dari awal. Dia udah jadi salah satu cita-cita gue," jawabnya tenang.

"Gimana gue mau move on coba?" Kanya mendesah. "Omongan lo manis banget," sambungnya seraya terkekeh.

Rio tersenyum kecil. "Lo nggak ada niat buat ngasih gue kesempatan gitu?" nada bicara Kanya terdengar penuh harap. "I mean. Sekedar kita mencoba untuk lebih kenal satu sama lain. Membiarkan gue mencoba mengetuk pintu hati lo... mungkin," ia kurang yakin pada kata terakhir.

Sempat Rio terdiam. Kalau kalian menganggap Rio bingung dengan jawabannya, salah. Dia hanya bingung bagaimana mengutarakannya tanpa menyinggung perasaan Kanya. Dia sayang sama Kanya. Sebagai teman.

"Gue bersikap seperti ini buat menjaga perasaan lo. Gue nggak mau ngasih lo harapan yang gue sendiri nggak tau gimana ujungnya. Gue nggak bisa ngenjanjiin apa-apa untuk 'kita'," Rio memandang Kanya berharap perempuan itu mengerti. "Lo baik Nya. Lo cantik, asik buat diajak ngobrol. Bukan hal sulit untuk ngebuat cowok ngelirik lo."

"Yah. Kecuali lo," sambung Kanya kecut.

"Kecuali gue," Rio membenarkan.

***

Rionald Stev : Kapan pulang neng?

Rionald Stev : Seganteng apa sih anak Unpad? Sampe lo betah gitu?

Me : Apaan dah? -_-

Me : Jum'at sore gue balik

Me : Segitu kangennya ya? :D

Rionald Stev : Kalo ada level tertinggi di rasa kangen....

Rionald Stev : Gue lagi diposisi itu

Satu Wajah Berjuta IngatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang