Dia Bukan Lagi Cungkring

140K 13.7K 321
                                    

Karena aku tahu, persepsi dan ego yang sudah kubangun telah menghancurkan kita.

***

Aluna menarik dan membuang napasnya, ia memalingkan wajahnya saat melihat keberadaan Zello. Oke, Aluna memang tahu Zello kuliah di tempat yang sama dengannya, namun dia tidak pernah tahu kalau Zello ada di fakultas ekonomi. Tanpa sadar ia mengela napasnya lega, syukurlah mereka tidak satu fakultas. Coba iya, sudah pasti peluang untuk kembali bertemu dengan Zello akan lebih besar.

Aluna sendiri tidak menyangka ia bisa lolos seleksi mandiri di universitas ini, karena Aluna yang berotak pas-pasan sudah hampir putus asa, sebab, ia belum menemukan kampus setelah gagal lagi, di ujian tes tulis yang diadakan pemerintah pada tahun kedua kelulusannya.

"Om bisa bantu kamu masuk kampus di mana om ngajar, kamu mau?" Tanya Andre--pamannya dari pihak ayah waktu itu.

Aluna berpikir sejenak, di kampus itu ada Zello, tapi kalau dia menolak nanti akan susah lagi mencari kampus untuk kuliah. Terlebih, Aluna ingin masuk kampus favorit di kotanya.

"Emh beneran, Om?"
"Tentu, Om punya jatah. Tapi, kamu harus masuk lewat seleksi mandiri, nanti om bantu kisi-kisi soalnya. Bagaimana?" Tawar Om Andre lagi.

Aluna membuang napasnya. Sudahlah, belum tentu dia satu fakultas dengan Zello, lagian kampus kan luas. Mustahil ia mengenal seluruh anak di kampusnya. Tentang tawaran Om Andre, sepertinya tidak masalah, toh dia tetap ikut tes.

"Oke deh, Om!" Kata Aluna akhirnya.

"Woiiii lo ngelamunnn, noh dicariin," teriak Alya, membuat Aluna gelagapan.

Matanya mengerjap-erjap. Ia mengucek matanya berkali-kali, di hadapannya ada seseorang yang tidak pernah ingin Aluna temui. Bukan karena benci, tapi karena Aluna malu saat harus bertemu mantan pacarnya yang bernama Zello itu. Dia bukan lagi cowok cungkring dengan tinggi seperti tiang listrik, Zello di depannya sudah jadi cowok charming yang meski tidak memiliki badan kekar, tapi enak untuk dilihat. Badannya lebih berisi dan lebih tegap daripada terakhir kali mereka bertemu, satu tahun lewat empat bulan yang lalu. Bahkan, Aluna masih hafal kapan terakhir kali mereka bertemu.

"Apa kabar, Lun?" Tanya Zello, laki-laki itu menatapnya dengan sebuah senyum yang selalu Aluna rindukan.

"Eh, oh hah baik," kata Aluna kikuk. Zello tertawa kecil, sementara Alya melongo di sampingnya. Alya ingat siapa Zello, ia pernah melihat Zello di fakultas mereka.

"Mama nanyain kamu, katanya mau minta diajarin bikin kue. Kapan-kapan mampir, Lun."

Aluna tersedak ludahnya sendiri, membuat Alya menepuk punggungnya berkali-kali sampai ia menatap Alya tajam karena tepukan gadis itu cukup kencang.

"Zelll balik ke fakultas woi, udah waktunya rapat. Bos besar WA gue tadi," teriak salah seorang teman Zello dari kejauhan. Zello mengangguk.

"Kamu kuliah di sini kan, Lun? Ambil jurusan apa?" Tanya Zello lagi, Aluna sempat kehilangan kata-katanya.

"Seni rupa."

Bukan Aluna yang menjawab tapi Alya. Zello tersenyum tipis.

"Aku duluan, Lun, Dek," kata Zello, ia mengamati Alya sekilas, karena tidak tahu nama Alya, jadi dia memanggilnya 'Dek'. Dia yakin Alya adalah maba.

Zello lalu beranjak dari hadapan Aluna, meninggalkan mantan pacarnya yang sedang terkejut itu.

Demi Tuhan, itu tadi beneran Zello kan, bukan jelmaan cowok cungkring itu?

So I Love My ExTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang