Kenangan tentang kita pada akhirnya melahirkan rindu, adakah kita di masa nanti bukan kita di masa lalu?
Aluna benar-benar tidak keluar kamar selama sisa liburan akhir pekan ini, ia tengah dipusingkan dengan urusan tugas. Menjadi mahasiswa seni rupa memang terkesan santai, namun di balik itu tugas lebih sering membuatnya terkurung di kamar saat libur akhir pekan.
Gadis itu menutup lembar buku sketsanya. Ia meregangkan kedua tangannya yang terasa pegal, suara musik dari Spotify di laptopnya yang diputar secara acak memenuhi kamar, menghilangkan sedikit rasa penat dalam dirinya. Music memang selalu memenangkan, membuat kesendiriannya tak lagi terasa sepi.
Suara ponselnya membuat Aluna menoleh mencari keberadaan ponsel yang telah ia abaikan sejak tadi. Aluna meraih ponselnya, menggeser simbol hijau di layar ponsel itu. Telepon dari Omnya yang berada di Surabaya, sedikit membuat Aluna heran, karena Omnya belum pernah meneleponnya selama ini, kecuali untuk urusan yang benar-benar mendesak.
"Assalamualaikum Om," sapa Aluna.
"Waalikumsalam, Lun."
"Kenapa, Om?"
Terdengar helaan napas dari suara Omnya, Om Fandy—kakak kandung maminya.
"Kamu bisa pulang ke Surabaya sebentar? Mamimu masuk rumah sakit."
"Apa? mami sakit apa, Om?"
"Kamu pulang dulu saja, Lun. Nanti Om jelaskan," kata Om Fandy membuat Aluna semakin cemas.
Usai menutup telepon dari Om Fandy, gadis itu segera mencari tiket penerbangan online untuk pulang ke Surabaya. Aluna bergegas dari tempat duduknya, mencari tas ranselnya dan memasukkan laptop serta beberapa pakaian ke dalam tasnya, tidak perlu banyak-banyak, karena stok bajunya di rumahnya yang di Surabaya masih cukup banyak.
Dalam hati Aluna berharap, maminya akan baik-baik saja.
***
Zello memainkan gitar yang ia temukan di ruangan Departemen Infokom, laki-laki itu memainkan sebuah lagu yang dulu sering dinyanyikannya untuk Aluna. Sebuah lagu milik Daniel Bedingfield—If you're not the one. Ia ingat, pernah menyanyikan lagu ini untuk Aluna saat pensi di sekolah, dan berakhir dengan sorakan teman-temannya serta wajah Aluna yang merah padam. Membuat secuil memorinya itu kembali merangkak.
3,5 tahun lalu.
"Lagu ini buat Aluna Anindya Dewi," ucap seorang anak laki-laki berseragam putih abu-abu, saat itu ia masih belum jadian dengan Aluna. Zello masih mendekati Aluna yang memang sulit untuk didekati. Gadis itu terlalu tertutup dan cuek pada laki-laki.
"Lun, tuh si Zello. Sweet banget sumpah, terima aja kenapa sih?"
"Apa sih, Lin?"
Linda—teman satu kelas Aluna terkekeh geli, membuat wajah Aluna tambah merah padam. Zello masih menyanyikan lagu itu dengan suaranya yang enak didengar, laki-laki itu menyanyikannya bersama anggota band di sekolah, Zello memang anak esktra musik yang mempunyai band bersama teman-teman satu angkatannya. Dan, kemampuan bermusik laki-laki itu memang cukup bagus, bersama bandnya, Zello kerap mengikuti festival band di kota.
Mengakhiri lagu itu, Zello tersenyum tipis bersamaan dengan iringan tepuk tangan dan jeritan beberapa siswi yang kagum dengan penampilannya. Laki-laki itu turun dari panggung, berjalan menghampiri Aluna yang melihatnya dari bawah pohon mangga di sekolah, bersama Linda teman sekelasnya.
"Lun," ucap Zello, Aluna mengalihkan pandangannya dari Zello. Ia malu menatap laki-laki itu, malu dengan detak jantungnya yang sialan sulit dikendalikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
So I Love My Ex
General FictionSeries Campus 2 Bersahabat dengan mantannya mantan pacar? Why not? Berada dalam satu organisasi dengan mantan dan dia adalah ketua departemen tempatmu menjadi pengurus? Uh tunggu, itu enggak baik buat cewek yang sedang dalam upaya untuk move on. ...