Pada Waktu yang Tepat

100K 11.2K 511
                                    

Menunggumu sekali lagi tidak akan membuatku mati. Sebab, aku percaya, kepadakulah kamu akan pulang.

****

"Gimana Aluna?" Davika bertanya pada Rajendra, laki-laki itu baru saja datang dari dalam rumah, menghampiri Davika yang sibuk melamun di teras rumah Aluna.
"Tidur."

Wajah Davika tertunduk, ia masih tidak percaya atas kepergian mami Aluna yang terkesan mendadak--walau Aluna pernah bercerita jika maminya memang sedang sakit parah. Ia pikir, setelah dioperasi mami Aluna akan membaik.

"Kamu kenapa larang aku kasih tahu Zello tentang kepergian Tante?" tanya Davika, ia melihat ke arah Rajendra yang sibuk menekuri lantai teras rumah Aluna.

"Mbak Aluna sering cerita tentang Mas Zello, waktu aku mau menghubungimu. Mbak bilang, jangan sampai Mas Zello tahu. Karena Mbak Aluna nggak mau Mas Zello kepikiran, Mas Zello sudah bahagia dengan pacarnya di sana. Mbak Aluna nggak mau ganggu hidupnya lagi."

Davika memegangi kepalanya. Ia mengerjap-erjapkan matanya berkali-kali. Bingung dengan Aluna dan Zello yang sama-sama ingin seseorang dari mereka bahagia meski nyatanya malah saling menyakiti.

"Mereka itu bodoh. Ambil tindakan nggak mikirin yang lain. Aluna sama Zello itu satu, kalau satunya ngerasa tersakiti satunya pun bakal gitu. Kamu pikir kenapa Zello gonta-ganti pacar?"

Rajendra menoleh, ia mengangkat bahunya.

"Karena Aluna juga. Dia maunya Aluna ngira dia udah baik-baik aja. Bodoh kan?"

"Mereka cuma mau saling membahagiakan."

Davika mendengus, ia menatap hujan yang baru turun rintiknya saja. Rumah Aluna sudah sepi, kerabatnya sudah banyak yang pulang termasuk keluarga papi Aluna, sejak pemakaman Alia, papi Aluna tak pernah menampakkan batang hidungnya di rumah ini. Hanya tersisa keluarga Rajendra di sini.

"Dulu, Zello mutusin aku juga begitu. Dia bilang mau lihat aku bahagia sama orang lain karena aku terus protes sama sikap acuh nggak acuhnya."

"Kamu pernah pacaran dengan Mas Zello?"

Davika mengangguk, Rajendra baru tahu tentang masalah ini. Aluna tidak pernah bercerita tentang hal ini padanya. Maklum, mungkin sangat privasi bagi Aluna, dan Rajendra pun tidak merasa terlalu perlu untuk tahu.

"Di masa depan. Aku nggak mau punya pasangan yang sama-sama egois sama hubungan mereka."

Rajendra hanya diam, mereka menikmati hujan yang turun bertambah deras, membasahi Surabaya hari itu.

"Kata orang, kalau manusia berdoa saat hujan. Besar kemungkinan doanya akan dikabulkan. Hujan itu membawa berkah. Semoga harapanmu dikabulkan."

"Oh ya?"

Rajendra mengangguk. "Coba saja."
"Baiklah. Aku akan mencobanya."

Davika tersenyum tipis, ia menandangi hujan sambil mengambil ponselnya di saku celana. Setelah berpikir sejenak, bersamaan dengan turunnya hujan, ia berdoa semoga dua manusia yang saat ini saling menyakiti itu segera diberi kebahagiaan. Dan, berdoa untuk kebahagiaannya sendiri.

"Doamu akan terkabul," ucap Rajendra--Davika mengerutkan dahi bingung. Ia lalu mengetik sesuatu di ponselnya.

Arzello: Datanglah ke Surabaya, mami Aluna baru saja meninggal.

Sent

***

Memandangi foto maminya akan menjadi kebiasaan Aluna setiap hari. Ia sudah mengikhlaskan kepergian maminya. Namun, dalam hati terdalamnya, gadis itu memang belum benar-benar bisa biasa saja setelah kepergian Alia.

So I Love My ExTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang