Kali Kedua

97.2K 12.6K 799
                                    

sebelum baca, ada baiknya baca ulang part kemarin karena ada yang missed dan aku kelupaan kalau pacar Alya itu anak kampusnya juga, namanya Fendy. Thanks to reader yang sudah mengingatkan huehehe...sebenernya aku pengin ngungkap banyak hal di cerita ini, jadi isinya memang ngga cuma fokus ke Aluna sama Zello, tapi juga lingkungan sekitarnya. So, aku berharap kalian dapat pelajaran dari cerita ini. Yang nyari Davika, di part depan dia muncul hueheh. Happy Reading.

***

Aku tidak berbalik untuk menjemput kenangan, aku berbalik menjemput kita yang pernah hilang dan saling merindukan.


"Seneng?" tanya Zello. Matanya menatap Aluna sambil menahan tawa di bibir. Wajah Aluna tampak bahagia, seakan semua bebannya hilang entah ke mana.

"Salah kamu nanya kayak gitu. Harusnya kamu nanya, seberapa seneng aku hari ini."

Zello tertawa, Aluna masih tak berhenti menatap novel di depannya sambil memotret novel tersebut untuk ia ambil sudut yang pas, nanti akan dimasukkan ke Instagram.

"Mau jalan nggak?"

"Ke mana?"

"Maunya ke mana?"

"Ya kan kamu yang ngajak jalan, kenapa malah balik nanya?"

"Lucu ya kamu."

Aluna tersentak, menatap aneh pada Zello yang sedang terkekeh. Kesal, ia melempar tisue ke arah Zello. Dua manusia itu sedang berada di kantor redaksi penerbit yang menerbitkan novel Aluna. Tepatnya berada di bilik kerja Andira yang ukurannya sedikit lebih besar daripada bilik kerja pegawai lainnya. Sementara sepupu Zello itu sedang menyeduh kopi di pantry.

"Nanti kujemput."

"Aku belum bilang setuju."

"Nggak perlu kamu bilang, kalau aku sudah di depan gerbang rumahmu, kamu mau apa selain ikut?"

Aluna mendengkus, ia mengalihkan matanya dari Zello, bersamaan dengan kedatangan Andira dan secangkir kopi juga secangkir teh susu di atas nampan. Perempuan berkemeja kuning muda itu tersenyum lebar pada Aluna. Pakaiannya khas pegawai kantoran dengan versi yang lebih santai, karena pekerjaannya memang tidak seserius pegawai lainnya. Zello bilang, jadi editor di sini lumayan santai.

"Mentang-mentang yang mau balikan ya, ruanganku dijadiin tempat kencan."

"Ih Mbakk...apaan sih, nggak tahu," elak Aluna, Andira tertawa, lalu menyerahkan kopi dan teh itu untuk Zello serta Aluna.

"Malu Dir, dia. Jangan digodain."

"Posesif amat sih, belum resmi juga." Andira mencibir.

"Suruh aja dia bilang iya, nanti juga resmi."

"Zellooooooo...." Geram Aluna, ia benar-benar malu. Zello tampak menyebalkan di matanya, kalau bisa ia ingin Zello lenyap saat ini juga. Atau dia saja yang segera pergi dari tempat ini, sebelum Zello membuatnya lebih malu lagi.

"Kamu itu, Zell—" ucapan Andira terputus oleh suara ponsel Zello, laki-laki itu mengangkat tangannya, menghentikan ucapan Andira, lalu menggeser ikon hijau di layar ponselnya.

"Ya..."

Seseorang tampak berbicara serius di telepon, terlihat dari wajah Zello yang sedikit menegang saat berbicara dengan lawan bicaranya di seberang.

"Sejak kapan?"

Zello mengusap wajahnya, helaan napas terdengar di telinga Aluna pun dengan Andira.

"Ya sudah, kamu tunggu di sana. Jaga mamamu, aku segera ke sana."

Panggilan itu terputus, pandangan Zello langsung tertuju pada Aluna, matanya mengisyaratkan sesal yang sangat tampak.

So I Love My ExTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang