Tertolak

101K 11.4K 395
                                    

Ajari aku untuk mampu, membuat kita kembali utuh. Biarkan aku untuk mampu, membuat kita kembali satu.

"Mami jaga diri baik-baik ya. Aku janji libur semester nanti pasti pulang," kata Aluna sambil menatap maminya. Gadis itu menahan air matanya, tak tega meninggalkan maminya. Namun, ia juga harus meneruskan kuliahnya, tidak boleh terlalu lama membolos, atau akan berdampak pada nilainya.

"Mami udah sehat, Lun. Nggak usah khawatir."
"Sehat tubuh, ya, Mi. Nggak buat hati Mami, aku tahu berat banget bagi mami buat laluin ini semua."
"Nggak, Nak. Mami udah baik-baik aja. Kamu nggak usah khawatir, ada keluarga Om kamu di sini."

Aluna tersenyum sumbang, ia menatap Om Fandy dan tantenya, juga Rajendra.

"Ndra, kalau ada apa-apa sama mamiku, hubungin aku ya. Om, Tan, nitip mami," ucapnya.

Om Fandi mengelus rambut Aluna penuh sayang. Ia menyayangi Aluna seperti anaknya sendiri, Aluna satu-satunya keponakan yang ia miliki, dari saudara yang sangat dicintainya--Alisha. Kehidupan Aluna yang carut marut selepas perceraian orang tuanya membuat Fandy paham, Aluna tak sekuat kelihatannya. Ia mungkin saja kurang kasih sayang.

"Ya udah, Mbak. Ayo!" Ajak Rajendra, Aluna mengangguk paham. Ia mengikuti langkah Rajendra keluar kamar inap maminya setelah mencium punggung tangan mami, om dan tantenya. Di depan Davika dan Zello sudah menunggu.

Zello mengmbil alih koper Aluna tanpa suara, tangannya yang bebas menggenggam tangan kiri Aluna tanpa suara. Ia tak mengatakan apa pun pada Aluna, hanya memberi seutas senyum tipis pada gadis itu, membuat debar-debar di jantung Aluna semakin menggila. Sementara Davika dan Rajendra berjalan di depan mereka dengan Davika yang tampak menjaga jarak dari sepupu Aluna.

Mereka berjalan, menuju mobil Rajendra yang akan dikemudikan mengarah ke bandara, meninggalkan Surabaya dan setumpuk khawatir di benak Aluna untuk maminya.

***

"Zelll...sini woiii!"

Suara itu, Aluna sangat mengenal. Seorang laki-laki yang biasa ada dalam lingkaran pertemanan Zello. Laki-laki jangkung berhidung mancung, si sapu arab--Ahmed, tampak melambaikan tangannya ke arah Aluna, Zello dan Davika yang baru saja mendarat setelah lepas landas dari Surabaya bersama pesawat yang membawa mereka.

Ahmed dengan cengirannya menghampiri Zello, di belakang laki-laki itu ada Aldo beserta Shilla yang terlihat cemberut, gadis itu masih mengenakan hijabnya sejak kejadian di rumah sakit beberapa waktu lalu.

"Woi brooo, balik juga lo akhirnya," kata Ahmed. Ia menepuk bahu Zello, Davika hanya memutar kedua bola matanya, sementara Aluna tak menunjukkan reaksi apa-apa.

"Shila kenapa ikut?" Tanya Zello, ia memandang Shilla yang kini tersenyum manis padanya.
"Tahu nih, ngerecokin aja ini anak. Pas mau jemput lo tadi kan kita baru kelar rapat, eh ini anak nyerobot kayak angkot kejar setoran," ucap Ahmed, melirik malas pada Shilla.

Zello memilih tidak menanggapi, matanya justru memperhatikan Aldo yang terlihat tersenyum hangat pada Aluna, dan, Zello tidak suka atas senyum Aldo yang menurutnya sangat memuakkan itu.

"Io mana?"

Kening Zello berkerut begitu menyadari Io tidak ada di antara mereka. Ia celingukan mencari keberadaan Io, temannya itu tak tampak di mana pun.

"Nanti gue ceritain," kata Ahmed, ia menghindari tatapan Zello untuk saat ini.

"Zell, gue capek deh. Buruan napa, ini rame-rame gini, terus gue gimana sama Aluna, mana cukup mobilnya?" Cerocos Davika sambil menghentak-entakkan kedua kakinya.
"Kita naik taksi aja ya, Dav." Aluna bersuara.
"Kalian sama gue dan Zello, Aldo bawa mobil sendiri," sahut Ahmed.
"Yaudah buruan! Gue capek tahu."

So I Love My ExTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang