Dating?

104K 12.7K 880
                                    

Kamu adalah angin masa lalu yang kembali muncul dengan sejuta rindu baru.

***

Aluna tidak tahu apa yang sedang menjadi buah dalam kepalanya. Tapi, menjadi makmum Zello saat salat dzuhur tadi membuat sesuatu dalam hatinya merasa benar. Ini bukan pertama kalinya mereka salat bersama, sewaktu masih pacaran beberapa kali Zello mengajaknya salat bersama di musala sekolah, laki-laki itu yang menjadi imam, ia dan teman-teman semasa SMA-nya menjadi makmum. Dan tadi pun, ada beberapa mahasiswa yang menjadi makmum Zello.

Sambil melipat mukena, Aluna merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. Lalu, ia beranjak meletakkan mukena itu di tempat semula. Matanya jatuh pada Zello yang tampak segar setelah salat, Zello menyisir rambut cepaknya dengan jari, membuat gerakan ke belakang. Aluna sampai harus tertegun untuk sekian detik. Kadar kegantengan cowok setelah salat itu bertambah berkali-kali lipat. Well, Aluna mengakuinya. Cowok itu lebih keliatan auranya setelah salat.

"Kamu ada kelas, Lun?"
"Eng, iya," jawab Aluna sambil memasang kembali sepatu converse classic miliknya.
"Minggu depan mama ada acara, kamu sama Davika diminta buat datang. Katanya mama mau dibuatkan kue sama kamu."

Aluna terkesiap, ia melihat ke arah Zello dengan mata membulat.

"Eng, minggu--"
"Ulang tahun pernikahan mama sama papaku, Lun."

Aluna menelan kembali ucapan penolakan yang hendak ia lontarkan.

"Iya deh. Nanti aku kasih tahu Davika."

Zello tersenyum tipis, Aluna merasa udara di paru-parunya terenggut begitu saja. Seutas senyum Zello membuatnya benar-benar tidak bisa move on. Sial.

"Lun..."
"Ya?" Aluna refleks menoleh. Matanya memandang Zello dengan dahi mengerut.
"Nanti malam, ada acara?"
"Hah? Nggak, kenapa?"

Ditatap intens oleh Zello membuat Aluna gugup. Badannya sudah panas dingin. Ia merasa udara di sekitarnya tambah pengap, oh kemana perginya oksigen?

"Aku jemput ya."
"Hah, memang mau kemana?"

Zello mengendikkan bahu, ia tersenyum misterius. Lalu meninggalkan Aluna yang masih bertahan di muka musala. Kembali menuju ormawa, dengan Shilla yang sudah bertengger di kursi kerja Departemen Infokom.

"Kenapa, Shil?"
"Oh itu, gue mau ngajakin lo jalan ntar malem. Beli buku."
"Gu udah punya janji, Shill."

Shilla mencembikkan bibirnya, wajahnya tampak memelas saat memandang Zello. Gadis itu mendekati Zello, berdiri di depan Zello dengan tangan bersedekap.

"Sejak gue bilang suka sama lo, lo jadi tambah ngejauh ya, Zell. Kenapa?"

Zello membuang napasnya. Ia harus tegas pada Shilla, Zello hanya menganggap Shilla sebagai temannya. Dan, kebaikannya selama ini murni karena ingin membantu Shilla yang seorang anak rantau. Zello tahu, sebagai anak rantau--apa lagi Shilla tidak diizinkan membawa motor oleh pamannya, pasti akan menemui banyak kesusahan saat ada acara kampus atau saat mengerjakan tugas. Dan, selama ini Zello memang setia menjadi tukang ojeg Shilla.

"Gue nggak mau ngasih harapan ke lo, Shill."
"Kenapa? Gue segitu nggak pantesnya ya buat lo?"

Zello menggeleng, ia memegang kedua bahu Shilla. Mata tajamnya menatap Shilla yang tampak menunduk, menekuri lantai berkarpet hijau.

"Karena gue suka sama orang lain dan nggak mungkin gue suka sama lo. Gue nggak mau ngasih harapan ke lo, Shill. Lo paham kan? Gue nggak mau jadi cowok brengsek."

Shilla mendongak, matanya berair melihat Zello di depannya. Shilla merasa harga dirinya terkoyak, ia mencintai Zello, kenapa laki-laki ini tidak bisa mencintainya balik?

So I Love My ExTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang