Apakah kamu sudi mencintaiku bersama segenap luka dalam hidupku ketika kamu memintaku tertawa?
-------
Kamarnya tampak berantakan, Aluna hanya bisa menatapnya dengan tatapan lelah. Tugas akhir untuk mengumpulkan 250 sketsa benar-benar menjadi beban baginya. Sisa satu setengah bulan lagi sebelum ujian akhir semester dan dosennya meminta tugas itu untuk segera dikumpulkan. Belum lagi, sejak tadi ponselnya terus-terusan berbunyi, Zello dan Aldo silih berganti mengiriminya pesan, bertanya tentang persiapan acara Seminar Jurnalistik yang akan berlangsung besok.
Mata gadis itu mengarah pada jam digital berbentuk persegi panjang di atas nakas kamarnya, 16:00, rupanya sudah waktunya untuk pergi ke kampus dan mengecek persiapan terakhir sebelum acara dimulai besok.
Aluna bergegas, membiarkan kamarnya tetap berantakan, dengan lantainya yang terciprat tinta cina di beberapa bagian. Gadis itu sudah mandi tadi, ia hanya tinggal memakai bedak dan pewarna bibir agar tampak segar, lalu mengambil sling bag kesayangannya dan meninggalkan kamarnya, dengan keadaan otak semrawutnya—dipenuhi oleh deadline tugas.
Sial, jadi mahasiswa merangkap anak organisasi memang bukan perkara mudah.
***
"Udah hubungin Mas Ahmad kan buat pinjem kunci ruangannyanya?"
"Udah kok Lun, santai aja."
"Emh itu, humasnya jangan lupa ngehubungi pemateri lagi ya buat persiapan terakhir."
"Iya, Lun. Beres."
"Sie acara, timing waktunya tolong diperhatikan. Gue nggak mau acaranya molor. Regist-nya jam berapa besok?"
"Jam delapan pagi, Lun."
"Ok sip. Gue tinggal dulu ya."
Mereka mengacungkan jempol, membiarkan Aluna pergi menemui Zello dan Aldo yang sibuk berunding—entah apa. Gadis itu membuang napasnya, ia benar-benar dilanda lelah luar biasa hari ini. Acara ini akan berlangsung pada hari sabtu, dan sejak kamis malam Aluna belum tidur sedikit pun, tugas memaksanya untuk begadang sampai hari ini. Kebetulan, ia hanya kuliah sampai hari kamis, dengan mata kuliah yang cukup padat di semester dua ini.
"Kamu kenapa?"
Mendengar suara Zello yang bertanya padanya membuat Aluna menatap laki-laki itu. raut wajah Zello jelas khawatir melihat wajah Aluna yang pucat dan tubuhnya pun tampak tak sehat hari ini.
"Kalau capek istirahat, Lun," sahu Aldo, Zello melirik laki-laki itu sekilas sebelum kembali memandang Aluna.
"Nggak papa kok."
"Ayo ikut aku."
"Kemana?"
Zello tak memberi jawaban, ia memilih untuk membawa Aluna pergi dari hadapan Aldo. Menuju bangku besi di depan ruang pertemuan, tempat mereka berkumpul tadi. Laki-laki itu mengeluarkan sesuatu dari dalam tas ransel yang sejak tadi menggantung di pundak tangannya yang sehat.
"Minum," kata Zello, Aluna menatap sekotak susu UHT putih itu dengan pandangan aneh. "Kenapa?"
Aluna menggeleng, lalu meraih sekotak susu itu dengan tangan kanan.
"Kamu dibawain lagi sama Tante Keya?"
"Bukan. Sengaja beli."
"Tumben?"
Zello tersenyum tipis, "Karena aku tahu kamu pasti lupa makan."
"Hah?"
Pipi Aluna memerah, ia buru-buru meminum susu dari Zello, sambil membuang pandangannya. Beberapa panitia yang lewat tampak menahan tawa saat melihat keduanya, Alya dan Nimas bahkan terang-terangan mengerlingkan matanya menggoda Aluna.
KAMU SEDANG MEMBACA
So I Love My Ex
General FictionSeries Campus 2 Bersahabat dengan mantannya mantan pacar? Why not? Berada dalam satu organisasi dengan mantan dan dia adalah ketua departemen tempatmu menjadi pengurus? Uh tunggu, itu enggak baik buat cewek yang sedang dalam upaya untuk move on. ...