Dalam diamku, selalu terselip doa, agar kamu mau berbalik arah, melihatku sekali lagi, bersamaku terakhir kali.
***
"Thanks, udah mau nganterin aku pulang dan buat jemputannya tadi," kata Aluna saat ia turun dari motor Zello.
"Hmmm...aku pulang."Aluna mengangguk kaku. Masih tidak memercayai apa yang terjadi pada dirinya dan Zello malam ini.
"Emhh Zell..."
Zello yang sudah menstater motornya, mengurungkan niatnya untuk segera pergi. Laki-laki itu menoleh pada Aluna dengan dahi mengerut, menunggu lanjutan kalimat Aluna yang terasa menggantung.
"Maafin aku," kata Aluna akhirnya. Zello membuang napasnya
"Maaf karena apa?"Aluna mengigit bibir bawahnya gugup. Matanya bergerak gelisah, ia hanya menunduk, menekuri tanah berpaving di bawahnya.
"Karena, emh karena anu...karena dulu mutusin hubungan kita gitu aja."
Zello tersenyum miring, ia menaikkan kaca helmnya. Manik matanya meneliti tubuh Aluna yang tampak gugup.
"Kamu menyesal?"
Aluna menggeleng. Bukannya dia tidak menyesal, hanya saja Aluna tidak paham apa yang sebenarnya dirasakannya. Menyesal? Mungkin saja. Dan, kepalanya refleks menggeleng, yang dia asumsikan sebagai kebingungan, namun Zello mengansumsikannya lain.
"Baguslah kalau kamu tidak menyesal," ucap Zello sambil kembali membenahi helmnya.
"Aku harap kamu bisa dapetin yang lebih baik dariku, Zell," ucap Aluna pelan.
"Kamu tidak pernah tahu apa yang terbaik untukku Aluna, jangan merasa yang paling tahu tentang diriku. Kamu tidak lebih dari masa laluku, Aluna."
Setelah mengucapkan kalimat itu Zello meningalkan Aluna di depan rumahnya. Menyalakan motor kesayangannya membelah malam, tidak lagi berbalik ke arah Aluna yang hanya mematung di tempatnya, meresapi kalimat yang tadi dilontarkannya. Dia hanya masa lalu, tidak lebih. Aluna tersenyum masam.
***
Aluna mendorong trolly belanjanya dengan setengah melamun. Davika yang berjalan di sampingnya sambil memilih beberapa snack dari rak, bukannya tidak sadar akan kelakuan sahabatnya itu. Tapi, gadis itu membiarkan Aluna larut dalam lamunanya, sementara ia sibuk memilih makanan ringan dan beberapa bahan makanan mentah untuk mereka masak. Kegiatan rutin mereka setiap bulan, memasak bersama di rumah Aluna. Hitung-hitung Davika belajar memasak dari gadis itu, karena jujur saja awalnya dia tidak bisa memasak sama sekali. Dan, Aluna adalah guru terbaik--karena gratis--untuk mengajarinya memasak, yang tidak mungkin ia dapatkan dari mamanya yang wanita karier itu.
"Lunn...jeruk nipis apa lemon?" Tanya Davika sambil mengguncang bahu Aluna.
"Hah?"
"Tuh kan ngelamunn...gue tanya nih, jeruk nipis apa lemon?" Ulang Davika dengan wajah sebalnya. Aluna tidak sadar, mereka sudah sampai di area sayuran.
"Jeruk lemon aja," sahut Aluna sambil melirik beberapa sayuran di dalam keranjang besar yang sedang dijajakan.
"Lun, jadi masak gurame kan?"
"Eem..."Davika berdecak, "kelamaan bergaul sama Zello, jadi ketularan irit bicara kayak dia ya, Lun?"
"Huh? Nggaklah!"Davika terkekeh, mereka berjalan menuju tempat ikan-ikan segar yang dijajakan di dalam supermarket itu. Ada beraneka ragam ikan segar maupun ikan asin yang dijajakan di sana, dan semuanya itu membuat mata Davika berbinar ingin meminta Aluna mengajarinya memasak ikan-ikan yang dijajakan di sana.
"Loh, Aluna kan? Sama Davika?"
Seorang wanita paruh baya yang tadi sibuk memilih Ikan Bandeng membuat Aluna dan Davika terkejut. Wanita paruh baya dengan senyum cerianya itu tampak berbinar saat menatap mereka. Davika yang sadar siapa wanita itu langsung mengulurkan tangannya dan mencium punggung tangan wanita itu, disusul oleh Aluna.
KAMU SEDANG MEMBACA
So I Love My Ex
General FictionSeries Campus 2 Bersahabat dengan mantannya mantan pacar? Why not? Berada dalam satu organisasi dengan mantan dan dia adalah ketua departemen tempatmu menjadi pengurus? Uh tunggu, itu enggak baik buat cewek yang sedang dalam upaya untuk move on. ...