Kenyamanan

201 9 0
                                    

RANI POV

Angga menarik tanganku menuju taman. Ah dia benar-benar menyebalkan.

Bagaimana bisa dia menipuku?

Aku pun dibuatnya duduk di kursi taman. Barang belanjaanku sudah dia taruh di mobilnya bersama dengan belanjaannya. Maka tinggalah aku dan dia saja di kursi taman. Oh! Ada satu kantong sesuatu rupanya.

Dan isinya adalah kotak p3k.

Ia mengeluarkan kotak itu dan membuka isinya. Mencari-cari sesuatu di dalamnya lalu mengangkatnya tinggi-tinggi. Sungguh membuatku takut.

"Jangan bilang lo mau ngejait gue?" Tebakku sok tau.

Namun ia ternyata mengeluarkan kapas seperlunya dan juga obat cair. Meneteskan beberapa obat cair ke kapas lalu mengoleskannya ke lukaku.

Perih. Refleks aku menjerit kesakitan.

"Whuuaaa!! Aaaahhh!! Sakiit!!"

Angga bergidik ngeri. "Eeh! Jangan teriak kayak gitu. Kesannya gue kayak ngapa-ngapain elo jadinya"

"Yaa elo kan emang lagi ngapa-ngapain gue! Lo ngolesin obat tanpa bilang-bilang, sakit tau!" Pekikku. Maklum lah, kesel.

"Bawel."

Ia terus saja mengoles obat ke lukaku. Kupandangi dia. Betapa pedulinya dia padaku. Melihatnya begitu aku merasa bersalah.

"Baru gini aja udah menjerit. Apagi kalo dijahit, nendang gue kayaknya" ucap Angga tertawa kecil dengan tangan yang terus mengoleskan kapas.

Aku pun ikut tertawa sambil mengacungkan jempol. "Tau banget!"

Sambil ketawa-ketiwi, tak berapa lama pengobatan ala Angga pun selesai. Ia sudah menempelkan kain kasa ke lukaku. Oh aku beruntung dia tidak benar-benar menjahitnya. Setelah itu ia tersenyum merasa bangga, namun aku malah mencibirnya.

Ia memandangiku lekat-lekat. Sadar aku pun balas ikut menatapnya.

"Sorry... Gue gak dateng waktu itu" nada bicaranya terdengar serius menjelaskan pasal tempo hari. Tapi terkesan santai bagiku.

"Tapi tadinya gue pikir lo bakalan ngambek sama gue satu bulan. Eh nyatanya enggak. Boro-boro marah yang ada lo nya malah dengan sok pinternya milihin sikat gigi buat gue" ia tertawa geli.

Aku terkekeh. "Tapi suka kan?"

"Enggak."

Raut wajahku remeh seolah mengatakan aah yang benerr?, menggodanya.

"Enggak. Serius."

"Eleh. Bohong. Suka kan Suka kan??" Jariku menunjuk-nunjuk dengan pandangan sok tau.

Pada akhirnya ia pun terkekeh dan berdehem. Tanda iya bagiku. Sontak aku pun tertawa ia pun juga tertawa.

"Ah tapi gue mau ngambek aja ah. Lo pakek ingkar janji segala marah aja gue ni marah ni" Kataku sok-sokan sambil bersedekap. Menghadap ke lampu taman dengan bibir dimanyunkan.

Ia menghembuskan nafas cepat lewat hidung. "Lucu lo." Katanya sambil mendorong bahuku.

Aku acuh. Ia terus memandangiku. Menatapku remeh seolah yakin aku gak bisa ngambek lama-lama. Dih sok tau. Aku bisa kok! Batinku.

"Hey!" Ia menoyor bahuku tapi aku tetap saja mengambek.

"Hey!" Usiknya lagi menggodaku. Kali ini mencubit hidungku spontan aku menghempaskan tangannya sok kesal.

"Heeeyyy...!" Kali ini ia mencubit hidungku dengan sedikit goncangan membuatku meringis.

"Iiih.. rese!"

Ia malah cengar-cengir sendiri. "Sok ngambek.." sahutnya mengejek.

Sontak aku pun tertawa. Entah kenapa tiba-tiba saja aku ingin tertawa. Mungkin karena melihat ekspresi wajahnya yang lucu saat sedang tertawa kali. Entahlah.

Intinya kita berdua saling terkekeh-kekehan sambil toyor-toyoran.

"A-a-aauh.. sssshh..!" Ringisku refleks ketika tangannya tak sengaja menekan lukaku.

"Ehiya sorry-sorry" ia terkekeh.

"Sakit ni!" Kataku sambil menunjukan lenganku sok manja kemudian terkekeh.

Ia malah menertawaiku. "Kasihaan.." cibirnya kemudian meniup lukaku yang tertutup kasa. Berusaha membuat lukaku tidak lagi perih. Padahal lukaku sedang tertutup kasa otomatis usahanya itu sia-sia.

"Gak mempan"

"Ohiya! He he he" kami pun tertawa bersama-sama.

Tiba-tiba aku berceletuk sambil mengingat belanjaannya tadi yang cukup banyak dan kebanyakan berupa bahan mentah. "Lo mau masak ya? Belanjaan lo banyak banget?"

"Hmm.. tapi gue gabisa masak paling goreng-goreng gitu aja"

"Eh goreng goreng gitu aja juga ada triknya loh. Gak main nyemplungin ayam mentah ke dalam minyak panas aja"

Kulihat dia yang langsung beralih menatapku. Kurasa ia mulai tertarik dengan obrolanku. Insiatif aku spontan melanjutkannya.

"Ayamnya lebih baik diungkep deh pake bumbu-bumbunya juga biar lebih meresap" jelasku. Pandangan Angga lekat kepadaku. Melihatnya begitu aku merasa gugup.

"Emm.. Jadi pun kalau mau digoreng gak usah takut masih mentah lagi kan udah di ungkep. Terus bumbu-bumbunya kasih aja bawang merah, bawang putih, kunyit sedikit, eh tapi gausah deh kunyitnya, kasih ketumbar aja biar--" ucapanku spontan terpotong.

Terpotong karena sesuatu yang lembab tiba-tiba membungkam mulutku dengan lembut.

Membuatku tersentak kaget.

Apa itu?

●●●

ANGGA POV

Ketika aku membantu mengobati lukanya, sungguh aku merasa geram sekali dengan mulut Rani yang sangat bawel.

Ya, tapi itu cukup manis.

Aku sebenarnya tidak tau alasan kenapa lengan Rani bisa terluka seperti ini. Paling itu karena ulahnya yang ceroboh, masuk akal juga kan. Tapi entahlah. Namun insting insiatifku tiba-tiba muncul untuk membantunya mengobati luka yang tampaknya tidak pernah ia obati sebelumnya.

Setelah selesai, kupandangi Rani. Memandanginya yang terus bercerocos lebar tentang sesuatu. Terkekeh manis ketika bercanda. Bertingkah aneh yang membuatku rasanya ingin mengusiknya terus. Entah kenapa dia selalu bisa membuatku nyaman.

Rani juga tampaknya tipikal gadis yang cukup acuh.

Aku suka dia. Ah! Lagi-lagi bicaraku ngawur.

Selama ia terus berbicara panjang lebar, aku terus memandanginya. Menatap mata hazelnya yang teduh, rambutnya yang tergerai indah hingga membuat tanganku gatal untuk menyentuhnya, juga bibir merah muda gadis itu yang terus bercerocos lebar, sungguh rasanya aku geram sekali.

Aku terus memandanginya. Terus menatap wajahnya. Melirik matanya lalu beralih ke sesuatu berwarna merah muda itu.

Kemudian tanganku refleks menyusup ke belakang kepalanya. Tapi ia masih belum sadar kala itu dan terus saja bercerocos mengenai masakan.

Wajahku terus maju semakin dekat. Hidungku dan hidungnya saling bersinggungan ketika wajahku sudah berada di depan wajahnya. Jarakku dan dia sungguh rentan. Aku bahkan tak sempat lagi memikirkan hal lain.

Dan kemudian aku membungkam mulutnya tiba-tiba. Membuatnya berhenti bicara dan tersentak kaget. Sesaat ku nikmati ekspresi kagetnya itu. Yang kini beralih ke tangannya yang mencoba mendorong namun ku tahan dengan lembut.

Mencoba untuk lepas sebelum pada akhirnya ia turut merasakan hal yang sama. Seperti apa yang sedang aku nikmati saat ini.

Rasa nyaman.

.
.
.

TBC

If I'm Yours [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang