Kenyataan Pedih

252 10 0
                                    

ANGGA POV

"Apa yang kamu lakukan disini? Pergi! Udah gak ada lagi urusan di antara kita Angga!" Katanya. Namun aku tau itu Sebenarnya adalah perkataan palsu.

"Aku gak akan pergi, Rani. Sebelum semuanya jelas."

Tangan Rani menepis cengkraman tanganku di pergelangan tangannya. Sadar diri, aku pun melepasnya.

Aku dan dia saling berpandangan. Bukan untuk saling lirik-lirikan manja, namun untuk meminta kepastian.

Ia tertawa hambar. "Apanya? Bukannya malam itu semuanya udah jelas sampe ke rinciannya? Kamu masih gak yakin?" Rani tertawa sinis. Seolah menertawakan kebodohanku.

"Heey! Syifa itu benar. Semua ini cuma sekadar skenario. SKENARIO BELAKA." Pandangan matanya menusuk onyx mataku secara halus. Membuatku bungkam untuk memastikan lagi.

"Ck. Sekarang semuanya jelas dan kamu boleh pergi. Aku gak mau ada yang bikin rusuh di gallery ini." Rani membalikkan badan untuk buru-buru pergi.

Namun lagi-lagi aku menahannya lengannya. Mencengkeramnya pelan agar dia tidak bisa pergi.

"BERHENTI MELAKUKAN SEMUA INI ANGGA!" Rani memekik. Menepis tanganku.Membuat semua mata yang ada beralih memandangi kami intens.

"Kenapa kamu melakukan semua ini?"

"Karena aku tau kamu itu bohong Rani!!!"

Rani bungkam sejenak. Memalingkan wajah, tidak ingin menatapku.

"Aku tau kalo sebenarnya kamu itu tulus selama ini Rani." Aku mencoba menjadi pereda diantara masalah ini.

"Enggak! Kamu itu cuma terlalu gampang dibodohi Angga!" Ck. Dia tidak berani menatap mataku.

"Kalo gitu buktiin Rani! Buktiin kalo selama ini kamu emang cuma skenario!"

"Aku gak cinta sama kamu!" Katanya lantang.

"Bohong!"

"Kamu itu laknat! Bajingan! Kamu gak pantas jatuh cinta Angga!" Ia sama sekali tidak menatap mataku. Aku tidak percaya dengannya.

"TATAP MATA AKU RANI!"

Ia menoleh, gugup, perlahan. Lalu pelan-pelan menatap mataku. Aku tau dia tidak akan sanggup mengatakan itu.

"TATAP MATA AKU DAN NGOMONG KALO KAMU GAK PERNAH CINTA SAMA AKU!!!"

Bibirnya bergetar. Aku tau Rani, sebenarnya kamu berbohong.

"AKU GAK PERNAH CINTA SAMA KAMU!!!"

Aku tertegun.

"Kamu itu mengganggu! Dan Sumpah demi apapun, kamu itu benar-benar memuakkan, Angga. Memuakkan!"

Jleb.

Dan aku benar-benar tak bisa menyangkal semua ini. Kenyataan ini.

Rani. Benar-benar berskenario saja selama ini.

"Aku tidak pernah tulus sama kamu. Semua ini hanya skenario." Katanya sekali lagi. Menjelaskan semuanya.

Dan kemudian dia melenggang pergi meninggalkanku. Meninggalkan aku yang terpaku, dengan kenyataan yang tak bisa ku sangkal lagi.

***

Aku mengendarai mobilku dengan pikiran yang ngelantur entah kemana.

Mungkin aku harus belajar menerima kenyataan. Bahwa aku adalah laknat yang mencintai sahabat pacarku sendiri, dan menyia-nyiakan kekasihku.

Bukan. Bukan aku yang menyia-nyiakan kekasihku. Namun karena egonya yang begitu tinggi itulah yang menuntunku untuk mencintai orang lain.

Dan orang yang ku cintai secara tulus itu, tidak benar-benar mencintaiku.

Apa ini karma?

Namun, aku masih tak tau apa kata takdir yang sebenarnya.

"Lo itu bodoh Ngga! BODOH! LAKNAT! HUAARRRGGH!!!" Aku merutuk diri sendiri. Sembari memukul-mukul tangkai kemudi. Menyesali perbuatan bodoh yang telah aku lakukan selama ini.

Tiiiiitt!!

Spontan aku buru-buru memutar setir cepat. Menghindari mobil truk yang melintas tiba-tiba di hadapanku.

Aku juga kehilangan kekonsetrasian. Lebih baik melewati jalan pintas yang sepi saja sekarang untuk menuju rumahku. Daripada malah membuat orang lain jadi celaka.

Namun kala aku sedang di perjalanan pulang, tak sengaja mataku melirik sesuatu di pinggir jalan. Sukses menarik perhatianku.

Kurasa aku kenal dengan orang yang sedang di keroyok itu. Di keroyok di samping mobil SUV silver.

Tunggu! Itu kan mobilnya...

Segera aku memarkirkan mobilku asal dan langsung menghampirinya.

"WOY! Apa-apaan nih main ngeroyokan aja HA?" Gerutuku kesal. Menyulutkan emosiku saja.

Seorang pria berbadan tinggi kekar, besar, berkumis, berjalan mendekatiku. "Ini bukan urusan anda!"

Tapi yang mereka gebuki itu adalah teman dekatku. Aku tak mungkin bisa tinggal diam.

"Brengsek lo!"

BUGH!

Kakiku langsung menendang perutnya, membuat orang itu sedikit terdorong ke belakang.

Aku melirik ke belakang pundak, memperhatikan Randi yang masih terbaring lemah dengan siku yang menumpu tubuhnya.

Pelan-pelan Randi bangkit untuk kemudian pergi setelah mengusap darah yang menyucur dari hidungnya.

GEDEBUK!

Balok kayu tiba-tiba memukul pundakku. Membuat tubuhku terdorong ke bawah sedikit dan meringis. Untuk membela diri, aku melawan orang itu.

Ku layangkan lenganku untuk menghempas tangannya. Agar balok kayu itu terlepas dari pegangannya.

"Beraninya kau ikut mencampuri urusan kami!!!"

Dua orang lainnya ikut menghajarku. Namun ku coba melawan mereka secara bergantian. Setidaknya menangkis pukulan yang diberikan.

Memukul dan menangkis. Menendang dan menubruk dengan telapak kaki. Melempar tubuh salah satunya.

Namun aku tetap juga terpukul. Ditonjoki. Aku masih bersikeras bangkit. Dan kembali melawan lagi.

"Jangan main-main dengan kami!!!"

"Tapi kalian sudah hampir menghabisi teman saya!!!"

"Itu karena salah temanmu sendiri!! Dia tidak melunasi hutang-hutangnya!"

Aku tertegun.

Aku memang belum mengetahui alasannya. Tapi aku sudah keburu salah paham duluan.

Hal ini malah membuat nyawaku dalam kondisi yang terancam bahaya sekarang.

Gedebuk!

Mereka memukulku. Jadi aku kembali melawan.

Lagipula aku sudah membantu Randi. Setidaknya itu sudah cukup untuk menggantikan maafku waktu itu.

Akhirnya mereka semua terjatuh. Sudah tergebuki olehku.

Aku mengelap darah yang keluar dari ujung bibirku. Lalu berbalik karena menurutku masalah ini sudah selesai.

Namun ku dengar hentakan kaki. Seperti orang yang sedang berlari. Lantas aku pun berbalik.

Dan... SRREKKK!!

Mataku membulat dengan sempurna. Nafasku seketika tercekat kala sesuatu yang dingin dan tajam masuk ke dalam perutku.

Orang itu menusukku dengan pisau. Mendorong pisaunya terus sampai benar-benar masuk ke dalam perutku. Membelah dagingku. Kurasa sanggup mengenai organku.

Dan darah memuncrat keluar. Tidak hanya dari perutku. Tapi juga dari mulutku.

Orang itu terus menusukkan pisau itu semakin mendalam.

"Pak disana pak!"

"Astagfirullah...!"

"Kejar pak kejar!"

"ANGGA!"

Dan setelah itu semuanya menjadi gelap dan mati rasa.

***

If I'm Yours [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang