Emosi

197 11 0
                                    

ANGGA POV

Aku mendengar bunyi gedebruk orang mengetuk pintu apartemenku di luar. Aku baru saja keluar dari toilet. Dengan tangan yang mengusap-ngusap rambut dengan handuk, aku pun pergi menuju pintu.

Oh iya! Aku sudah pakai baju kok. Hanya rambutku saja yang masih basah.

Cklik. The door is unlocked!

Pintu terbuka. Kemudian aku berhadapan dengan Randi yang tengah menatapku.

"Eh Ran. Kenapa Ran? Tumben-tumbenan lo dateng kesini?" Tanyaku.

Randi acuh dan malah melangkah masuk melaluiku. "Gak ada sih. Cuma ada yang mau gua omongin."

Sambil mengeringkan rambut, aku berbalik dan berjalan mengikuti Randi. Randi berjalan menuju kulkas dan mengambil sekaleng minuman. Sementara aku menuju sofa dan duduk di sana.

Randi berjalan ke ruang tamu dimana ada aku. Sembari meneguk minuman kaleng itu sampai habis lalu menaruhnya di atas meja. Ia kemudian bersandar pada tembok.

Aku mengernyit melihat tingkah Randi yang tampak tergesa-gesa. Ia tampak aneh hari ini.

"Kenapa sih lo?" Tanyaku penasaran.

Ia diam sejenak. Mengedarkan seluruh pandangannya ke penjuru ruangan.

"Jadi lo pernah bawa dia masuk ke sini?" Tanya dia. Aku mengernyit.

Mungkin maksud Randi 'dia' itu adalah Syifa. Jadi aku mengangguk. "Emangnya kenapa?"

Randi malah tertawa sinis. Ia melangkahkan kakinya.

"Apa aja yang udah lo lakuin di belakang kita? Kalian udah ML?" Introgasi Randi.

Aku menautkan kedua alisku. Benar-benar bingung dengan tingkah aneh Randi. Sebenarnya, dia ini sedang bicara apa?Dia, dia yang dia maksud itu siapa?

"Lo ini ngomong apaan sih dari tadi? Sumpah ya gue gak ngerti, lo gak jelas banget." Kataku.

Aku tak sengaja melirik tangan Randi. Tangannya terkepal. Seperti orang yang sedang menahan emosi. Sebenarnya ada apa?

"Lo itu yang gak jelas! Laknat banget tau gak lo!" Randi tampak membentak. Seketika mengundang amarahku.

Aku menghempaskan handuk yang kupegang. Berdiri dan memandang Randi dengan tatapan membunuh.

"Lo itu kenapa sih? Gue gak ngerti ya maksud lo itu apa. Dan tolong jaga omongan lo!"

"Lo itu masih sayang gak sih sebenernya sama Syifa?" Tanya Randi langsung. Kali ini aku makin mengernyit.

"Maksud lo? Gue makin gak ngerti ya sama pembicaraan lo yang makin mengaur."

"LO ITU MASIH SAYANG GAK SAMA SYIFA?"

Aku terdiam sejenak. Aku benar-benar gak paham dengan tingkah Randi yang aneh seperti itu.

"Lo suka sama Rani?" Tuding Randi.

"Apa sih lo? Enggak!" Sergahku.

"Lo cinta kan sama Rani?"

Aku terdiam. Agaknya heran dan bingung. Bagaimana bisa Randi.. tau.. soal ini?

"Gak bisa jawab lo kan. Karena gue tau lo cinta sama Rani. Iya kan?" Sahut Randi lagi.

"Gue cinta atau enggak sama dia itu bukan urusan lo."

GEDEBUK!

Sebuah tinjuan melayang ke pipi kiriku. Aku terjerembab. Menimbulkan suara bising karena beberapa barang tak sengaja ku senggol saat aku terjatuh.

Aku buru-buru bangkit sambil berceletuk kasar. "Maksud lo apa?" Daan.. GEDEBUK!

Aku melayangkan tinjuanku ke pipinya juga. Hingga ia yang kini jatuh terjerembab.

Ia menatapku gusar sambil mengelap darah yang keluar di ujung bibirnya.

"Seharusnya lo mikir apa yang udah lo lakuin Ngga!"

Aku memandangnya yang mencoba untuk bangun. Ingin rasanya melayangkan tinjuku lagi.

"Kalo lo cinta sama Rani gak gini caranya! Lo gak harus ngeduain Syifa Ngga! Seharusnya lo putusin Syifa dulu, setelah itu lo mau ngapain sama Rani terserah lo!"

Aku terdiam. Mungkin ucapan Randi juga benar. Aku sendiri sebenarnya belum tau apa isi hati ini. Masih samar-samar.

Aku gak tau siapa orang yang lagi  menempati hatiku ini. Entah Rani atau Syifa, aku masih belum tau. Abu-abu.

"Gue gak mau nyakitin Syifa, Ran..."

"KALO LO GAK MAU NYAKITIN SYIFA TERUS KENAPA LO MAU NGELAKUIN HAL INI BANGSAT?!"

"LO GAK TAU GIMANA RASANYA BERADA DI POSISI GUE! KARENA LO CUMA BISA NGELIAT DOANG GAK BISA MERASAKAN!"

"BASI! KALO TAU TERNYATA LO CUMA BISA NYAKITIN SYIFA DOANG MENDINGAN DARI AWAL SYIFA SAMA GUE AJA NGGA!"

"YAUDAH LO PACARIN AJA SANA SYIFA!"

Randi seketika terdiam. Meratap sesaat.

"Kalo Syifa mau sama gue, gue pasti bakalan milikin dia dari awal, Ngga. Tapi dia malah milihnya elo. Dan bodohnya lagi elo malah sia-siain dia!" Dia menggeram kesal dan berdengus kasar.

Dia memandangiku tajam sebelum pada akhirnya berbalik badan dan menuju ke luar.

GEDEBRUK!

Ia sengaja Membanting pintu keras-keras sampai terdengar bunyi gedebruk besar. Dan aku tersentak karena itu.

Sedetik kemudian Randi pun sudah benar-benar menghilang dari hadapan.

"Kalo Syifa gak bikin gue tertekan, gue gak bakalan mungkin lari ke Rani, Ran. Karena ketika gue sama dia, gue jauh lebih merasa nyaman."

●●●

If I'm Yours [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang