Terus Saja Curiga

296 15 0
                                    

SYIFA POV

Kemarin Rani udah cerita semuanya. Apa yang udah dilakukan Angga dengan Rani. Aku jadi semakin takut. Aku takut kecurigaanku selama ini benar. Tapi semoga saja tidak. Semoga hanya refleks seperti yang dikatakan Rani. Baiklah. Aku menarik nafas dalam dan melirik Angga yang ada dihadapanku. Kami sedang duduk berhadapan di lokasi shooting Angga. Angga sedang break.

"Kamu kenapa Syifa? Kenapa liatin aku kayak gitu?"

"Hah? E-enggak-enggak. Gak ada apa-apa" aku menyengir.

Kulihat Angga mengangguk. Acuh. Lalu dia membuka ponselnya dan terlihat sibuk memperhatikan ponsel.

Aku mencoba mengintip.

"Kamu ngapain sih? Serius banget. Ngeliatin instagram cewek-cewek cantik ya?" Aku merampas ponsel ditangan Angga.

Angga mengacuhkan. Kulihat apa yang dia buka di ponselnya. Ternyata joox yang dia buka. Aku lalu mengembalikan ponsel padanya.

"Kamu kenapa sih? Belakangan ini aku perhatiin curigaan terus?"

Dia menatapku. Aku balik menatap sambil membasahi bibir.

"B-bukannya gitu. Aku kan cuma nanya doang"

Angga menatapku heran tanpa berkedip. Setelah itu kulihat Angga berdengus dan menggeleng.

Maaf Ngga. Bukan maksud aku buat kamu risih. Aku sayang sama kamu aku gak mau kamu nyelewengin aku. Aku cuma takut Ngga. Cuma itu. Kupandangi lagi dia. Aku menggigiti bibir dan menyandarkan punggungku ke atas sandaran sofa.

"Ngga.." panggilku lirih. Angga menoleh.

"Maaf.." aku menyengir. Semoga saja dia tidak lagi marah.

Dia menghembuskan nafas dan mengangguk. Setelah itu dia pindah duduk di sampingku. Dia memasang earphone dan menyandar. Dia memejamkan kedua matanya sambil menghela nafas. Aku tersenyum.

●●●

ANGGA POV

Sudah berapa kali kuperhatikan. Syifa terus saja curiga padaku. Kenapa? Aku juga tidak tahu. Oleh karena itu, malam ini sengaja ku ajak dia pergi jalan ke mall. Semoga saja dengan cara itu dia tidak akan lagi terus merasa curiga. Lagipula kami sudah jarang menghabiskan waktu berdua. Jadi, tidak ada salahnya juga bukan? Ini dia quality time buat kamu Syifa. Jangan curiga lagi, oke!

"Kita mau kemana dulu?"

"Mm.." Syifa berfikir sejenak. "Ke situ aja!" Syifa menunjuk salah satu toko pakaian.

Aku dan Syifa masuk ke dalam toko. Syifa celingak-celinguk. Memilah pakaian.

"Mm.. aku bingung Ngga. Yang mana ya?" Syifa memandangku. Raut wajahnya kebingungan. Baiklah. Akan kubantu.

Kami masih berkeliling dan melihat-lihat. "Yang ini lumayan" aku mengambil sehelai baju warna biru muda dan kutunjukan pada Syifa.

"Lumayan" katanya seraya melirik baju itu. Syifa mengambil baju itu dari tanganku.

Syifa mencoba menyelaraskan baju itu dengan badannya tapi tifak memakainnya. Seolah memeriksa apakah muat dan cocokkah dengan tubuhnya.

"Gimana? Bagus gak?"

Aku mengangguk mantap dan tersenyum.

"Udah ambil aja."

Aku lalu mengajak Syifa untuk mencari-cari baju lagi. Siapa tau satu baju masih kurang.

"Kalo yang ini?" Syifa mencoba mempaskan baju itu ketubuhnya lagi, masih tidak memakainya.

Aku mengangguk mantap.

"Yang ini?"

Syifa menunjukan baju yang lain.

"Bagus. Kayaknya semua bagus deh sama kamu"

Syifa tersenyum senang. Kulihat pipinya merona. Setelah itu dia mengajakku untuk ke kasir. Sepertinya baju yang dia pilih sudah cukup. Atau jangan-jangan dia langsung terkesima saat aku memujinya seperti tadi. Tapi bahasaku biasa saja tidak ada mewah-mewahnya. Tapi.. entahlah.

Setelah selesai keluar dari toko pakaian, kami lanjut ke toko sepatu. Syifa mau lihat-lihat sepatu katanya.

"Yang ukuran 39 ada mbak?" Tanya Syifa pada penjaga toko.

Penjaga toko tersebut langsung saja mencari sepatu dengan ukuran sesuai permintaan Syifa.  Aku celingak-celinguk melihat sepatu dan sendal yang ada disini. Tiba-tiba mataku mendadak terfokus pada sendal bertali yang hampir mirip dengan milik seseorang. Rani. Aku tersenyum miring. Kenapa aku malah jadi memikirkan Rani? Tidak. Tidak seharusnya aku memikirkan dia. Oke Angga.. fokus sama Syifa.

Syifa berbalik dan mencariku. "Angga! Aku udah dapet sepatu yang aku cari. Habis ini kita nonton yuk!"

Aku menoleh dan memandanginya. Setelah itu alu mengangguk sambil tersenyum.

Kami berjalan menaiki eskalator ke lantai atas. Bioskop sudah terlihat. Kami menuju kesana.

"Mau nonton apa Syif?"

Syifa melihat-lihat daftar film yang ada. Ujung-ujungnya yang kulihat dari dirinya hanyalah raut wajah bingung.

"Terserah kamu aja deh Ngga"

Aku lalu melihat daftar film yang ada. Kuputuskan untuk memilih film komedi karena untuk horor dan romantis sudah terlalu sering. Syifa setuju. Setelah membeli dua tiket, aku dan Syifa langsung saja menuju studio tempat dimana film yang kami pilih ditayangkan. Kebetulan film diputar sebentar lagi. Aku dan dia lalu duduk di bangku barisan tengah dijejeran tengah juga. Aku menyandarkan punggungku.

Aku tersentak. Kulihat seseorang yang ku kenal masuk studio yang sama dengan kami. Aku terhenyak beberapa saat.

●●●

Sudah cukup quality time buat Syifa. Kali ini waktunya untuk pulang. Aku lalu mengantar Syifa pulang dengan mobilku.

Pandanganku lurus ke depan. Di dalam mobilku hening. Syifa menatap keluar jendela. Aku diam. Aku fokus menyetir.

Tadi kulihat Rani sedang bersama dengan adik perempuannya yang berumur kisaran lima belas tahunan menonton film yang sama dengan kami. Di studio yang sama pula! Aku senang. Tunggu! Kenapa aku senang? Ah aku menggeram dalam hati pelan. Memang tudak seharusnya aku memikirkan Rani. Memang tidak seharusnya aku mempunyai perasaan yang aneh terhadap Rani. Seharusnya aku sadar. Aku sudah punya Syifa. Dan Rani sudah punya Iqbal. Tidak seharusnya aku begini ya tidak seharusnya.

Kuingat tadi saat di bioskop. Ah kenapa aku terus curi-curi pandang dengan Rani? Rani duduk di bangku barisan tiga paling awal di bawahku. Ku pastikan dia tidak menyadari bahwa ada aku. Kupastikan juga dia tidak tahu kalau aku terus meliriknya. Karena Syifa sendiri bahkan tidak sadar. Oh ayolah bung! Berhenti memikirkan Rani. Fokuslah menyetir fokuslah!

"Angga?"

Aku tersentak kaget dan langsung saja menoleh. "Iya Ra--Syifa..he he" aku menyengir.

Huh! Hampir saja aku menyebutkan nama Rani. Ini karena aku terus saja memikirkan dia! Hah Beruntung nama lengkap Syifa itu Rasyifa. Kalau tidak.. Syifa akan curiga lagi.

Syifa awalnya mengernyit. Karena tidak biasanya aku memanggil dia dengan nama panjangnya. Bisa kupastikan pasti dia heran. Tapi setelah itu dia kembali biasa lagi.

"Makasih ya" Syifa senyum. Pipinya merona. Kulihat dia agak gugup. Tidak biasanya.

Aku balik tersenyum. "Iya"

Syifa meraih tanganku. Aku melirik sekilas. Kulihat tangan Syifa yang menyentuh punggung tanganku. Aku menoleh.

"Maafin aku Ya Ngga. Selalu curigaan terus sama kamu" syifa menatapku sambil senyum.

Aku tersenyum tidak yakin.

●●●

TBC

If I'm Yours [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang