Mendekati Akhir

274 8 0
                                    

RANDY POV

"Ngga! Gua minta maaf Ngga bangun lu Ngga BANGUUN!!" Gua memekik tepat di telinganya, namun dia tetap gak mau bangun juga.

"Gue belum minta maaf sama lo Ngga! Masalah lo sama gue belum selesai!" Namun ia tetap tak mau menggubris.

Gue terus mengikuti perawat yang membawa Angga hingga menuju ruang ICU.

Angga udah mulai pucat. Darahnya keluar banyak. Gue khawatir. Gue gak tau harus apa.

"Maaf, anda tunggu di luar saja."

Perawat melarang gue untuk masuk. Namun di luar sini gue merasa khawatir. Angga udah ngorbanin nyawanya demi gue. Dan dia hampir mati gara-gara gue.

Sumpah! Gue bener-bener gak tau harus apa.

"Oh iya! Gue... gue harus ngehubungin Syifa. Dia harus tau mengenai kondisi Angga."

Jari jemari gue pun menscroll layar ponsel mencari nama panggilan Syifa. Setelah itu mengklik panggilan dan menempelkan ponsel di telinga.

"Halo?" Suaranya mulai terdengar di ujung sana.

"Halo. Fa... Syifaa..." gue cemas setengah mati.

"Ada apa Ran?"

"Angga..."

"Kenapa dengan dia?" Nada Syifa agaknya acuh.

"Dia koma! Dia hampir mati gara-gara gue!"

"HAH?"

***

RANI POV

Aku buru-buru menuju Rumah Sakit Kasih Harapan bersama Iqbal setelah mendapat kabar buruk dari Syifa ditelepon.

Dia bilang Angga kritis.

Ya tuhan itu tidak boleh terjadi!

"S-Sus-ter! D-dimana kamar pasien atas nama Angga Prayudha?" Tanyaku pada salah satu suster yang bertugas mencatat setiap pasien yang ada.

Aku menggigiti kuku jari kala suster memindai data. Sungguh aku merasa panik.  Sangat cemas.

"Kamar melati putih nomor 202."

"Makasih sus!"

Aku segera berlari menuju kamar 202 yang mana ada di koridor atas. Iqbal mengikutiku dari belakang.

Setelah di lantai atas, aku langsung menuju kamar 202. Dimana sudah ada Syifa dan Randi yang berdiri termangu di depan ruangan.

"Angga..." gumamku cemas.

Kulirik Angga yang terbaring lemah tak bergerak di atas ranjang di balik kaca. Tubunya dipenuhi selang-selang alat rumah sakit juga alat pernafasan di hidungnya.

Aku membungkam mulutku dengan telapak tangan sangking tak percayanya dengan pemandangan ini.

Seseorang yang aku cintai, berjuang di antara hidup dan matinya di dalam sana.

Iqbal merangkulku. Mendekapku ke dalam pelukannya. Sementara aku menangis sesenggukan diantara rengkuhannya.

"Ini semua salah gue," tiba-tiba Randi bergumam.

"Seharusnya gue yang terbaring di sana."

Dengan air mata yang menetes, aku menoleh kepadanya.

"Dia dikeroyok oleh bandar narkoba yang—" belum sempat Randy melanjutkan, aku sudah langsung menghampiri dia dan mengguncang bahunya.

Mengamuk histeris.

"Kenapa lo gak bantuin dia? Kenapa lo diam aja? Lo dimana Ran? Lo dimana??!!!"

If I'm Yours [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang