SYIFA POV
Nyatanya, tak selamanya daun mau lekat dengan ranting, daun tak akan jatuh ketika di terpa angin, ranting pasti akan memumbuhkan daun yang baru ketika daun yang lama sudah gugur.
Nyatanya, tidak semua hubungan, apalagi hanya sekedar status belum resmi, akan terus bersatu selamanya.
Ada waktu. Ada batas. Namun yang ku mau, ranting tidak pernah mau menggugurkan daun, dan daun tidak mau jatuh ketika diterpa angin.
Kamu, bukan hanya sekadar daun atau ranting. Tapi kamu adalah merpatiku. Meski pengertiannya tidak secara harfiah.
Namun kamu memutuskannya. Dan berfikir semuanya telah berakhir, tidak bagiku.
Ting! Ting!
Sesaat kemudian pintu apartemen Rani terbuka. Membawa keluar Rani dengan penampilan sederhananya seperti biasa dengan raut wajah tidak bisa kuterka.
Jelas pasti ia memandangiku bingung. Segera kupeluk dia, menyembunyikan kepalaku di antara bahunya, menangis sesendu-sendunya.
"Angga.. Angga Ran.."
●●●
RANI POV
Dia menangis. Terus saja menangis sesenggukan, seolah tengah membiarkan air matanya itu terbuang sia-sia.
Disana, di kursi sofaku, ia menatapku sendu. Perlahan kurengkuh ia, namun ia sempat menepis tanganku.
"Aku putus." Katanya. Agak terkesan dingin.
"Angga milih kamu." Sambungnya lagi. Hatiku meringis.
"Apa yang salah Ran? Hal apa yang membuat Angga berpaling dariku Ran? Sebegitu sempurnakah kamu hingga dia lebih melihat ke arah kamu daripada aku?" Kupandangi dia. Air matanya merosot, pandangan matanya cemburu, ia sakit hatinya pecah aku tau itu.
"Kamu gak salah, gak ada yang salah Syifa." Ucapku menenangkan.
"Aku emang bego. Seharusnya dari awal aku gak bawa kamu masuk ke dalam skenario aku, aku gak mikir kalo ternyata, kecurigaan aku itu ternyata benar." Syifa menggigiti bibir atas dan bawahnya bergantian dengan gusar.
"TAPI KENAPA KAMU LEBIH PILIH RANI ANGGA KENAPA KAMU PILIH SAHABAT AKU SENDIRI KENAPA KAMU MENCINTAI DIA KENAPA BANGSAT! AARRGGH!!"
Ku rengkuh dia, membawa kepalanya menyandar di bahuku, membiarkan dia melepas semuanya.
Dia menangis sahabatku menangis, hatiku menciut gusar.
Ia tersendat-sendat, menangis sesenggukan, aku menenangkannya, namun kurasa itu percuma.
"Seharusnya aku gak lemah Syif. Seberapa kuat rasaku sebagai sahabat kamu, seharusnya aku menolak permintaan kamu, karena aku tau hasilnya pasti akan bikin kamu sakit." Aku bahkan tak mampu menahan air mataku untuk tidak menetes.
Tiba-tiba Syifa menegapkan badannya. "Kalo gitu, kita harus lanjutin skenario kita sampai habis. Dia udah buat aku kayak gini, dan kita gak bisa tinggal diam."
Aku mengernyit. "Maksud kamu?"
"Kita harus bikin dia hancur juga."
●●●
ANGGA POV
Tau gimana sakitnya pas jatuh dari pohon? Namun, dia pasti lebih sakit dari itu.
Awalnya aku agak merasa tidak enak. Apalagi bersikap tenang. Namun namanya sebuah ketidakcocokan, mana mungkin dipaksa untuk bersama. Meskipun rasa sakit dan benci, pasti akan menyusul kemudian.

KAMU SEDANG MEMBACA
If I'm Yours [SELESAI]
Romance"Sehebat apapun sandiwaramu, hatimu tetap tak akan bisa berbohong." Copyright©2017-All Rights Reserved