Halusinasi Lagi?

193 10 0
                                    

IQBAL POV

Semua ini salahku.

Ya, aku tau. Karena salahku aku mengacaukan semuanya. Seharusnya ini berjalan dengan baik dan hasilnya tidak buruk di matanya. Tapi aku malah menghancurkan semua itu.

Kurasa aku memang tidak berbakat dalam melukis.

"Kamu gak mau bantuin aku nih?" Godaku menoleh ke belakang pundak kepada Rani yang sedang menonton tv.

Aku tau dia masih marah. Tapi dia tidak sepenuhnya mengacuhkan aku. Hanya saja cara bicaranya yang mungkin agak sedikit jutek.

"Enggak." Sahutnya singkat tanpa melihat aku.

Tapi aku tidak akan marah. "Yaudah. Aku bakalan tetap berusaha sendiri kok"

"Ya udah."

Namun aku malah berhenti dan berpaling menuju dirinya yang sedang duduk di sofa. Ikut dufuk di sampingnya dan coba merengkuhnya dari samping namun ia menghempaskan tanganku.

"Masih marah?" Tanyaku.

"Enggak."

"Terus kok gak senyum?"

Kemudian ia menoleh kepadaku. Ia menyunggingkan senyuman penuh paksa. Terkesan jelek jadinya. Membuatku ingin tertawa terbahak-bahak.

Sekilas ia pun kembali menonton tv lagi.

"Kita jalan yuk?"

Krik.

Tidak ada jawaban.

Aku menghadapkan tubuhku menghadapnya. Sekali lagi ku gapai tangannya. Aku tau dia memang tidak suka disentuh namun aku tetap bersikeras menggenggam tangannya.

Sudah kuduga, ia mencoba melepaskan genggamanku. Namun tetap kutahan genggamannya.

"Untuk membayar hari-hari aku yang terlewat, aku akan ngajak kamu jalan-jalan. Kemana pun kamu mau, aku bakalan bawa kamu kesana asal kamu senang. Please maafin aku.." aku menatapnya lekat. Ia menatapku keheranan.

Rani mengangkat sebelah alis. "Kemana pun?" Kurasa Rani udah mulai bisa dibujuk.

"Iya. Kemana aja. Secara aku kan punya pintu kemana saja" ucapku sambil menyengir.

Ia tertawa kecil. "Sky diving." Sahutnya singkat namun skak mat untukku.

Ia cukup tau kelemahanku. Padahal aku sudah bersikeras membujuknya. Ia tau aku phobia ketinggian dan ia memanfaatkan itu sebagai sistem pertahanan. Aku baru tau kalau Rani marah bisa seseram ini.

"Kenapa? Gak bisa kan?" Ia berdengus dan tertawa sinis.

"Aku gak pernah minta apa-apa sama kamu selama ini. Semua yang kamu lakukan selama ini juga gak pernah ada yang aku larang. Tapi ada satu hal yang paling aku benci. Di bentak. Dan kamu harus tau itu" Jelasnya padaku. Pandangan matanya serius. Ya, aku tau itu.

Ia melepaskan genggaman tanganku. Mengusap batang hidungnya gusar. Sekali lagi ia menatapku.

"Aku gak mau kemana-mana dulu. Tolong ngertiin aku" ucap Rani yang tiga detik berikutnya beranjak bangkit meninggalkanku dan pergi ke kamarnya.

●●●

ANGGA POV

Berbelanja di super market sepertinya lebih baik daripada berbelanja di pasar.

Ya, berbelanja di pasar juga dapat membahayakan karirku.

Kala itu aku tengah memilah-milah sayuran dan daging. Aku memang tidak pandai dalam hal berbelanja, tapi setidaknya aku tau lah yang mana bahan makanan yang bagus untuk dikonsumsi.

If I'm Yours [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang