•23• Runtuh

85 8 0
                                    

Cinta memang rumit. Tapi dibalik itu semua, ia bisa mengubah segalanya.

-Little Change-

🌹

Suasana di lingkungan SMA Pancasila sepi tak seperti biasanya. Hanya terdengar suara bising dari knalpot motor dan juga suara mesin mobil yang melaju melewati sang sekolah. Biasanya jam segini, masih banyak siswa maupun siswi yang berkeliaran di sekitar halaman sekolah. Tujuannya adalah ke kantin. Tapi hari ini, sampai seminggu ke depan mereka tidak bisa macam-macam lagi. Karena mereka tengah mengikuti UAS semester ganjil.

Dan di ruang 14 lah Bintang tengah mengerjakan soal yang diberikan oleh pengawas ruangan yang sangat ganas dan ditakuti penghuni SMA Pancasila. Siapa lagi jika bukan Bu Endang Pandusono.

Wanita berumur yang memiliki tatapan mata yang sangat tajam. Bagaikan pisau yang telah diasah bersih sehingga tampak seperti baru dan mata pisaunya yang mengkilat. Seolah-olah, jika kita ditatap tajam olehnya, itu seperti menghunus dada kita sehingga menimbulkan rasa takut dan trauma berlebih.

Itu memang lebay. Tapi percayalah. Bintang pernah merasakan itu. Tapi ia tidak kapok. Bahkan, menjahili Bu Endang masuk dalam daftar kegabutannya.

"Kamu kenapa ngeliatin saya daritadi?!"

Suara Bu Endang mengagetkan Bintang dari lamunannya. Keadaan kelas yang hening membuat suara Bu Endang seperti bom yang jatuh tepat di lapangan sekolahnya. Iris mata hitam itu menangkap sosok wanita itu sedang memicing tajam ke arahnya. Bintang menghela napas, ia balas tatapan itu dengan senyum manisnya.

"Ah, nggak, Bu. Saya cuma berpikir untuk mencari jawaban yang pas," jawab Bintang sembari mempertahankan senyumnya.

Bu Endang berdecih. "Nggak usah sok manis. Bikin saya mau muntah jadinya."

Sontak, isi ruang 14 itu melepaskan tawa mereka. Bahkan ada yang sampai tersedak karena energinya keluar untuk tertawa. Dan sekarang, ruangan mereka menjadi pusat perhatian karena ruangan itu sendiri yang ramai seperti di pasar.

"SIAPA YANG SURUH KALIAN KETAWA!?" teriak Bu Endang bangkit dari kursi dan berkacak pinggang. "Lanjutkan tugas kalian atau mau saya sobek lembar jawaban kalian?"

Hening kembali. Mereka kembali sibuk menyilangkan jawaban yang mereka anggap benar dan sesekali mendumel nggak jelas.

"Lima menit lagi waktu kalian tersisa. Jika sudah yakin dengan jawaban, silahkan kumpul dan keluar dari ruangan," ujar Bu Endang.

"Baik, Bu," balas isi anak di ruangan itu. Satu persatu mereka mengumpuli LJK mereka dan keluar dari ruangan. Beberapa ada yang bisik-bisik untuk meminta jawaban. Bahkan ada yang nekat menarik lembar jawaban dari tangan anak yang hendak ngumpul untuk disalin ke LJK mereka.

Bintang sendiri sudah selesai dari setengah jam yang lalu. Tapi, ia memilih dia dan duduk di deretan meja ke-tiga dari depan. Jika sudah bunyi bel, barulah ia mengumpulkannya.

Beberapa detik kemudian, kepalanya tiba-tiba pusing. Pandangannya kabur. Beberapa kali Bintang mengerjapkan kedua matanya. Hasilnya tetap sama. Bintang meringis kecil. Segera ia mengumpulkan LJK dan kembali ke tempat duduknya. Bintang mengambil tas yang tergeletak di samping bangkunya meraih obat yang dibelinya beberapa hari yang lalu.

Diminumnya obat itu dalam sekali tenggakan. Ia menghembuskan napas berat. Ritme jantungnya masih berlarian. Pusing di kepalanya juga belum reda. Dan tak lama dari situ, mimisannya kembali datang.

"Baiklah, saya permisi dulu. Kalian boleh pulang sekarang."

Murid-murid di ruang itu segera meraih tasnya dan meninggalkan ruangan tersebut. Mereka tak menyadari jika Bintang sedang menahan sakit yang dideritanya. Perlahan, ruang tersebut kosong dan hanya meninggalkan dua anak perempuan yang tengah mengobrol. Fia dan Asmi.

Little Change [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang