•38• Sakit Hati

37 4 0
                                    

Kesal sendiri jika orang yang ditunggu tak kunjung kembali.

-Little Change-

🌹

"Jadi, lo mau sampe kapan jomblo terus, Nan?"

Pertanyaan Thessa seketika membuat Venan yang tengah mengunyah makanan langsung tersedak. Ia menatap Thessa tak percaya dengan membulatkan kedua matanya. Sedang Thessa hanya mengerutkan dahi, heran kenapa ia nanya seperti itu malah direspons lebay oleh Venan.

Thessa dan Venan kini berada di sebuah mal baru yang berada di daerah Bandung setelah selesai membeli peralatan yang dibutuhkan mereka. Perut Thessa ternyata masih berteriak sehabis makan basreng khas Bandung itu. Pun ia mengajak Venan ke sana sekalian cuci mata. Venan mah angguk-angguk aja.

"Lah? Kok lo malah keselek?" celetuk Thessa sembari menyodorkan air mineral ke Venan. Venan menyambarnya, dan membuka botol itu serta meminumnya dalam sekali teguk.

Sehabis itu, Venan mengelap atas bibirnya yang basah. Lalu ia memicingkan mata. "Gue lagi makan malah lo tanya kek gituan. Gimana nggak keselek lah gue."

Thessa menahan tawanya ketika melihat wajah Venan yang memerah. Lalu tangannya terjulur untuk menepuk kepala Venan pelan. Venan hanya bisa menghela napas, sudah biasa diginiin sama cewek manis itu.

"Gue belom minat," ujar Venan setelah menyedot minumannya. Bola matanya lalu menatap ke Thessa. "Karena cewek yang gue suka nggak akan bisa gue punya."

Thessa yang merasa ambigu itu lantas memajukan wajahnya. Meminta penjelasan atas apa yang Venan katakan. Jujur, Thessa gak paham. "Kalo kayak gitu, kenapa nggak usaha aja cari yang laen? Bego kok dipelihara."

Dasar, nggak peka.

"Ah, lo nggak tau sih. Gimana susahnya suka sama yang udah punya pacar," tandas Venan. "Dah, lupain."

Thessa mencebikkan bibirnya. Kemudian ia melanjutkan kegiatan mengisi perut. Selang itu, makanan mereka sudah tak tersisa lagi di piring. Thessa menyandarkan kepalanya di kursi, lalu mengelus perutnya yang begah sehabis minum.

Venan yang juga terlihat kekenyangan itu melirik Thessa. "Abis ini mau ke mana?"

"Entaran, sih," sergah Thessa. "Gak sanggup buat berdiri gue."

"Ya udah."

Menunggu Thessa menurunkan makanannya, itu sama saja membutuhkan waktu lama. Lantas, untuk menepis kegabutannya, Venan mengeluarkan ponselnya. Beberapa chat masuk ketika Venan menghidupkan data seluler. Mata Venan memicing kala chat yang masuk berhubungan dengan cewek yang tengah memejamkan matanya.

Albarizky Ramadhan: Bro, besok Thessa ultah. Anak kelas pada mo ngasih surprise. Lo lagi sama dia, kan?

Segera, Jemari kekar Venan membalas pesan itu secepat kilat.

Venandra Azmi: Serius? Tau dari mana lo pada?

Albarizky Ramadhan: Etdah, gue tau dari Terre yang pas itu satu kelas pas SMA. tadi gue papasan dengan dia, dia sama temen temennya mau ikutan ngasi sp.

Venandra Azmi: Gak cayak gue.

Albarizky Ramadhan: Tanya aja sama orangnya setan. kesel gue mah. Lo yang deket ama dia aja gak tau, somplak. Udah ah, gue mau nganterin Ratu dulu mau beli apa aja yang diperluin.

Venandria Azmi: Ish, anak perawan ngambek. Ye, gue percaya.

Sesudah itu, Venan memasukkan ponselnya kembali ke dalam kantung celana. Venan memandang wajah Thessa dalam. Senyum terukir di sana. Entah kenapa, ia tak bisa menghancurkan perasaannya yang berbeda dari Thessa yang hanya menganggapnya sebagai teman. Rasanya sakit tiap kali Thessa bertukar chat dengan pacarnya atau video call dengan pacarnya. Seperti dihantam batu besar, ingin remuk sekarang juga.

Kesal sendiri Venan. Venan sudah mencoba untuk berpaling ke yang lain. Tapi tetap saja, setiap kali ia bersama Thessa, Venan tak bisa menyembunyikan perasaannya. Tapi, mau bagaimana lagi. Venan terlalu bodoh untuk hal ini, ia hanya sebatas teman yang baik buat cewek itu. Tak lebih.

Hingga bunyi ringtone yang dihasilkan dari ponsel Thessa terdengar nyaring. Thessa membuka matanya, merogoh ponsel yang berada di sling bagnya dan melihat nama yang tertera di ponsel. Seketika, matanya berbinar dan jantungnya berpacu cepat. Tak tunggu waktu lama, Thessa menggeser ponselnya dan memperlihatkan wajah pangerannya yang selama ini ia rindukan.

"Hai."

Sapaan hangat mampu membuat jantung Thessa berdebar. Lengkungan indah terbit di bibir Thessa. Tak ada yang berubah dari Bintang. Tetap sama.

"Kamu," jeda Thessa. Tengah mengontrol degup jantungnya yang tak karuan. "Lagi apa?"

"Aku abis pulang dari kampus. Ini lagi nemenin Bunda ke taman."

Venan yang sudah tau dari awal jika itu dari sang pacar hanya diam dan menyimak. Matanya fokus ke layar ponsel yang tadi ia keluarkan lagi, tapi telinganya menajam untuk nguping percakapan mereka. Iya, Venan tau ini nggak boleh. Tapi, kalau Venan kepo gimana dong?

Beberapa menit mereka habisi untuk obrolan yang begitu-begitu saja. Sudah tak kehitung, Venan menghela napas guna menunggu. Sampai akhirnya, Thessa memekik girang. Mengundang beberapa pasang mata menjatuhkan tatapannya ke arah Thessa. Thessa tak menghiraukan. Ia justru melonjak senang sembari menghentak-hentak kaki.

"Kamu serius mau ke sini?!" seru Thessa mengulang lagi pernyataan Bintang. Dan dibalas anggukan olehnya.

"Iya. Tunggu aku, ya? Aku nggak tau sih kapan. Yang jelas, kata Bunda minggu-minggu ini. Sabar, ya? Entar kita ketemu lagi."

"Iya, iya!" jawab Thessa sumringah. "Gak sabar aku mau temu kamu!"

"Aku juga! Udah dulu, ya? Hapeku low battery. Dadah!"

Thessa kemudian mematikan layar usai melambaikan tangannya di layar ponsel. Lantas, ponsel itu ia peluk seolah Bintang yang tengah ia dekap. Thessa tak dapat menyembunyikan rasa bahagianya, rona merah jelas terlihat di wajahnya. Senang sekali.

Venan yang seperti kambing congek itu pun menyeletukki Thessa yang kayak orang gila itu. "Ngapa cowok lo?" nadanya ketus. Seolah tak suka dengan kabar itu.

Dengan hati berbunga, Thessa menjawab. "Dia mau ke sini. Akhirnya, gue bisa ketemu dia lagi."

Venan bergeming. Menatap Thessa dengan pandangan kosong. Rasanya, hati Venan diremas kencang. Sakit, tapi nggak berdarah. Ingin sekali ia menghempaskan semua pikirannya. Tapi sulit sekali.

Apa boleh buat, Thessa tak boleh tau jika Venan menyukainya. Bahkan kalau bisa, hanya Venan dan Tuhan yang tau perasaan ini. Entah sampai berlangsung kapan, Venan tak paham.

Untuk mengelabui rasa cemburunya yang kian membara, Venan mengulurkan tangannya dan mengusap kepala Thessa lembut. "Syukurlah."

Hanya itu yang mampu Venan katakan. Selebihnya, ia gunakan dengan praktek. Walau sakit masih menyerang, Venan akan memberikan yang terbaik bagi Thessa, sahabatnya.

***

Weywey, komen yak!
kasian Venan, sakit ati:(

Little Change [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang