•31• Takut kehilangan

36 5 2
                                    

Sejuta rasa tersimpan di hatiku. Belum sempat aku lontarkan, karena degup jantungku yang berdetak merusak semuanya.

-Little Change-

🌹

"Gimana?"

Caesa menggeleng pelan menjawab pertanyaan dari Damar. Damar menepuk wajahnya dan berdecak kesal.

"Kan udah Papi bilang, emosi Caesa. Emosi! Thessa yang nggak tau apa-apa sekarang udah tau. Kamu kan udah biasa sih, digituin sama adik kamu," tutur Damar kesal.

Caesa menunduk, menahan air matanya yang mendesak untuk keluar. Ia menyesal telah berkata seperti itu terhadap Thessa. Bentuk kemarahan yang terjadi semalam telah membutakannya. Caesa salah, Caesa dibutakan oleh amarah. Malam itu, hatinya tertutup api kedengkian.

"Maaf, Pi." Hanya itu yang bisa Caesa ungkapkan. Ia tak sanggup berkata lebih lagi, bulir di matanya siap untuk keluar kapan saja.

"Kamu tau, kan? Kalau Thessa marahnya ngelebihin kamu. Kamu inget yang dia nekat nembak kamu make pistol punya Papi karena kamu ngusilin dia lagi makan?"

Caesa mengangguk.

"Masalah usil aja bisa berabe urusannya, apalagi ini. Bisa-bisa dia nggak akan balik lagi ke sini. Karena kalau dia udah benci, benci banget," cemas Damar menatap intens Caesa.

Kembali, perasaan sakit menyelimuti hati Caesa. Perhatian yang tak pernah ditunjukkan Damar kepadanya. Damar selalu saja membanggakan Thessa walau nyatanya Caesa lebih berprestasi dari Thessa.

Ternyata selama ini, Damar memarahi Thessa karena ia sangat sayang kepadanya. Ternyata Caesa salah tangkap.

Caesa mendongak, menatap mata Damar yang tajam. "Pi, boleh nggak Papi peduli sama aku sekali aja?"

Alis Damar berkerut, tak paham maksud dari Caesa. "Maksud kamu?"

"Papi secara tak langsung cuma peduli dengan Thessa. Kenapa aku jadi orang yang mudah nangis dan emosian? Itu karena Papi dan Mami yang selalu manjain Thessa. Papi tau, aku selalu diem di kamar itu karena aku kayak nggak pernah dianggep di sini. Papi selalu marahin Thessa, tapi itu bentuk peduli dari Papi. Papi selalu nurutin mau Thessa, giliran aku disuruh nabung sendiri. Thessa bawa cowoknya, nggak dimarahin."

"Papi pilih kasih, itu yang bikin aku ngeluarin rahasia yang kita jaga bertahun-tahun." Tak sadar, kristal bening meluncur mulus dari balik mata Caesa. Caesa menyeka kasar air mata itu dan menatap Damar tajam. "Papi tau maksud aku sekarang?"

Damar terdiam, menatap lekat manik mata milik Caesa. Hingga mata mereka beradu, dan Damar membuang wajahnya ke kanan. Setelahnya ia berdeham. "Ya Allah, Caesa. Pikiran kamu dangkal banget, sih. Kamu sama Thessa itu sama, nggak ada yang Papi bedain. Kalian berdua anak Papi semua. Kamu jangan mau dibutain oleh kedengkian, Caes."

Kini giliran Caesa yang bergeming kembali. Deru napasnya tak teratur, emosinya telah menjalar ke seluruh bagian tubuh. Caesa tidak tau cara menghentikannya. Hingga ia mengambil tindakan yaitu membalikkan tubuhnya dan memasukki kamar milik Caesa.

Damar menyerukan namanya. Tapi Caesa tak peduli, ia mengunci kamarnya dua kali dan menangis tersedu-sedu di atas guling. Rambutnya yang panjang se punggung itu menutupi wajahnya yang sudah memerah karena emosi dan juga tangis. Pikiran Caesa kacau, seperti tak ada jalan keluar lagi.

Little Change [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang