•28• Kenyataan

72 5 0
                                    

Permintaanku pada Tuhan itu sederhana. Cukup kamu bahagia tanpa merasakan kesedihan.

-Little Change-

🌹

"Nggak mampir dulu, Kal?"

Kalista menggeleng. "Kaga, gue mau nganter curut satu ni. Udah molor dia. Yaudah, masuk gih!"

Thessa mengacungkan jempolnya. "Hati-hati!"

Kemudian, mobil Kalista perlahan bergerak meninggalkan halaman rumah Thessa. Setelah memastikan mobil tersebut hilang dari pandangan, Thessa lantas membalikkan badannya dan melangkah menuju pintu rumah.

Thessa melirik arloji hitam yang selalu ia kenakan. Jam menunjukan pukul 07.30 malam. Belum terlalu malam, tidak seperti kemarin. Thessa menghela napas pelan.

Untung Mami doang yang balik nggak sama Papi. Kalo Papi balik, berabe urusan.

Perlahan, Thessa mendorong pintu rumahnya. Mencoba jikalau tak terkunci. Dan benar, pintu rumahnya terbuka begitu saja. Thessa mengusap dadanya pelan.

Thessa kemudian mendeham, ia kemudian mengucapkan salam. "Assalamualaikum."

Tak terdengar suara, hening seperti di kuburan.

Aduh, perasaan gue nggak enak. Jangan-jangan, kayak di sinetron-sinetron gitu, lagi? Aduh.

Ketika Thessa hendak menaruh tas di sofa, tepukan keras di pundaknya membuat Thessa terlonjak kaget setengah mati. Jantungnya seperti mau copot. Kaget, sumpah.

Untungnya, Thessa tidak latah. Ia membalikkan tubuhnya dan melihat pria berperawakan tinggi dan berisi tengah menatap tajam ke arahnya. Thessa menelan ludahnya susah payah bahkan untuk menatap mata elang yang diwariskan kepadanya pun tak sanggup.

"Kamu dari mana aja, Eca?"

"Dari rumah sakit, Pi. Temen Eca sakit."

Damar menghela napas. "Kalau diajak ngomong, tuh, natep mata. Bukannya nunduk."

Thessa berdecak kecil, lantas ia menatap manik mata punya ayahnya. "Iya, Pi."

"Kamu udah ngomong sama Kak Caesa kalau kamu pulang malem?" tanya Damar belum puas dengan jawaban Thessa.

Thessa mengangguk samar. "Iya, Pi."

"BOONG!"

Refleks, Thessa dan Damar menoleh ke asal suara. Menatap Caesa tengah bersedekap sambil menatap tajam Thessa. Rasanya, Thessa seperti di interogasi habis-habisan kayak maling kepergok nyuri ayam.

Caesa lantas menuruni anak tangga dan berjalan menuju tempat Thessa berdiri. Kemudian ia berdecih. "Thessa ini sering keluar malem, Pi. Katanya dia ngejenguk pacarnya yang pas itu pernah Papi restuin."

Damar kemudian menatap kembali ke arah Thessa. "Kamu ngejenguk Kevin?"

Thessa lagi-lagi menghela napas. "Bintang, Pi. Bukan Kevin," ralatnya.

"Ya, apapun itu," balas Damar. "Emang dia sakit apa?"

Dilema. Thessa ingin menjawab apa? Apakah ia harus jujur dengan orang tuanya, atau berdusta?

"Sakit DBD, Pi."

Lebih baik ia berdusta daripada menceritakan sebenarnya tentang Bintang. Jika ia jujur, itu sama saja menambah beban Bintang yang selama ini hanya dia dan orang terdekatnya yang tau.

Damar sepertinya mengerti keadaan Thessa sekarang, jadi ia hanya manggut-manggut. Lalu tersenyum. "Udah, sana masuk kamar. Abis itu makan, ya? Maminya udah tidur karena kecapekan. Nggak tau kenapa."

Little Change [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang