#11 Harus Apa?

29 3 0
                                    

"Kita pulang dulu, ya!"

"Yah ... baru jam 8 juga," ucap Hamid kecewa karena Anggun pulang begitu cepat.

Ternyata, benci jadi cinta itu sungguhan ada, ya.

Sementara yang lain menjawab pamitan Devi dan Anggun, aku masih saja terbang di awang-awang. Aku masih sangat tidak percaya dia akan menjawabku. Dia berbicara padaku!

Aduh, kenapa aku jadi selebay ini, sih?

"La! Hei! Down to earth, girl!" Aku terkesiap saat suara Kendra perlahan memasuki indera pendengaranku.

"Eh? Ya?" jawabku masih sedikit linglung. Kukerjapkan mataku beberapa kali.

Aku mendengar dengusan Kendra. "Kamu ini kenapa?"

Aku menyengir. "Nggak apa-apa, bosku."

Kendra mendekat. Ia berbisik di telingaku, "Cowok itu ... Andro, 'kan?"

Pupil mataku otomatis membesar, mulutku menganga, keringat dingin mulai mengucur di telapak tanganku.

Refleks aku memutar kepalaku ke kanan, ke kiri, ke depan, sampai ke belakang. Takut jika ada orang lain yang mendengar percakapan kami, atau lebih tepatnya bisikan Kendra.

Aku bernapas lega saat mendapat hasil bahwa hanya ada aku dan Kendra di sini. Yang lain sedang duduk-duduk di luar kedai sambil bernyanyi bersama, diiringi petikan gitar Farel serta Rama. Sepertinya tadi aku melamun sangat lama sampai tidak sadar kalau mereka sudah pindah tempat.

Tapi kok ...?

Aku masih belum menjawab. Reaksiku masih bertahan. Kendra hanya memandangiku tanpa kata. Tak kuduga, ia menggenggam kedua tanganku.

"Tanganmu dingin banget. Segitu kagetnya aku tau?"

Aku gelagapan. "Hah? Apa? Kok ...? Kamu kok ...?"

Kendra melepaskan genggamannya, ia tersenyum jahil. "Nebak aja. Eh, ternyata bener."

Mulutku terbuka lebih lebar dari sebelumnya. "Tengil banget, sih! Ah, ngeselin!"

"Aduh! Sakit, La!" keluhnya kesakitan karena pukulanku.

"Lagian, sih! Nyebelin!"

Kendra semakin menampakkan ketengilannya. "Aku bilangin, ya?"

Aku mendengkus. "Bilang apa? Dia udah tau kok," gerutuku.

"Iya, I know."

Sekali lagi. Kata demi kata yang Kendra ucapkan berhasil membuatku terkejut.

Anak ini tau dari mana, sih?

"Dia sendiri yang ngasih tau aku," katanya seolah bisa mendengar kata hatiku.

"WHAT?!?!"

"SANTAI, WOY!" balas Kendra gantian menyakiti gendang telingaku.

Aku menggaruk tengkukku yang kebetulan memang terasa gatal. Sepertinya barusan ada nyamuk nakal yang mampir untuk mencuri darahku. Oke, oke, ini memang tidak penting.

"Dia ... bilangnya gimana?" tanyaku dengan suara cicitan.

"Cieee!! Penasaran, yaaaaa?"

Sumpah! Demi apa pun! Anak ini benar-benar tengil! Aku jadi ingin mencakar-cakar wajah tampannya yang putih bersih itu agar senyuman jahil plus tengil bisa hilang dari sana.

"WOI!! Berduaan aja! Curiga kalian beneran pacaran."

Kami berdua sungguhan terkejut karena David. Kendra bahkan sampai mengumpat karena saking terkejutnya.

ANDROMEDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang