Hari Minggu ini lain dari biasanya. Tidak ada jalan-jalan keluarga, dikarenakan Ayah dan Bunda memiliki janji temu dengan sahabat Ayah. Cuma si kembar yang ikut, kami yang sudah beranjak dewasa ini sangat malas jika harus turut menghadiri pertemuan para orang tua itu.
Sebagai gantinya, aku dan Icha memenuhi ajakan main dari Kristi.
Sampai di rumah Kristi, aku sudah melihat motor Anggun terparkir dengan apik. Ya, kami hanya main di rumah Kristi saja. Pada malas jalan-jalan keluar.
"Selamat siang, Tante," sapaku pada Mama Kristi.
"Siang, Tante," tambah Icha.
"Eh, Icha dan Ella juga datang," sambut Mama Kristi yang sedang menyiram bunga-bunganya.
"Iya, nih, Tante."
"Ya sudah, sana masuk! Tante bikin kue lapis, tuh. Dimakan sama-sama, ya?" ucapnya dengan senyuman lembut.
"Okee, makasih Tante."
***
"Hai," sapaku ketika masuk ke kamar Kristi. "Udah lama Dev, Nggun?"
"Baru sampe juga, kok," jawab Anggun yang sedang asyik memainkan sebuah game di ponsel milik Kristi.
"Tumben, nih, nggak ada Via sama Shella?" tanya Icha heran. Yah, memang jarang sekali Kristi, Anggun, Via, dan Shella berpisah. Mereka memang sudah sangat klop satu sama lain di mataku.
"Sibuk sama pacar masing-masing."
Kami berdua yang baru datang hanya mengangguk mendengar perkataan Kristi, ia terlihat sedang berpikir kemudian berkata, "Tadi malam itu Via gila banget, tau!"
"Iya, sumpah! Dia teleponan sama Esa! Di sebelah Andro! Sebelah Andro, guys! Anjirrr! Andro denger nggak, ya?" Anggun tampak antusias sekali membahas hal ini. Sudah kubilang, 'kan? Mereka ini sudah klop, karena memiliki predikat yang sama: tukang gosip.
"Denger," sahutku dengan santai.
Spontan Kristi, Anggun, dan Devi mengalihkan perhatiannya padaku.
"Kok, kamu tau?" tanya Devi.
"Aku aja yang di depan Via bisa denger bisikannya dia, Dev. Gimana Andro yang di sebelahnya?"
"Iya, gue juga denger, kok. Palingan Amel yang sebelahan Via denger jelas juga," tukas Icha memperkuat pernyataanku.
"Kok, Andro-nya diam aja, ya?" tanya Anggun dengan nada penasaran yang terdengar jelas pada setiap kata yang ia ucapkan.
Aku terdiam sejenak, lalu berkata, "Andro itu orangnya tenang kalo menurutku, se-emosi apapun dia, dia nggak gegabah buat langsung ngelepas emosinya gitu aja. Apalagi dia juga irit ngomong, 'kan? Mungkin waktu itu dia cuma nahan diri supaya nggak berantem di depan kita semua."
"Kamu, kok, kayak tau banget gitu, La, tentang Andro?" tembak Kristi dengan nada curiga, membuatku terkesiap.
"Eh? Emang iya, ya?" jawabku linglung. Entah mengapa, pertanyaan itu membuatku semakin kepikiran dengan perasaan aneh tadi malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANDROMEDA
Teen FictionAku tau, sejak awal tak seharusnya aku begini. Mempertahankannya hanya akan membuatku sakit. Namun, aku terus saja berjuang. Tenggelam dalam kebodohan diriku sendiri. Semua orang sudah memberitahu bahwa dia tidak baik untuk hatiku. Namun, apalah art...