"Ken, makannya pelan-pelan! Jorok, tau!"
Sudah sekian kali aku menegur Kendra, namun tak ada satu pun teguranku yang masuk ke telinganya. Dengan sebal, aku tarik saja cuping telinganya itu.
"Eeeehhh, iya, La, iya!"
"Rasain!"
Kendra membuat gestur ingin meninju Dito, sedangkan Dito hanya melihat Kendra sembari makan dengan tenang.
Keheningan tercipta sejenak di antara kami.
Tak ada yang mengeluarkan suara hingga akhirnya Dito yang menginterupsi keheningan ini.
"La, gosipnya udah nyebar."
Gosip apa?
Ah, ya.
Aku tau.
"La?"
"Iya, Dit. Itu udah termasuk konsekuensi kayaknya. Pantes aja, tadi beberapa anak pada bisik-bisik nggak jelas pas aku lewat di depan mereka."
"Aku nggak bakal nanya kamu baik-baik aja apa nggak. Karena aku tau kamu pasti nggak baik," jelas Dito dengan tatapan tajam.
Aku mengedikkan bahu.
"Yah ... aku memang nggak baik. Siapa, sih, yang bakal baik-baik aja kalo digosipin macem-macem?"
"Terus kamu mau gimana?"
"Gimana apanya? Biarin aja, sih."
"La–"
"Stop, Dit. Ella bilang biarin aja. Kamu nggak usah ngompor."
Giliran Kendra yang mendapat tatapan tajam dari Dito.
"What? Mau sampe matamu keluar juga, aku nggak bakalan takut sama kamu," ujar Kendra melawan.
Dito berdecih.
"Tumben mau dengerin kata Ella? Biasanya malah kamu yang ngompor-ngompor nggak jelas, bahkan sampai mau ngelabrak orang-orang yang jahatin Ella. Sekarang udah nggak peduli sama Ella?"
Dengan tenang Kendra menjawab, "Justru karena aku peduli sama Ella. Kalo sekarang aku malah ngompor, malah ngamuk-ngamuk nggak jelas ke orang-orang yang jahatin Ella, Ella malah semakin digosipin yang nggak-nggak. Citra Ella malah makin jelek. Ngerti?"
Aku dapat melihat Dito mengatupkan giginya kuat-kuat. Ini tidak bisa dibiarkan lagi. Mereka harus kulerai.
"Pulang, yuk!" ujarku, berusaha menghentikan peperangan yang akan terjadi.
Tidak ada jawaban.
Dito masih sibuk mengarahkan tatapan tajamnya pada Kendra yang masih sibuk memakan pizza-nya dengan tenang.
Aku berdiri.
Berhasil!
Perhatian mereka tertuju padaku sekarang.
"Kalo nggak mau, nggak apa-apa. Aku bisa naik angkot."
"Ayo, pulang."
Dito menarikku.
Meninggalkan Kendra yang menurut pandanganku, masih saja tenang.
Tenang bukan tipikal Kendra.
Kendra kenapa?
***
"Makasih, Dit."
"Ya."
"Dit?"
Dito berdeham.
"Baikan sama Kendra secepatnya, please. Nggak seharusnya kamu marah ke dia. Karena dia benar, aku tadi bilang biarin aja, 'kan?" ucapku dengan hati-hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANDROMEDA
Teen FictionAku tau, sejak awal tak seharusnya aku begini. Mempertahankannya hanya akan membuatku sakit. Namun, aku terus saja berjuang. Tenggelam dalam kebodohan diriku sendiri. Semua orang sudah memberitahu bahwa dia tidak baik untuk hatiku. Namun, apalah art...