Sore di hari Selasa ini begitu cerah. Namun, berbanding terbalik dengan suasana hatiku sekarang. Mungkin, jika digambarkan dalam komik, di atas kepalaku sudah banyak awan hitam serta petir-petir yang menyambar. Sangat kacau.
Sore ini sangat buruk, astaga!
Aku mengarahkan tatapan menusuk pada Icha, dalam hati bertekad ingin menjejal mulut Icha dengan kaus kakinya, demi apa pun! Berkat mulutnya itu, duo biang gosip jadi punya hot news baru yang benar-benar hot dan Amel jadi ngambek padaku.
Apalagi yang lebih buruk dari ini? Duo biang gosip yang tau aku memiliki rasa pada Andro saja sudah buruk. Ditambah pula dengan Amel yang merajuk karena aku tak jujur padanya. Ia merajuk karena ia malah mengetahuinya dari Icha, bukan dari mulutku langsung.
Oh, Tuhan!
Aku menatap resah pada orang-orang yang ada di kamarku saat ini. Amel dengan mode merajuknya, Icha dengan kepala tertunduk, Kristi serta Anggun yang menatapku dengan tatapan penuh selidik.
Kuembuskan napas kuat-kuat. "Jadi sekarang gimana? Amel please jangan ngambek lagi, dong? Kris, Nggun, aku harap kalian bisa dipercaya. Dan ... Icha! Oh My God, what the hell?! Gue nggak masalah lo ngasih tau Amel, walaupun itu juga bakal jadi masalah buat gue akhirnya karena doi pasti ngambek. But, hei! Kristi and Anggun? What's on your mind?!"
"So–sorry, La. Sumpah! Gue nggak niat ngasih tau mereka, tapi pas gue ngasih tau Amel, ternyata mereka ada di sana dan denger. Gue kira cuma ada gue sama Amel di PakDe kemaren." Kulihat tunduk Icha semakin dalam, sementara tangannya meremas-remas baju yang ia pakai.
"Kok kamu jahat, sih, nggak mau ngasih tau kita? Emang kita kenapa?" rengek Anggun.
"Kalian tuh ember!" pekikku sambil menunjuk Kristi dan Anggun.
"La, udah. Mereka udah terlanjur tau. Mau kamu ngomel-ngomelin Icha sampe mulutmu berbusa juga, nggak bakal bikin mereka seketika amnesia sama fakta itu!" seru Amel dengan ketus.
Aku menghela napas. "Mel, please. Jangan ketusin aku, dong. I'm so sorry. Aku udah berencana ngasih tau kamu begitu kamu pulang kemaren, tapi aku keduluan Icha," jelasku memohon pada Amel.
Amel mendengus. "Lewat WhatsApp, 'kan, bisa? Apa susahnya?"
"Nggak enak, Mel! Aku pengennya ngomong langsung!" jawabku dengan nada tinggi tanpa sadar.
"Ma–maaf, aku ... aku cuma ... AISH!"
Kuhantamkan kepalaku ke bantal yang ada di pangkuanku. Aku frustasi.
"La, maaf ...," cicit Icha.
"Oke, oke, stop saying sorry. Udah terlanjur," ucapku pasrah.
"La, lagian aku lebih dukung kamu, kok. Aku nggak dukung Via," kata Anggun dengan gelengan kepala yang kuat.
Kristi mengangguk berkali-kali dengan antusias. "Aku juga!"
"Aku bakal bantu kamu," tawar Anggun. Aku melihatnya dengan mata memicing.
"Bantu ngapain?" tanyaku dengan ketus.
Amel menarik ujung rambutku, membuatku mengaduh. "Orang niat baik jangan diketusin!"
Aku memajukan bibirku, lalu berkata, "Iya, iya."
"Kita pokoknya bakal bantu kamu, La! Via tuh udah nggak pantes jadi cewek Andro. Andro tuh baik."
"Ya bantu gimana, Kristiiii?" tanyaku dengan gemas. Kualihkan pandanganku pada Icha. "Lo ngomong deh, Cha. Eneg liat lo diem kayak gini."
"Gue kudu ngomong apa?" tanyanya masih dengan suara mencicit.

KAMU SEDANG MEMBACA
ANDROMEDA
Teen FictionAku tau, sejak awal tak seharusnya aku begini. Mempertahankannya hanya akan membuatku sakit. Namun, aku terus saja berjuang. Tenggelam dalam kebodohan diriku sendiri. Semua orang sudah memberitahu bahwa dia tidak baik untuk hatiku. Namun, apalah art...