⚠|| t y p o
️⚠️|| c u s s i n g
• • • • • • • •07.23
Tangan gemetar Carol, memegang ponselnya. Beberapa menit yang lalu Dominic mengatakkan kalau dia sedang dalam perjalanan menuju ke rumah gadis itu. Setelah beberapa pesan singkat dari lelaki itu, Carol langsung mandi kilat, asal memilih pakaian, dan sarapan dengan buru-buru. Hasilnya, sekarang ia sudah duduk manis di depan teras rumah lengkap dengan tas selempang-hadiah dari lelaki itu.Sesekali kerongkongannya ia alirkan saliva. Matanya bergerak menatap ke arah jalan di depan rumahnya yang jelas saja sepi. Hanya beberapa kali ia lihat mobil atau motor berjalan di depannya.
Carol menghembuskan nafasnya dan memejamkan matanya sejenak, berusaha untuk menenangkan hati dan pikirannya yang sedang gugup setengah mati.
Bagaimana nanti pulang kampus? Apa yang bakal terjadi? Pertanyaan-pertanyaan semacam itu lari, berkeliaran di kepalanya, sampai-sampai tanpa ia sadari sebuah Range Rovers hitam tiba di depan rumahnya.
Dari dalam mobilnya, ia sudah melihat Carol yang menunggunya di depan teras. Sudut bibirnya terangkat. Setidaknya kini ia tahu kalau gadisnya benar-benar merasa bersalah. Mungkin bagi mereka, Vanilla, hal itu sudah cukup menjadi hukuman, tapi Dominic masih tidak bisa melepaskan hal itu begitu saja. Ia harus mendisiplinkan kucing kecilnya.
Sungguh Dominic, mengerti kalau submasifnya itu merasa bersalah, namun kesalahan selanjutnya masih bisa di cegah dengan hukuman yang bakal menbuatnya jera.
Tangan Dominic bergerak untuk membunyikan klakson Range Rover-nya, dan bunyi itu langsung membuat kepala gadis itu terangkat dan buru-buru menghampiri mobil itu.
Carol mengetuk kacanya pelan dan Dominic langsung membukakan pintu untuknya. Saat gadis itu masuk, buru-buru senyum yang tadi terplester di wajahnya ia topengi dengan wajah datar yang mengintimidasi.
"H-hai, Daddy." Sapa Carol gugup dan pelan. Ia merasa ciut di kursi di mana ia duduk sekarang. Segala sesuatu tentang Dominic selalu saja bisa mengintimidasinya, dan mobil ini, telah berhasil melakukan tugasnya-mengintimidasi Carol.
Carol memperhatikan interior mobil itu dari sudut-sudut matanya. Biasanya lelaki itu bakal menggunakan mobil dengan body yang landai-rendah. Lalu ada apa dengan hari ini? Mengapa tiba-tiba menggunakan mobil yang nampak begitu gagah dan besar? Apapun yang Dominic ingin tekankan dengan mobilnya, Carol telah berhasil mendapatkan pesannya. Sungguh.
Dominic mengangguk sekali, membalas sapaan kekasihnya yang duduk ketakutan di sebelahnya. Dalam hati, lelaki itu tertawa, melihat betapa manisnya gadis di sebelahnya, tapi egonya mengalahkan itu semua. Egonya mengatakkan untuk tetap menjadi dingin dan kaku.
Bagaimanapun juga lelaki itu harus bersabar. Sekarang tentunya bukanlah waktu yang tepat untuk menampar permukaan bokong gadis itu di atas pangkuannya. Tangannya memegang setir mobilnya erat-erat, sampai buku-buku tangannya memutih.
Sial, dia benar-benar sudah di ujung.
08.03
"U-um...makasih udah dianterin, Daddy. A-aku ma-masuk dulu ya." Ujar Carol agak buru-buru, tapi Dominic masih belum mau melepaskannya. Tangan besar lelaki itu menyentuh lengannya dan menahan tubuh itu untuk pergi dari hadapannya."Tunggu!" Perintah lelaki itu pelan. Ini adalah kata pertama yang lelaki itu ucapkan setelah perjalanan hampir tiga puluh menit perjalanan tadi, yang terasa seperti tiga hari-untuk Carol.
"A-ah? I-iya." Gumam Carol, masih menatap Nike baru pemberian lelaki itu kemarin-kemarin.
Tangan Dominic bergerak untuk menyentuh dagu gadis itu dan mengangkat wajahnya sejajar dengannya. Ia, kemudian menundukkan kepalanya untuk mengecup pipi-sudut bibir gadis itu lembut. Ciuman itu terasa ringan dan halus, dan jelas saja itu langsung membuat wajah gadis itu memerah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Honey Money
Romance● | completed [ 18-02-18 ] △ | 16+ △ | not edited △ | s̶e̶r̶i̶n̶g̶ ̶g̶o̶n̶t̶a̶-̶g̶a̶n̶t̶i̶ ̶c̶o̶v̶e̶r̶ "Panggil gua daddy dan turutin perintah gua, maka semua yang ada di dunia jadi milik lo." "Udah gila kali ya, lo?" • • • Carol, gadis itu tak pern...