34 | daddy, daddy, daddy

10.3K 279 4
                                    

⚠️|| t y p o
⚠️|| c u s s i n g
• • • • • • • •

18.24
Dominic dan kedua temannya itu sudah sekiranya berada di mall tersebut selama beberapa jam, ketiga menghabiskan waktu mereka dengan makan berat, makan ringan, dan mengitari seluruh penjuru mall.

"Eh, Nick. Boleh pinjem hape lo bentar gak? Hape gua Low-bat nih. Gua pengen suruh orang rumah buat jemput gua." Ujar Leo tiba-tiba setelah menatap ponselnya dengan horor. Ketiga kini sedang berada di starbucks, menikmati cairan dengan kandungan kafein mereka dengan santai.

Alis Dominic menyambung, "loh, ngapain minta jemput? Mending gua anter lo aja langsung."

"Pengennya gua sih gitu, Nick. Tapi mama lagi baru pulang, jadi gua pengen langsung ke bandara." Jawab lelaki itu dengan senyuman lebar. Sudah hampir dua minggu Leo tidak berjumpa dengan sang ibu.

"Oh," Dominic menyerahkan ponselnya segera ke tangan temannya. Diam-diam, seseorang di antara mereka memperhatikan itu dengan begitu macam ide di kepalanya.

Saat sambungan telepon di telinga Leo berubah menjadi suara salah satu pengurus rumahnya, lelaki itu bangkit dari duduknya dan permisi pergi untuk berbicara di tempat yang lebih tenang...menyisakan kedua orang itu di sana.

"Nick, gua juga mau pinjem hape lo dong. Gua lupa bawa hari ini, terus baru sadar pas tadi-sewaktu Leo minjem hape lo. Boleh gak?" Tanya Martin dengan sedikit wajah panik. Sedari tadi memang sih, lelaki itu itu tidak mengeluarkan ponselnya sama sekali.

Wajah Dominic datar, namun lelaki itu tetap mengangguk, "iya, pake aja."

"Wes, makasih ya, bos!" Ujar Martin dengan girang. Wajahnya berseri-seri namun ada emosi lain di mata lelaki itu. Sungguh, Dominic merasa ada yang ganjil dengan lelaki ini.

Setelah percakapan itu, jeda hening melanda mereka berdua. Dominic tak merasa keberatan, dan Martin sendiri nampaknya terlalu larut dalam pikirannya sendiri. Dari sudut matanya, Dominic memperhatikan gerak-gerik Martin secara samar-samar.

"Oi! Diem-dieman aje. Nih, hape lo. Makasih ya, bos!" Seru Leo dengan senyuman konyol dan tangannya terulur ke depan untuk menyerahkan ponsel Dominic kembali ke depannya.

"Kasih ke Martin, dia juga mau pinjem." Sahut lelaki itu dengan kaku sambil menunjuk ke arah Martin dengan dagunya.

Wajah Martin berseri kembali saat Leo menyerahkan ponsel Dominic ke tangannya. Ia kemudian pamit untuk menelepon seseorang.

18.30
Ia mencari kontak seseorang di ponsel lelaki itu, "C...C...mana lagi...oh! Ini dia." Gumamnya sambil menekan kontak yang ia inginkan. Seringaian licik terlukis di bibirnya.

"Halo, daddy?" Akhirnya nada sambung tergantikan oleh suara manis dari kekasih Dominic tersayang itu.

"Daddy, daddy, daddy, ah coba bayangin apa jadinya ya, kalau sampe mama, papa, sama Ken tahu kalau anak bungsu/adik mereka punya gaya hidup yang agak aneh begini ya?" Gumam Martin dengan penuh arti. Ada jeda cukup panjang sebelum gadis itu berkata-kata lagi.

"Do-Dominic...dia ada di mana? I-ini...ini s-siapa?" Tanyanya, kini dengan suara gemetar yang terdengar sangat panik, membuat seringaian Martin semakin mengembang.

"Tenang, Sayang," ujar Martin, mencoba memimikki nada sayang dari Dominic, namun jatuhnya malah terdengar menyeramkan di telinga gadis itu, "daddy baik-baik aja kok. Tuh, lagi ketawa-tawa sama si Leo tolol." Lanjutnya lagi, namun nadanya terdengar sinis dan kasar.

"Martin, lo Martin 'kan? L-lo...apa mau lo? Tolong jangan ganggu-ganggu gua a-ataupun Dominic!" Tanya Carol masih dengan nada yang sama.

"Banyak yang gua mau. Gua ini orangnya serakah, Carol. Gua pengen semua yang Dominic punya jadi punya gua...tak terkecuali, Lo." Gumamnya pelan betul-hampir menyerupai bisikan. Seringaiannya hilang, berubah menjadi murung yang terlihat sedih.

Honey MoneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang