Mata wanita itu mengerjap saat dia sudah lelah beristirahat. Perlahan dia membuka kelopak mata, menyipit saat dia menatap ruangan luas yang tidak diisi oleh apapun kecuali sebuah kursi yang dia duduki saat ini dan meja kecil yang ada di sebelahnya.
Saat Eunha bergerak sedikit, ringisan keluar dari mulut wanita itu. Dia terkejut ketika melihat tubuhnya diikat dan kedua tangannya juga diikat kebelakang.
"Tolong!" teriak Eunha sekuat yang dia bisa. Meski tidak yakin ada yang bisa mendengarnya, namun dia tetap mencoba.
"Tolong akuuuu!" teriak Eunha lagi, suaranya bergema di ruangan luas nan tidak berpenghuni ini. "Jungkook tolong aku!"
Sia-sia saja. Tak ada yang mampu mendengarnya.
Eunha menghela napas. Dia tidak tahu sekarang siang atau malam, panas atau hujan, karena tak ada jendela sama sekali di sana.
"Sepertinya aku akan mati di sini," gumam Eunha dengan pelan. Dia menatap ke arah bawah, melihat perutnya yang mulai terlihat buncit. Ingin mengelusnya namun kedua tangannya diikat ke belakang hingga dia tak bisa berbuat apa-apa. "Seandainya kita berdua harus berakhir di tempat ini, maafkan Mama jika Mama tidak bisa melakukan apapun untuk menolongmu, Sayang. Mama berharap Papa bisa datang dan menolong kita, namun kemungkinannya kecil."
Tepat setelah Eunha berkata begitu, pintu besar di seberangnya terbuka. Tampak seorang wanita setengah baya yang tak pernah Eunha kenal, berjalan menghampiri wanita yang diikat di sebuah kursi yang ada di sudut ruangan dengan langkah tenang.
Senyum angkuh terbit dari kedua sudut bibir wanita itu, kedua tangannya dia lipat ke dada. "Bagaimana, apa tidurmu nyenyak, Tuan Putri, hm?" Perkataan itu membuat alis Eunha saling bertaut.
"Kau siapa? Mengapa kau mengikatku di tempat ini?"
"Aku?" Dia menunjuk diri sendiri, setelahnya mata besar itu menyipit. "Kau tidak perlu tahu siapa aku."
"Apa kau adalah suruhan Taehyung? Apa lelaki itu yang membayarmu untuk mengikatku di sini?"
"Siapa Taehyung? Apa dia adalah orang yang menjadikanmu pemuas nafsu sama halnya dengan apa yang Jungkook lakukan?"
Eunha menelan ludah, tak tahu harus berkata apa. Lidahnya terasa kelu dan hatinya mencelos.
Pemuas nafsu?
Walau kenyataannya seperti itu, namun Eunha tidak menyukai apa yang dikatakan wanita yang berdiri tak jauh darinya.
"Kau diam? Kalau begitu, aku benar." Dia tertawa mengejek, puas karena tebakannya benar. "Omong-omong, siapa ayah dari anak yang ada di dalam kandunganmu itu? Apa itu adalah campuran benih dari berbagai orang yang bersetubuh denganmu?"
Eunha geram, tentu saja. Tanpa sadar, tangan yang terikat di belakang itu mengepal.
"Tutup mulutmu!" desis Eunha, pelan. Jika saja tak ada tali yang mengikat tangannya, Eunha ingin sekali mencekik leher wanita di hadapannya ini.
"Waw, kau tersinggung rupanya." Dia mengangguk, mengerti. "Kau sengaja memanfaatkan Jungkook untuk menjadi ayah untuk bayimu, bukan? Biar kutebak, apa kau mendekati Jungkook karena kau ingin hidup mewah?"
"Aku tidak semurahan itu."
"Jika kau tidak semurah itu, lalu mengapa kau merebut laki-laki yang sebentar lagi akan menikah dengan orang lain?" Tatapan wanita itu berubah tajam, dia menekan kedua rahang Eunha dengan tangan, mendongakkan wajah Eunha ke atas agar bisa bertatapan dengannya. Kuku-kuku panjangnya menusuk di pipi Eunha, membuat dia sedikit meringis. "Kau tahu? Aku tidak akan rela jika anakku disakiti oleh siapapun. Dan aku akan membuat perhitungan denganmu karena telah berani membuat Yeri terluka. Tidak sekarang, tunggu saja tanggal mainnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Selir Hati [Jungkook-Eunha] ✔
Fanfiction[MAAP KALO BANYAK KURANGNYA, INI BUKU EP EP SAYA BUAT PAS MASIH BOCIL GAK DIREVISI, MAKASIH ATAS PENGERTIANNYA🙏] "I love your body." -Jungkook, 28 th "I love your money." -Eunha, 19 th "Ketika dua orang yang dipertemukan oleh keadaan...