12 - Rumah Sakit

10.9K 1.1K 47
                                    

Sedari tadi, laki-laki bernama Jungkook tak mampu konsentrasi bekerja dengan baik. Itu semua karena ia mengingat perkataan wanita bernama Eunha beberapa hari lalu.

Pertanyaan apa, mengapa, bagaimana dan lainnya mulai bermunculan di benak Jungkook saat ia mendengarkan curahan hati wanita yang menjadi selirnya itu. Membuat Jungkook penasaran akan apa yang sebenarnya terjadi karena dibalik sikap tak peduli dan cinta uangnya, Eunha terlihat rapuh dan misterius.

Jungkook mengambil ponselnya yang ada di atas meja, kemudian mencari kontak seseorang dan mendekatkan ponsel ke telinga.

"Alex."

"Ada apa, Pak?"

"Cari tahu soal Jung Eun Bi, mantan pekerja di Secret Night Club. Saya mau besok siang sudah ada email masuk tentang riwayat hidup gadis itu beserta seluk-beluk keluarganya."

"Baik, Pak."

Jungkook menghela napas dalam, kemudian menyenderkan tubuh di kursi besarnya.

'Sebentar lagi, Eunha. Sebentar lagi aku akan tahu tentangmu dan aku akan membantumu melewati masalah itu.'

***

"Bagaimana kabar keluargaku minggu ini, SinB?" tanya Eunha pada seseorang di balik telepon. Walau keluarganya membenci dan tidak mengharapkan Eunha kembali, namun ia tetap memantau kondisi keluarganya setiap satu minggu sekali lewat sahabat kecilnya, SinB. Kebetulan, rumah SinB ada di dekat rumah Eunha.

"Keluargamu makin buruk, Eunha. Mamamu masuk rumah sakit, sementara ayahmu merawat mamamu di rumah sakit. Kakak perempuanmu, Yerin, terakhir kali aku lihat dia berdebat dengan suaminya di depan rumah entah karena masalah apa. Kak Yerin ditampar di depan umum dan dijadikan tontonan tetangga karena tidak ada satu pun yang berani menolong kakakmu. Kakak iparmu mengancam akan membunuh siapa pun yang menolong kakakmu."

Eunha membekap mulutnya sendiri. Ia menggeleng dan mencoba menahan airmata, ingin rasanya Eunha kembali namun banyak hal menghalangi. Di antara itu semua, hal yang paling Eunha khawatirkan adalah rasa takut. Ia masih takut laki-laki itu akan melakukan hal-hal aneh dan membuat Eunha semakin dibenci keluarganya.

"Satu lagi." Mendengar SinB kembali bersuara, Eunha membetulkan letak ponselnya. "Mama dan papamu sudah tahu jika kamu yang kirim uang untuk mereka."

"A-apa? B-bagaimana bisa?"

"Mereka mendesakku untuk jujur. Mereka bilang, aku tidak mungkin memberi gajiku setiap bulan pada mereka padahal keluargaku juga hidup pas-pasan. Akhirnya dengan berat hati aku mengaku bahwa kamu yang mengirimkan uangmu pada mereka setiap bulan."

Ya, Eunha meminta SinB untuk berbohong dan berkata pada keluarga Eunha jika uang yang Eunha titipkan pada SinB untuk diberikan ke keluarganya adalah gaji SinB sendiri. Mama SinB juga sudah tahu hal ini, tapi sepertinya, nasib baik tak lagi berpihak pada Eunha sekarang.

"Lalu bagaimana reaksi mereka?" Eunha terlihat khawatir.

"Mereka tidak mau menerima uangmu lagi sejak tahu hal itu kemarin. Padahal aku yakin mereka sangat membutuhkan uang untuk biaya pengobatan mamamu di rumah sakit. Mungkin juga untuk biaya persalinan Kakak Yerin."

"Apakah besok kamu bisa bertemu denganku?"

SinB terdiam sebentar. "Pulang kerja, bagaimana? Kita bertemu di tempat biasa."

"Baiklah, SinB. Terimakasih, ya."

***

SinB mengusap-usap bahu wanita mungil ini ketika Eunha menatap kondisi sang mama di kaca kecil yang ada di pintu ruang pasien dengan wajah menyedihkan.

Kalau jam-jam segini, SinB tahu Papa Eunha kembali ke rumah untuk menengok keadaan Yerin yang sedang hamil tua. Papa Eunha tak bisa mengandalkan suami Yerin karena lelaki itu bahkan sudah tak peduli pada istri sendiri.

"Aku tidak suka melihat mama dalam kondisi seperti itu." SinB merangkul tubuh Eunha, sementara wanita itu menangis di pelukan SinB. "Aku ... merasa tidak berguna. Aku tidak bisa melakukan apa-apa untuk menolong mama juga keluargaku."

"Sudah, Eunha," bisik SinB. "Jangan menyalahkan dirimu sendiri. Ini bukan salahmu."

"Tapi aku ...."

SinB mengusap-usap bahu Eunha yang bergetar. "Eunha, yang mamamu perlukan bukan airmata atau rasa bersalahmu, melainkan doa. Juga untuk persalinan Kakak Yerin, semoga dia bisa melahirkan secara normal dan pernikahannya bisa berakhir bahagia."

"Kamu benar, SinB. Aku terlalu cengeng, ya?"

"Hu'um." SinB mengangguk. "Aku kangen kita yang dulu sering menjahili kakak kelas. Apa kamu ingat?"

Eunha menatap manik mata SinB, kemudian berkata, "Tentu saja. Aku tidak akan melupakan itu." Setelahnya, Eunha terkekeh.

SinB mengusap-usap kepala Eunha. "Gitu dong, kamu gak boleh nangis di dekatku. Ini terakhir, ya? Karena setelah ini, aku tidak mau lagi membiarkan bajuku basah karena tangisanmu."

"Kenapa kamu jahat sekali padaku?"

"Biarkan saja. Aku bosan melihatmu sedih terus. Aku kan juga ingin melihatmu tertawa lebar dan bertingkah konyol seperti dulu."

"Ah, oke, SinB." Eunha berusaha menarik kedua sudut bibirnya ke atas. "Aku janji ini terakhir kalinya aku menangis di dekatmu."

***

"Kuki." Eunha tersenyum senang melihat Jungkook datang. Ia menghampiri laki-laki itu dan langsung mengecup pipinya. "Kau kelihatan lelah sekali."

Jungkook menaruh tangannya di pinggang Eunha, kemudian menatap manik mata wanita itu dengan intens. Jika saja ia tak mendengar ucapan Eunha dua hari lalu, mungkin ia tak percaya kalau gadis itu punya masalah hidup yang berat.

"Kau baik-baik saja?"

Pertanyaan Jungkook malah membuat Eunha kebingungan. "Maksudmu?"

"Tidak." Jungkook gelagapan sendiri karena menyuarakan isi kepalanya. "Ehm maksudku, aku mau kau melayaniku malam ini makanya aku bertanya apa kau baik-baik saja atau tidak."

"Ah, begitu." Eunha mengangguk lalu memberi Jungkook tatapan nakal. "Tentu saja aku bisa." Wanita itu membusungkan dada, "Kau mau sekarang?"

"Kau memancingku?"

Tepat ketika bibir mereka akan saling bertaut, ponsel Eunha berbunyi nyaring. Awalnya perempuan itu tak menghiraukannya, namun karena terlalu bising, Jungkook menghentikan permainan mereka. "Apa kau kembali menyimpan nomor pelangganmu di ponsel baru?"

"Tidak ada yang tahu nomor baruku selain kau dan ...." Mengingat sesuatu, Eunha mendorong tubuh Jungkook agar menjauh dari atasnya dan berlari mengambil ponsel.

Eunha merapatkan baju miliknya yang sudah tak terkancing, kemudian dengan cepat menerima panggilan telepon yang masih berdering.

"Apa? B-baiklah aku segera ke sana."

Selesai menerima panggilan telpon, Eunha langsung memakai kembali bajunya dan merapikan penampilan.

"Hei kau mau ke mana, Eunha?" panggil Jungkook yang masih linglung dan tergeletak di atas tempat tidur saat Eunha mengambil tas dan memasukkan beberapa barang dengan terburu-buru.

"Rumah sakit."

[]

Mama Eunha mau ngapain ke rumah sakit? Itu si Papa gimana itu? 😂😂😂  /diguyur air/

Selir Hati [Jungkook-Eunha] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang