Selalu Rindu

347 13 2
                                    

Sebuah mobil Marcedez Benz terparkir, kedua orang keluar dari mobil itu. Mereka tampak membawa barang bawaan masing-masing. Sambil sedikit bercanda gurau kedua insan manusia itu berjalan menuju lift menuju ruang kerja masing-masing.

Sesaat pintu lift terbuka, laki-laki dengan setelan jas tersebut menghentikan langkahnya tepat didepan pintu lift, perempuan yang saat itu bersamanya bingung kenapa ia tak masuk.

“gak masuk lang?” tanya Yuni

“gak, lo duluan aja. Gue ada urusan bentar” kata Elang keluar dari lift membiarkan pintu lift tertutuf mengantarkan Yuni menuju tempat tujuannya.

Dengan langkah teramat malas Dio turun ke lantai bawah lebih tepatnya cafe, muka Dio terlihat kusut dan  lusuh ala orang baru bangun tidur. Hanya saja pakaian dan  rambutnya sudah stay, dengan rambut tersisir rapi kearah kanan dan menggunakan hodie hitam beserta celana treining panjang berwarna merah.

“dadd, lapar” keluh Dio kepada Juno yang sibuk merapikan perlengkapan dapur. “makan lah” sambar Abeng sebelum Juno sempat menjawab.

“apaan sih lo?” kata Dio tak suka diikut campuri.

“mau makan apa?” tanya Juno peka mau anaknya.

“spaghetti bolognese” Dio menjawab datar, sementara Juno dan Abeng bingung, sejak kapan spaghetti jadi menu sarapan.

“hah, saiko lo sejak kapan spaghetti jadi menu sarapan?” omel Abeng.

“apa urusan lo? Yang makan gue” balas Dio nyolot

“spaghetti-nya habis, daddy gak bisa masak” kata Juno disela-sela keributan keduanya.

“noh lu beli sana kalau mau makan” ledek Abeng.

“ogah gue, Abeng aja yang beli dadd. Gue capek ! gue baru pulang jam 3 pagi tadi ayolah dadd” bujuk Dio

“njirr..kenapa jadi gue? Yang mau makan lo, kok jadi gue yang repot? Kalau urusan capek, gue juga capek kali yang kerja bukan Cuma lo” oceh Abeng tak terima.

“ayooo dadd” bujuk Dio lagi pada Juno, tak memperdulikan omelan Abeng.

“beli aja beng” kata Juno akhirnya.

“halah gak adil, kok gue sih? Dia aja lah” kata Abeng lagi benar-benar kesal dengan ulah Dio.

“bengg” panggil Juno memaksa untuk menuruti maunya Dio.

“beli dimana? Gue malas kalau ke supermarket” kata Abeng sedikit mengalah sambil menahan kekesalannya.

“diminimarket dipersimpangan biasa gue beli ice cream ada, kemaren gue sempat liat” kata Dio sambil tertawa kecil mengejek Abeng. Mendengar jawaban Dio, Abeng bergerak maju ingin melancarkan pukulan ke Dio sebelum akhirnya Dio sempat bersembunyi dibalik tubuh kekar milik Juno.

Dengan berat hati dan dengan amarah yang berkumpul menjadi satu, Abeng pergi menuju minimarket yang dimaksud oleh Dio.

“dadd, gue naik ke atas lagi yah. Mau lanjut tidur, kepala masih pusing nih efek kurang tidur kalau sudah dimasakin, panggil yah dadd” pinta Dio pada Juno dengan senyum khas yang dibalas anggukan persetujuan oleh Juno.

  Hanya perlu beberapa menit bagi Elang untuk sampai ke tempat yang ia bilang menjadi urusannya. Ia memasuki tempat yang sudah mulai ramai itu, tempat yang tanpa sadar menjadi tempat yang selalu ingin ia datangi, untuk seseorang yang sangat ingin ia temui.

Setelah beberapa detik memperhatikan sudut ruangan, mencari meja yang strategis, Elang akhirnya menemukan tempat ia akan duduki. Sambil menunggu pelayan  mengantar menu, mata Elang menyusuri sebisa mungkin setiap tempat di cafe tersebut untuk mencari seseorang.

But, Who I Am?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang